Kayra memilih berdiam diri didalam kamarnya setelah tahu jika Rama sudah menjadi suaminya. Tadi para keluarganya yang lain memberikan selamat dan berkata jika Kayra beruntung mendapatkan suami seperti Rama yang sudah memberikan mahar sebuah rumah.
Kayra sendiri terkejut saat mengetahui hal itu. Setelah sadar dari pingsan dan diberi tahu tentang semuanya, ibunya memberinya sebuah kunci motor, sertifikat rumah beserta kunci rumah.
Kayra hanya diam saja saat menerima barang-barang itu. Pikirannya masih bingung. Masih antara percaya dan tidak jika dia gagal menikah dengan Abid dan malah Rama yang menjadi suaminya.
Jam sudah menunjukkan jam sepuluh malam tapi Rama sendiri masih duduk di teras samping rumah mertuanya. Tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Kedua mertuanya menyuruhnya masuk ke kamar istrinya namun Rama ragu. Dia takut Kayra akan pingsan lagi seperti tadi saat tahu jika dirinya sudah menjadi suaminya.
Kemungkinan juga Kayra akan marah-marah, berteriak-teriak saat melihatnya masuk kedalam kamar. Kalau sampai itu terjadi pasti sangatlah memalukan. Apalagi kalau sampai di dengar tetangga.
Mungkin juga sekarang Kayra malah membencinya.
Kalau bisa ia ingin pulang saja, rumahnya ada di sebelah. Tapi itu tidak mungkin sebab sekarang dia sudah beristri. Apa nanti kata mertuanya kalau dirinya pulang.
Setelah menghembuskan nafas dalam Rama bangkit dari duduknya, memutuskan untuk masuk ke kamar istrinya.
Biarlah jika Kayra marah ataupun mengusirnya, dia akan Terima.
Kamar itu tidak terkunci saat Rama masuk. Kamar itu tampak berbeda dari yang pernah Rama ingat. Dulu kamar itu banyak berisi poster-poster boyband K-pop yang Kayra suka. Sekarang kamar itu hanya berisi beberapa foto Kayra. Terlihat Kayra berbaring dengan posisi miring diatas ranjang. Istrinya itu masih menggunakan baju pengantin yang sedari pagi ia pakai.
Rama melangkahkan kakinya namun baru beberapa langkah ia berhenti. Ia ragu untuk mendekati ranjang istrinya, takut Kayra akan terbangun. Ia juga tidak berani tidur di ranjang, takut nanti Kayra akan marah. Ia pun memilih duduk di kursi meja rias. Sebenarnya ia sudah mengantuk tapi bingung harus tidur dimana.
Hampir setengah jam duduk di kursi meja rias, akhirnya Rama memutuskan untuk tidur di lantai tanpa alas. Ia hanya mengambil salah satu bantal yang ada di ranjang Kayra.
Andai saja ini adalah pernikahan yang berlandaskan cinta, mungkin cerita malam pertamanya akan berbeda.
Sebenarnya Kayra belum tidur saat Rama masuk kedalam kamarnya, dia hanya pura-pura tidur.
Ada ketakutan saat Rama masuk ke dalam kamarnya. Takut suaminya itu akan meminta haknya. Jujur saja ia masih syok dengan semua yang terjadi. Masih juga belum siap berhadapan dengan Rama yang kini sudah berstatus sebagai suaminya.
Kayra bersyukur saat Rama tidak mendekatinya apalagi meminta haknya. Namun ia tidak tega saat tahu suaminya itu tidur diatas lantai.
Kayra bingung harus bagaimana? Haruskan ia membangunkan Rama dan menyuruhnya untuk tidur di sebelahnya atau memberikan selimut kepada lelaki itu. Tapi ia juga tidak ingin membangunkan Rama. Dia masih belum siap menghadapi sahabat yang kini berubah status menjadi suaminya.
Bingung bergelut dengan pemikirannya sendiri akhirnya Kayra menyerah dan membiarkan saja Rama semaleman tidur diatas lantai. Kalau di pikir-pikir memang jahat tapi ia yakin Rama akan baik-baik saja.
***
Badan Rama rasanya sakit semua saat bangun tidur. Pandangannya pun langsung tertuju pada jam dinding yang sudah menunjukkan hampir pukul lima pagi. Ia pun bangun dan pandangannya beralih ke Kayra yang masih tidur dan masih konsisten dengan posisinya.
Rama tidak berani membangunkan Kayra. Biarkan saja istrinya seperti itu. Kayra masih perlu waktu.
