Hanan masih memberikan ekspresi yang sama. Hanya mematung dan menahan nafasnya. Kedua matanya masih melebar karena tidak habis pikir.
Dibaca berulang-ulang pun, kalimat dari catatan Naya tidak akan berubah. Hanan tidak salah. Naya memang sengaja menulis nama itu. Rian.
Hanan kemudian keluar dari ms.word. Saat itu, ia mencoba mencari nama-nama file yang mungkin saja bisa dibuat untuk petunjuk. Hanan kemudian meng-klik sebuah folder.
Saat folder itu terbuka, ia bisa melihat banyak sekali file foto. Foto-foto itu, adalah foto-foto Naya dan Rian yang hanya berdua. Hanan memperhatikannya satu persatu.
"Apa ini?!" gumamnya berbicara sendiri.
Hanan terus melihatnya. Saat itu, ia menemukan, rupanya foto yang banyak itu, adalah foto semua teman-teman Naya yang ramai dan banyak. Namun, Naya sudah memotongnya. Sehingga yang terlihat, adalah hanya Naya dan Rian saja.
Hanan masih setengah bingung. Ia menjadi berpikir keras. Tiba-tiba kepalanya mulai kembali terasa penuh oleh sesuatu.
'Dia hanya seorang teman awalnya. Tapi, entah sejak kapan aku mulai menemuinya sebagai orang asing. Jantungku selalu berdebar saat aku bersamanya. Gelisah saat dia tidak di sekitarku. Di dalam kepalaku, terus memikirkannya.'
"Dan inilah yang ingin saya lakukan sebagai seorang pasangan. Bisa menjadi frekuensi-nya. Bisa mengikuti candaannya. Bisa mengerti di saat semua tidak bisa mengerti. Dan, bisa menjadi sandaran saat dia lelah. Saya ingin mendengar semua keluhannya. Meski saya tidak bisa memberikan solusi, tapi dia bisa nyaman berada di dekat saya."
"Aku dan Rian, kami sangat dekat. Ya. Dia adalah teman yang sangat baik."
Hanan menjauh dari komputer, bersamaan dengan ia melempar mouse dengan keras. Kemudian ia mendesah kasar. Teringat semua petunjuk soal semua hal yang Naya lakukan selama ini.
Jadi inilah kenyataan yang harus Hanan terima. Ternyata, Naya menyukai Rian. Kenyataan lain yang harus ia terima adalah, Naya sama sekali tidak pernah menyukainya. Naya telah berbohong padanya!
Jadi, n****+ yang Naya tulis tentang cinta bertepuk sebelah tangan itu, bukanlah dirinya, tapi Rian! Juga, saat Naya melakukan interview kemarin, soal pasangan hidup yang diharapkan oleh Naya adalah... Rian?! Bukanlah dirinya.
Pantas saja Naya selalu saja membicarakan tentang Rian. Hanan juga sering mendapati Naya melihat sosial media Rian. Sekarang semuanya sudah jelas.
Hanan sama sekali tidak menyangka. Jadi, selama ini Naya sudah membohonginya? Naya berbohong, saat ia mengatakan suka padanya. Jangan-jangan, alasan Naya menikah adalah hanya untuk melupakan orang yang disukainya? Rian?
***
Hanan memarkir mobilnya di depan rumahnya. Saat ia keluar dari mobilnya, suasana sudah sangat gelap. Tentu saja. Karena ini sudah pukul sepuluh malam.
Pada akhirnya, Hanan ikut teman-temannya karaoke. Ia tidak jadi pulang cepat, dan tidak mengabari Naya jika ia pulang telat. Hanan menghela nafasnya dan kemudian berjalan ke arah rumahnya.
Entah kenapa langkahnya terasa amat berat kali ini. Setiap kali ia pulang kerja memang melelahkan. Hanya saja, sepertinya kali ini, ia merasa lelah bukan karena urusan pekerjaan.
Hanan kemudian membuka pintu rumahnya. Di dalam rumahnya, sangat terang, tapi sepi sekali. Ia melihat ke arah kamar Naya yang sudah tertutup. Naya pasti sudah tidur.
Hanan lalu berjalan ke arah meja Naya. Di sana, ia melihat sebuah flashdisk yang sama persis dengan yang ada di sakunya. Sudah pasti, flashdisk mereka tertukar.
Hanan mengambil flashdisk yang ada di meja Naya. Flashdisk itu tentu saja miliknya. Hanan lalu mengeluarkan flashdisk yang ia bawa ke meja Naya. Menukarnya dengan miliknya.
Saat melihat flashdisk itu, Hanan menjadi kesal. Hanan juga tentu marah pada Naya. Apa lagi, jika membayangkan Naya sedang mengetik tulisan yang baru ia baca tadi.
Hanan menghela nafas sambil menutup kedua matanya rapat. Kenapa, ia harus mengetahui semua ini?! Tidak...tidak. Kenapa pula ia harus percaya pada Naya?
Hanan mendadak merasa sakit kepala. Ia mengacak-acak rambutnya. Ia lalu menjauhi meja Naya, berjalan ke arah kamarnya. Saat sudah sampai di depan pintu kamar, Hanan terhenti. Hanan menoleh lagi ke arah kamar Naya.
"Kenapa kamu harus berbohong?" gumam Hanan pelan berbicara pelan.
Hanan menghela nafas kecewa. Kemudian, ia akan masuk ke kamar. Tapi, terhenti lagi dan kembali menoleh ke arah kamar Naya. Jika mengingat tulisan Naya tadi, ia kembali merasa kesal.
"Mulai sekarang, terserah apa yang kamu lakukan!" gumam Hanan dengan nada penekanan. Kemudian, barulah ia membuka pintu kamarnya dan membantingnya untuk menutupnya.
***
Naya membuka pintu kamarnya. Ia berjalan ke arah kamar mandi dengan menggosok-gosok matanya. Kesadarannya baru saja terkumpul. Ia baru bangun tidur, lumayan pagi hari ini.
Saat Naya melewati dapur, ia melihat meja makan di dekat dapur. Tampilan meja makan masih sama persis dengan tadi malam. Naya merasa aneh dengan itu.
"Aku tidak jadi pulang cepat. Kamu makan duluan saja."
Naya mengingat kalimat yang dikatakan Hanan padanya melalui telepon tadi malam. Karena Hanan bilang akan pulang malam, maka ia mengirimi pesan pada suaminya, jika ia tetap akan menyediakan makanan di meja makan. Sehingga Hanan bisa memakannya saat Hanan pulang.
Tapi, Hanan tidak membalas pesannya. Hanan juga tidak memakan masakan Naya. Makanannya sama sekali tidak disentuh.
Seperti bukan Hanan yang sekarang. Bukankah, Hanan bilang jika Naya memasak untuknya, Hanan akan memakannya? Pikir Naya.
Naya kemudian melihat ke arah kamar Hanan yang masih tertutup. Naya berpikir kembali. Apa mungkin, suaminya itu, sudah makan di luar tadi malam?
Tiba-tiba, Naya mendengar suara mesin mobil menyala dari luar. Naya segera menyadari sesuatu, jika itu berasal dari suara mobil Hanan. Naya segera berjalan cepat ke arah jendela ruang tamu, melihat pemandangan luar.
Tepat seperti dugaannya. Mobil Hanan sudah akan berangkat. Jadi, dari tadi suaminya tidak ada di dalam kamarnya? Suaminya ada di luar dan sudah akan berangkat?
Naya merasa semakin aneh melihatnya. Ia melihat ke arah jam dinding. Padahal, ini masih pukul enam pagi.
Naya belum bertemu Hanan sejak tadi malam. Bahkan, pesan darinya yang menanyakan kapan Hanan akan pulang pun, tidak dibalas, meski sudah dibaca Hanan. Membuat Naya bertanya-tanya.
Suara mesin mobil semakin terdengar. Naya semakin sadar jika Hanan akan berangkat bekerja. Naya bisa saja terdiam dan membiarkan Hanan pergi, tapi entah kenapa ia justru bergegas berjalan keluar.
Naya ingin menyusul Hanan. Ia hanya ingin bertanya, pada Hanan kenapa Hanan berangkat sepagi ini? Padahal, biasanya Hanan baru bangun di jam ini. Sama seperti dirinya.
Namun sayangnya, saat Naya baru saja membuka pintu rumah dan berada di teras, mobil Hanan sudah melaju cepat ke jalan. Naya tidak sempat menyapa suaminya. Membuat Naya bertanya-tanya.
"Sepertinya, mas Hanan sangat sibuk hari ini," gumam Naya pelan.