Jim Dye memulai perjalanan kembali setelah mengasingkan diri di sebuah desa terpencil dekat perbatasan gurun pasir Dukedom. Dia berkelana seorang diri tanpa arah dan tujuan seperti saat pertama kali terlempar ke dunia game War of Aeolian. Bedanya sekarang dia sudah memiliki bekal berupa senjata dan kekuatan yang ia dapatkan di petualangan sebelumnya. Membuatnya tidak perlu takut jika berhadapan dengan musuh yang bisa muncul kapan pun tanpa bisa ditebak. Kalau di dalam game level Jim Dye saat ini adalah level 40. Di mana senjata awalnya yang berupa pedang kayu, kini pedang kayu itu telah bertransformasi menjadi Katana besar. Dan akan terus berkembang seiring berjalannya waktu.
Adapun kekuatan supranatural yang dimiliki Jim Dye adalah Light Fire, yakni berupa semburan api yang keluar dari kedua telapak tangannya, mampu melukai hingga cedera berat. Selain itu juga ada Shadow Sword yang berada di katana miliknya. Kekuatannya berupa Flazh, sabetan katana sekali yang dapat menyebabkan cedera ringan. Dan juga Blazh, sabetan katana dua kali yang menyebabkan cedera sedang hingga mati secara perlahan. Kekuatan itu akan terus berkembang dan semakin kuat bila Jim Dye semakin banyak menaklukkan monster-monster yang berkeliaran di seluruh Jackstone Universe.
Rupanya nama Jim Dye sudah tersohor seantero negeri. Legenda yang beredar di masyarakat akan datang seorang ksatria muda, gagah pemberani yang akan menyelamatkan mereka dari pengaruh iblis Lord Ivejorn serta menyelamatkan Lord Legano dari kutukan iblis Lord Ivejorn. Semuanya berharap bahwa ksatria tersebut adalah Jim Dye. Banyak perampok, ksatria, para ahli beladiri hingga ahli sihir yang ingin tahu dan bertemu dengan Jim Dye. Bahkan tidak sedikit yang ingin bertarung dan menguji kehebatan Jim Dye.
Saat ini tujuan utama Jim Dye adalah mencari Princess Lyra, karena hanya sang putri mahkota yang tahu seluk beluk soal pasir Aeolian. Hanya Princess Lyra yang bisa membantunya keluar dari dunia lain ini. Karena hanya Princess Lyra yang bisa menggunakan manfaat dari pasir Aeolian itu sendiri. Jim Dye tahu bahwa pasir Aeolian itu bisa menembus dimensi ruang dan waktu. Bisa mengantarkan ke dunia manapun sesuai dengan yang disebutkan pada saat membaca mantra pasir Aeolian.
Pesan Princess Lyra saat tubuhnya berada di pangkuan Jim Dye malam itu bila dia mampu memenuhi permintaan Jim Dye untuk tetap bertahan adalah meminta Jim Dye mencarinya di Gunung Adamuth. Namun hingga waktu berlalu sekian lama keberadaan Gunung Adamuth belum bisa ia temukan. Informasi yang didapat oleh Jim Dye simpang siur dan tidak menunjukkan kebenaran sama sekali. Bahkan ada yang menyebutkan kalau Gunung Adamuth tidak pernah ada. Atau tidak bisa dilihat secara kasat mata. Hanya orang-orang tertentu dan yang memiliki keahlian dalam bidang sihir saja yang bisa menemukan keberadaan gunung tersebut.
Suatu hari Jim Dye terpojok ketika melawan lima Diyose yaitu monster kecil hasil ciptaan Lord Ivejorn yang cukup kuat kalau datangnya gerombolan seperti ini. Dari penjuru lain ada yang membantu Jim Dye menaklukkan pimpinan Diyose yang sejak tadi menyerangnya. Jim Dye tidak terlalu memerhatikan sosok yang membantunya itu. Yang bisa dia lihat sekilas hanyalah sebuah bumerang yang hilir mudik di sekitarnya. Mungkin senjata orang yang sedang membantunya melawan Diyose. Fokus Jim Dye saat ini adalah menaklukkan Diyose yang tersisa satu lagi.
Setelah para Diyose mati, Jim Dye terduduk dengan napas tersengal. Sepertinya tadi dia terlalu mengerahkan tenaganya untuk menaklukkan rombongan monster tadi. Setelah napasnya mulai teratur Jim Dye meneguk minuman berenergi yang bisa mengembalikan kekuatan dan memulihkan tenaganya.
Tepat saat itu tiba-tiba seorang anak muda berusia awal 20 tahun muncul di hadapan Jim Dye dengan cengiran lebar. “Apakah benar kau, Jim Dye? Ksatria yang banyak dibicarakan oleh orang-orang itu?” tanya anak muda itu.
“Ya, benar. Aku Jim Dye. Tapi rumor yang beredar tentang aku terlalu berlebih menurutku,” jawab Jim Dye sembari menyimpan pedangnya yang sudah kembali ke bentuk katana pada umumnya bila tidak sedang menghadapi musuh.
“Tapi aku kagum pada teknik bertarungmu. Perkenalkan, aku Demon. Izinkan aku menjadi muridmu, suhu…” ujar Demon sambil berlutut di hadapan Jim Dye.
“Apa kau bilang? Suhu? Aku tidak sehebat sampai pantas dikatakan sebagai suhu,” jawab Jim Dye malas sembari menyingkirkan Demon dari hadapannya.
Demong terus mengikuti langkah Jim Dye. Beberapa kali Jim Dye berbalik badan dan meminta Demon untuk menjauh darinya. Namun laki-laki itu masih bersikukuh mengikuti Jim Dye. Kemanapun Jim Dye pergi Demon akan mengekorinya.
“Cari orang lain saja. Lagi pula kau sendiri sudah punya senjata bertarung yang cukup kuat. Untuk apalagi kau ingin berguru padaku,” kesal Jim Dye ketika Demon tiba-tiba muncul kembali setelah beberapa waktu berhenti mengikutinya.
“Aku ingin jadi temanmu.”
“Aku tidak butuh teman.”
“Kau pasti membutuhkanku karena aku membutuhkanmu. Kita pasti akan saling membutuhkan.”
Konyol sekali kelakuan Demon ini. Jim Dye kesal pada tingkahnya. Namun sekali waktu Jim Dye merasa ada yang aneh ketika Demon tidak mengikutinya lagi.
Jim Dye mulai lelah melalui perjalanan hari ini. Dia lalu mampir di sebuah kedai minuman yang terletak di sebuah desa yang sedang dilaluinya. Ketika mencari bangku kosong untuk tempatnya duduk, dia melihat sosok yang dikenalnya. Ragu Jim Dye mencoba mendekati sosok itu.
“Apakah kau Bergo?” tanya Jim Dye setelah menepuk pundak laki-laki yang memiliki besar tubuh dua kali tubuh Jim Dye.
Laki-laki yang ditegur Jim Dye tadi menoleh perlahan. Awalnya keningnya berkerut tapi lama kemudian senyum semringah terbit di wajahnya yang begitu sangar. Tatapannya penuh binar kelegaan ketika melihat Jim Dye.
“Ya, benar aku Bergo. Kau siapa?” tanya laki-laki itu ketus.
“Ini aku. Apa kau sudah benar-benar lupa padaku? Ini aku, Jim… Jim Dye,” ujar Jim Dye menyebut namanya sekaligus menepuk dadanya.
“Apa? Jim Dye? Apa benar kau Jim Dye?” Bergo bertanya balik penuh antusias. Kedua tangannya yang sangat besar itu mencengkram erat pangkal lengan Jim Dye.
“Tu… turunkan aku, Bergo! A… aku… tidak bisa bernapas,” ucap Bergo dengan napas tersengal.
“Maaf, maafkan aku, Jim. Aku senang sekali bertemu kau di sini. Di mana kawan-kawan yang lain? Travol? Marcus? Dogma?” tanya Bergo bingung.
Malam penyerangan itu Bergo memang tidak tahu persoalan yang sebenarnya. Bergo hanya tahu bahwa yang menyerang Chacine Oasis adalah pasukan Red Nevo dan mereka berpencar sebelum akhirnya kota penuh hal-hal ghaib itu menghilang dari pandangan. Kejadian Travol menyerang Princess Lyra memang belum diketahui oleh siapapun kecuali Travol dan Deborah.
“Aku terpisah sendiri. Lalu kau sendiri bersama siapa?” tanya Jim Dye, mengalihkan pembicaraan.
“Aku bersama Davon. Saat ini dia sedang mendatangi rumah Brenda.”
“Brenda? Siapa itu?”
“Anak pemilik kedai ini. Seorang gadis cantik, belia, dan mempunyai bentuk tubuh yang sangat indah.”
Keduanya lalu terlibat dalam obrolan seru. Saling menceritakan pengalaman masing-masing setelah penyerangan malam itu. Sampai setelah larut dalam obrolan seru, tanpa sengaja Jim Dye tidak bisa menyembunyikan raut kekhawatirannya akan kondisi Princess Lyra saat ini.
“Kau tidak usah khawatir soal sang putri mahkota. Percayalah, dia itu dilindungi oleh makhluk-makhluk dari alam ghaib. Ibunya memiliki garis keturunan dari keluarga ahli sihir ternama. Aku yakin mereka pasti sedang berada di tempat aman.”
“Ya, aku percaya itu. Princess Lyra sempat menyebutkan sebuah nama tempat padaku.”
“Apa nama tempat itu?”
“Gunung Adamuth.”
