03 CEREWET

608 Kata
                                Aku menyipitkan mata menatap Dokter Sam yang saat ini tengah mengambil kunci mobilnya. Pria ini sungguh membuatku kesal. Bagaimana dia mengatakan kalau tidak mau di jodohkan dengan wanita cerewet sepertiku. Untung saja ada Tante Wina yang membuat mengurungkan niat untuk mengacak-acak rambut hitam tebalnya si Dokter Sam karena kesal.                                 "Dewi udah gak usah peduliin omongan si Azka. Dia aslinya suka tuh. Tadi tante amatin saat di meja makan si Azka terus-terusan ngelirik kamu kok." Ucapan Tante Wina membuatku kini tersenyum dengan kaku. Aku tidak merasa kalau ini adalah keputusan yang tepat. Kakak iparku memang sudah kuanggap kakak sendiri karena begitu baik kepadaku. Tapi tentu saja aku juga tidak mau di jodohkan dengan pria yang dingin itu.                                 "Tante. Dokter Sam itu udah benci sama Dewi. Saya sendiri juga tidak mau di jodoh-jodohin."  Aku mengucapkan itu. Tapi Tante Wina tersenyum penuh arti.                                 "Pokoknya sering aja maen ke sini ya. Buat itu si Azka bisa bicara abis nya dia itu diamnya kebangetan. Coba kalau gak marah kayak tadi mana mau dia bicara. Kayak tante punya anak jauh di kutub sana. " Tentu saja aku tertawa mendengar ucapan Tante Wina . Mamanya sendiri saja gak bisa buat si Dokter angkat bicara.                                 "Ayo kalau mau pulang. Udah ujan di luar." Suara itu membuatku dan Tante Wina menoleh ke arah samping. Dan Dokter Sam sudah menatapku dengan kesal.                                 "Ya udah tante. Dewi pamit ya. Kapan-kapan maen ke sini lagi." Tante Wina mengangguk dan tersenyum. Lalu mengusap kepalaku saat menunduk untuk mencium tangan Tante Wina.                                 "Ati-ati ya Azka bawa mobilnya." Dokter Sam hanya menganggukkan kepalanya. Lalu melangkah mendahuluiku yang kini hanya mengekorinya di belakang.   *****                                 "Memangnya dokter tahu rumah saya?" Aku kini menatap hujan yang makin deras dari kaca mobil. Merasa perlu berbicara. Tidak nyaman dengan suasana hening di dalam mobil.   Dokter Sam tidak menjawab dan kini tetap fokus untuk menatap depan. Ke arah jalanan yang tergenang oleh air hujan.                                 "Rumah saya enggak lewat sini loh dok. Lagipula astaga.. " Aku memekik karena teringat motorku masih di puskesmas.Tentu saja hal itu membuat Dokter Sam menoleh ke arahku.                                 "Dok motor saya dok. Si pinky." jawabanku malah membuat Dokter Sam menatap dengan kesal. Dia  membelokkan mobilnya dan berbalik arah.                                 "Nah ini mau kemana lagi dok?" Aku kini menatap Dokter Sam yang kembali fokus ke jalanan. Tidak mempedulikan ocehanku.                                 "Lah kayak ngomong ama batu." Aku akhirnya menggerutu karena Dokter Sam sama saja tidak mempedulikanku. Beberapa saat kemudian mobil itu memasuki halaman puskesmas yang membuat aku tersenyum lebar.                                 "Nah akhirnya." Aku hampir membuka pintu mobil setelah mobil itu berhenti di parkiran motor. Tapi Dokter Sam menarik lenganku.                                 "Apa?"                                 "Aku dulu." Hanya itu yang dikatakan dokter Sam dan pria itu akhirnya turun dari mobil. Hujan deras langsung menyambutnya. Aku masih menatap hujan saat Dokter Sam membuka pintu di sisiku sudah berdiri dengan payung di tangannya.  Aku langsung segera turun dan kini berada di samping Dokter Sam.                                 "Wah si pingki kehujanan. Aduh mesinnya mati enggak ya?" Aku langsung saja berlari tapi tanganku di tarik lagi oleh Dokter Sam.                                 "Jangan bodoh." Pria itu membentakku dan membuat aku  mendengus kesal.                                 "Jangan bentak saya." Dokter Sam menyipitkan matanya. Tapi kemudian menghela nafas. Lalu menyerahkan payung yang tadi di pegangnya kepadaku.                                 "Buat Apa?" Aku  menatap Dokter Sam dengan bingung. Saat pria itu melangkah mundur dan keluar dari payung sehingga membuat tubuhku basah kuyup. "Loh dok."                                 "Pakai itu." Dokter Sam menunjuk motorku dan menunjuk payung yang dia pegang.                                 "Aku pulang."                                 "Hah?" Aku melongo menatap Dokter Sam yang sudah berbalik dan melangkah menuju mobilnya. Lalu dengan cepat pria itu sudah masuk dan melajukan mobilnya dan meninggalkan aku begitu saja.   "Hah aku ditinggalkan begini saja? Lah emang gimana caranya bawa motor pakai payung? Iihh dasar saraaapp si kulkas."            
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN