Dingin. Membeku. Hipotermia. Mimisan. Semua kata itu yang sekarang melingkupi tubuhku. Itu pemikiranku sendiri. 100 persen aku membayangkan menjadi beku. Dan merasa aku sudah berubah seperti Elsa di film kartun Frozen itu. Rambut putih, baju biru, bibir biru. Dan kalau memegang apapun pasti langsung menjadi es. Gigiku bergemelutuk membayangkan hal itu. Sungguh. Atau harusnya aku berada di dalam Iglo rumah di kutub itu.
"Kenapa dari tadi bertanya dokter diem aja. Ini saya mau dibawa kemana?" Aku memang bingung saat Dokter Sam setelah mengobati lukaku meminta untuk masuk ke dalam mobilnya. Dan aku sekarang duduk di dalam mobil yang harusnya tidak terasa dingin itu. Tapi 30 menit sejak aku dipaksa masuk ke dalam mobil dokter Sam ini. Pria di sebelahku nampak asyik sendiri dan fokus dengan mengendarai mobil itu. Kali ini aku bahkan melirik ke arah Dokter Sam yang tampak tenang dan tidak menjawab apapun. Sungguh hal itu membuatku frustasi.
"Kalau memang Dokter berniat mendiamkan saya untuk apa.." Aku tiba-tiba menghentikan ucapanku. Di depanku ada satu bungkus kwaci bunga matahari dengan rasa vanila. Salah satu camilan kesukaanku.
"Wah kwaci." Aku langsung mengambil bungkusan itu yang baru saja disodorkan dokter Sam. Dan dokter itupun hanya melirikku sekilas tanpa mengatakan apapun lagi.
Tapi apa peduliku sekarang. Kalau tadi aku membayangkan sebagai Elsa karena suasana yang begitu dingin. Maksudku dalam artian karena Sam bersikap dingin. Kini aku malah membayangkan diriku sebagai Hamtaro. Tokoh kartun hamster itu karena makan kuaci.
Saking asyiknya aku makan kuaci tidak menyadari saat mobil Dokter Sam masuk ke dalam sebuah rumah. Aku baru mendongakkan kepala dari kegiatan makan kuaci. Dan mataku langsung membelalak.
"Eh ini dibawa kemana Saya?" Kutatap Dokter Sam yang tengah membuka seatbeltnya. Tapi pria itu malah memberiku isyarat agar aku juga segera turun. Aku menggerutu saat membuka pintu mobil. Dan setelah sampai di luar dia makin merasa kesal karena Dokter Sam sudah melangkah meninggalkanku menuju ke teras rumah berwarna kuning gading itu.
"Dok. Saya tidak mau dipaksa. Ini dimana?"
"Owh Azka kamu udah datang?" Suara seorang wanita membuat aku langsung membalikkan badan. Dan terdiam saat Dokter Sam langsung melangkah cepat ke arah wanita yang wajahnya persis dengan Dokter Sam.
"Assalamualaikum mah."
" Mah?" Aku tanpa sengaja mengucapkan itu. Dan memandang Dokter Sam yang tengah mencium tangan wanita itu.
"Hindia.." Dokter Sam berbalik dan memanggil namaku. Membuat aku langsung mengerjapkan mata.
"Ini ya yang namanya Hindia? Ah cantiknya." Aku semakin tidak bisa berkutik saat wanita yang sepertinya mamanya Dokter Sam itu kini malah melangkah ke arahku.
"Fotonya memang tidak menipu ya. Tapi kamu kelihatan lebih gemuk ya?" Aku tersenyum tipis saat mengulurkan tangan untuk menjabat tangannya mama Dokter Sam.
"Dewi tante. Tepatnya Dewi Ratu Hindia." Mamanya Dokter Sam tersenyum dan menepuk bahuku.
"Iya. Tante tahu. Owh iya perkenalkan ini mamanya Azka. Panggil aja Tante Wina. Dokter Azka Samudra. Terimakasih sudah mau ke sini ya. Ayo masuk." Aku merasa bingung saat melihat Dokter Sam ternyata sudah tidak ada di sana. Di teras rumah. Aku hanya melihat sepatunya saja.
"Eh tante. Maaf ini. Tapi saya dibawa ke sini karena apa ya?" Aku kini menatap Tante Wina yang mengernyitkan keningnya tapi kemudian tersenyum.
"Loh Azka gak bilang toh? Kirain dia udah bilang. Dasar si Azka itu. Ya udah tante jelasin di dalam saja ya.” Aku akhirnya menganggukkan kepala. Dan tersenyum canggung. Tapi kemudian menuruti permintaan Tante Wina. Aku mengikuti untuk masuk ke dalam rumah. Dan menatap takjub tata ruang tamu yang begitu indah.
"Silakan duduk." Tante Wina mempersilakan untuk duduk di sofa melingkar yang berwarna merah burgundi itu. Aku menurut dan kini terduduk dengan kaku. Masih tidak mengerti apa yang akan di ucapkan Tante Wina.
"Dewi Ratu Hindia. Hem kamu punya kakak namanya Marcella Keysha Danendra kan?"
Tentu saja matku langsung membulat. Bagaimana Tante Wina bisa tahu? "Iya itu kakak ipar saya." Dan Tante Wina tersenyum senang.
"Tante tahu. Karena tante sangat mengenal Marcela kakak iparmu itu dia sudah jadi sahabat Azka sejak kecil. Kebetulan orang tuanya Marcella adalah sahabat tante dan papa Azka "
Aku kini mengernyitkan kening.
"Owh jadi Tante Melani dan Om Marsha sahabat Tante?"Tante Wina tersenyum dengan manis. Lalu menganggukkan kepalanya. "Kami sahabat sangat baik. Dan Cella itu udah tante anggap anak sendiri. Dan kemarin dia.."
"Mah. Azka gak mau di jodohin" Tiba-tiba Dokter Sam muncul di ruang tamu yang kali ini membuat aku menatap dengan terkejut. Pria itu sudah berganti baju. Kini mengenakan kaos polo warna hijau lumut dan celana jins selutut. Tampak begitu santai.
"Azka. Kamu itu. Ini kan udah kesepakatan kamu sama Cella. Kemarin kamu janji sama Cella kalau dia menikah kamu juga akan menikah dan setuju di jodohkan sama adik iparnya yang cantik ini "
"Astaga." Aku memekik terkejut mendengar ucapan Tante Wina. Dan Dokter Sam kini beralih menatapku. Dengan datar dan dingin.
"Tapi Azka gak mau di jodohin sama cewek cerewet." Aku langsung membelalak mendengar ucapan Dokter Sam. Aku langsung berdiri dan kini menatap Dokter Sam dengan kesal.
"Saya juga gak mau nikah sama dokter nanti saya lama-lama hipotermia kalau terus berada si samping dokter." Ucapanku membuat Dokter dingin di depanku ini kini makin menatap dengan tajam.
"Eh kalian ini apa-apaan sih. Pokoknya mama udah sepakat sama Cella. Kalian berdua di jodohkan."