Bergo meminta Jim Dye untuk mengecilkan suaranya. Karena suara Jim Dye saat menyebut nama tempat itu, beberapa pasang yang mata yang ada di dalam kedai itu melirik padanya. Dugaannya benar, tempat itu pasti masih menjadi sebuah hal tabu untuk diketahui oleh masyarakat soal keberadaannya.
Akhirnya Bergo mengajak Jim Dye keluar dari kedai. Dia membawa Jim Dye ke tepi sungai yang terletak di perbatasan antar desa. Setelah melihat ke sekitarnya dan merasa aman, barulah Bergo membahas secara detail soal Gunung Adamuth.
“Aku pernah dengar rumor katanya gunung itu tidak pernah ada. Sekalipun ada hanya orang-orang tertentu yang bisa melihat keberadaan gunung tersebut,” ujar Jim Dye.
“Itu bukan rumor melainkan fakta yang sebenarnya. Cerita itu memang sudah melegenda selama bertahun-tahun. Bahkan apabila ada manusia biasa dan tidak dibekali dengan ilmu sihir yang tangguh, maka bisa dipastikan manusia tersebut tidak akan pernah bisa keluar dari Gunung Adamuth,” ujar Bergo serius.
“Lalu bagaimana dengan Deborah? Dia hanyalah manusia biasa,” sesal Jim Dye tidak mengajak Deborah turut serta bersamanya. Malah membiarkan gadis itu ikut Princess Lyra. Tunggu sebentar. Orang tua Deborah bukanlah keturunan manusia murni. Di dalam tubuhnya masih mengalir darah ahli sihir. Dengan begitu kekhawatiran Jim Dye berkurang satu. Tinggal menemukan keberadaan Princess Lyra.
“Menurutmu apakah ada cara atau sesuatu yang bisa mengantarku ke Gunung Adamuth.”
“Untuk apa? Lebih baik kau mencari sesuatu yang lain saja, Jim. Untuk apa kau begitu ingin ke gunung itu?”
“Aku harus menemukan Princess Lyra.”
“Sepenting itu kah?”
Jim Dye mengangguk lesu. Seperti biasa Demon akan muncul dari tempat-tempat tak terduga. Dan mengejutkan tentunya.
“Aku punya cara supaya bisa sampai ke tempat itu.”
Jim Dye menatap Demon serius saat berkata, “Apa kau sungguh-sungguh?”
“Lebih dari sekedar sungguh-sungguh.”
“Kalau begitu cepat katakan, bagaimana caranya supaya aku bisa sampai ke gunung itu.”
“Aku mau mengajukan syarat,” jawab Demon santai.
Sebenarnya Jim Dye sudah tahu ke mana arah pembicaraan Demon. Hanya saja dia bersikap seolah tidak tahu apa-apa soal itu. “Apa saja syaratnya?”
Jim Dye tertegun mendengar persyaratan yang diajukan oleh Demon. Masih tetap sama dengan alasan dia mengikuti JIm Dye hingga melewati empat desa sebelumnya.
“Baiklah kalau memang itu syaratnya. Tapi bagaimana kalau tempat yang kau tunjukkan memang benar?”
“Kau boleh memenggal kepalaku,” ujar Demon dengan sungguh-sungguh.
Jim Dye hanya menggeleng. Tidak ada pilihan lain. Jika dia berhasil menemukan gunung tersebut, hal menguntungkan datangnya banyak padanya.
“Ada sebuah cara yang bisa mengantarkan kita ke sana. Namanya The Bottom Door. Bila kita lewat pintu ajaib itu maka kita bisa meminta pada pintu tersebut untuk membawa ke tempat yang sedang kita pikirkan saat itu. Sayangnya The Bottom Door dijaga oleh tiga Daebate. Daebate hanya bisa mati dengan kekuatan Trash yang ada di dalam pedangmu.”
Daebate sendiri adalah monster besar milik Lord Ivejorn. Cukup kuat. Di dalam game War of Aeolian sendiri untuk mengalahkan satu Daebate butuh minimal tiga ksatria dengan level di atas 60. Mengalahkannya harus dengan senjata dan kekuatan supranatural yang belum dimiliki oleh Jim Dye, yakni Trash, sabetan katana milikmu berkali-kali dan tak bisa dihindari oleh musuh apa pun. Mengingat kekuatan yang dimiliki saat ini, Jim Dye merasa masih belum pantas melawan Daebate.
“Pedangku belum memiliki kekuatan Trash,” jawab Jim Dye lesu.
“Kita cari sekarang juga,” ujar Demon antusias.
“Kau yakin dengan cara itu bisa menemukan keberadaan Princess Lyra?” tanya Jim Dye ragu.
“Aku tidak pernah seyakin ini dalam hidupku.”
Akhirnya berangkatlah ketiga ksatria itu menuju lokasi The Bottom Door berada. Namun sebelumnya mereka harus mengumpulkan senjata dan kekuatan supaya bisa melawan Daebate yang menjadi The Bottom Door.
~~~
^vee^