Mata Kayra langsung terbuka saat mendengar suara pintu tertutup. Semalaman ia tidak bisa tidur. Tidur hanya membawanya pada mimpi-mimpi kejadian tadi pagi yang membuatnya bertambah sesak. Terjaga pun yang ia rasakan adalah kesakitan yang di berikan Abid.
Selesai menuruni anak tangga Rama bertemu dengan ibu Kayra yang sepertinya baru selesai sholat subuh.
"Rama, kamu mau kemana? " Tanya Rita.
"Eee... Aku mau pulang tan-eh bu-eh ma." Rama bingung harus memanggil ibu Kayra apa.
Rita tersenyum dengan tingkah menantunya.
"Panggil mama. Sekarang kamu, kan, anak mama. "
Rama hanya mengangguk.
"Kenapa kamu mau pulang? "
"Aku harus kerja, ma. "
Rita ingin melarang menantunya untuk pergi bekerja namun ia teringat jika pernikahan Kayra dan Rama bukanlah pernikahan yang normal seperti pernikahan lainnya. Kalau pernikahan normal pastinya pengantin baru tidak akan pergi bekerja.
"Kayra tau kamu pulang? "
"Kayra masih tidur, ma. Aku pulang dulu, ma. "
"Ya, udah. Nanti sarapan di sini, ya. Mama buatin sarapan spesial buat kamu. "
Rama hanya mengangguk.
Ibu Rama baru membuka pintu setelah ketukan kesekian kalinya. Mungkin ibunya baru selesai menjalankan sholat subuh.
"Kamu, kok, pulang? " Tanya ibu yang heran melihat anaknya pulang.
"Memangnya aku nggak boleh pulang? " Tanya Rama balik. "Aku harus pergi kerja, bu."
"Kenapa harus pergi bekerja? Kemarin kamu baru menikahi masa sekarang masuk kerja. "
"Ibu lupa, ya, aku, kan, nikahnya mendadak mana bisa libur kerja. "
"Ah, iya, ibu lupa. "
"Aku mau sholat dulu. "
"Iya, sana sholat. Ibu masak dulu. "
"Bu-"
"Ya, ada apa? "
"Tante Rita, maksud aku mertua aku nyuruh aku sarapan di rumahnya. Ibu nggak apa-apa, kan? "
Mila tersenyum.
"Ya, nggak apa-apa, lah. Walaupun kamu makan di rumah sebelah, ibu juga tetap harus masak. Ibu sama Daffa juga masih butuh makan. "
Rama tersenyum mendengarnya.
Setelah rapi dengan setelah baju kerjanya, Rama menghampiri ibunya yang berada di dapur.
"Bu, aku berangkat. " Pamit Rama di susul dengan mencium punggung tangan ibunya.
"Iya, Hati-hati. " Balas bu Mila.
"Iya, bu. Oia, bu, aku boleh bawa si montok nggak, bu? " Montok adalah motor vespa milik almarhum ayahnya. "Buat hari ini aja."
"Iya, boleh. " Tentu saja bu Mila mengijinkan Rama untuk menggunakan si montok. Motor yang biasanya anaknya pakai sudah di jadikan mas kawin untuk istrinya.
"Sebaiknya kamu cari kendaraan baru. Mobil kalau perlu. "
"Rencananya aku mau cari motor second aja, bu. Aku sekarang udah punya istri yang harus aku nafkahin. Kalau buat mobil aku akan pikir-pikir dulu. "
"Ibu bangga sama kamu, Ram. Kamu yang sabar, ya, ngadepin Kayra. Dia sekarang pasti belum baik-baik saja. "
"Iya, bu. Do'ain aku terus, ya! "
"Pasti, nak. "
Rama kembali ke rumah mertuanya. Terlihat sang mertua sedang sibuk di dapur. Di meja makan ada pak Rahmat yang sedang fokus membaca kor koran.
"Rama, sini. " Panggil Rita yang menyadari kehadirannya terlebih dahulu.
Tanpa menjawab Rama mendekat dan duduk di salah satu kursi.
"Mau pergi kerja, Ram? " Tanya pak Rahmat.
"Iya, pa,"
"Nih, mama batin nasi goreng spesial buat kamu. " Sepiring masing goreng sudah tersaji di hadapan Rama. Diatasnya ada telur ceplok, irisan sosis dan juga suiran ayam. Dulu ia sering berebut makanan itu dengan Kayra jika sarapan disana.
"Makasih, ma, " Kata Rama.
"Iya, di habisin, ya. "
Rama hanya mengangguk.
Selesai sarapan Rama pergi ke kamar istrinya. Niatnya untuk berpamitan untuk pergi bekerja namun istrinya itu masih tidur.
"Kay, aku berangkat dulu. " Bisiknya pada udara kosong.