08

1058 Kata
Clara mengerang, tidurnya gelisah, Ia merasa sesak. Sesuatu sedang menimpa tubuhnya, membuatnya susah bernapas. Masih dengan keadaan mengantuk Clara membuka matanya. Pemandangan pertama yang dilihatnya, langit-langit kamar yang terasa sangat asing. Hembusan napas seseorang menggelitik tengkuknya, Clara menoleh dan wajahnya langsung berhadapan dengan wajah Lucas. Hanya berjarak beberapa senti saja. Mata biru gelap yang tajam itu tertutup rapat dengan napas teratur, Clara meneliti wajah Lucas yang tampak damai dan tenang. Sebenarnya apa tujuan pria ini menculik dan mengurungnya? pertanyaan itu sudah berulang bahkan ribuan kali berseliweran dikepalanya tapi tetap saja ia tak menemukan jawabannya. Clara bergerak gelisah, sesak. Bukan karena ia punya penyakit Asma tapi karena pelukan Lucas. "Lu ... lucas," ucapnya terputus saat mencoba mengangkat tangan Lucas yang melingkari perutnya. Bahkan tangan Lucas terasa berat di perutnya, saat demam tenaganya melemah. Yang menjadi masalah bukan hanya tangan Lucas yang memeluknya tapi kaki Lucas juga menimpa kakinya. Ini benar-benar sesak. "Lucas," katanya lagi sambil menggoyangkan tubuh Lucas pelan. "Nggh..." Lucas mengerang pelan. Matanya perlahan terbuka, mata biru gelap miliknya menatap Clara dengan sayu. Clara menoel-noel tangan Lucas yang memeluknya, menyuruh Lucas mengangkat tangannya dari perut Clara. Lucas mengangkat tangannya, mengarahkannya ke pipi Clara, dahi, dan juga leher Clara. Mengukur suhu tubuhnya. "Lapar?" tanya Lucas lembut. Clara menggeleng. Mulutnya terasa pahit, ia tidak berselera makan, pandangan matanya menguning. Lucas mengecup pelan pipinya. "Masih sakit?" Clara mendengus. Lucas selalu bertanya dengan pertanyaan yang sama sesudah memukulnya. Apa tidak bisa dilihatnya pipi Clara yang masih bengkak dan tubuhnya yang masih licet sana sini. Clara membuang muka, malas melihat wajah Lucas. "Aku mau pergi selama sebulan." Clara langsung menoleh. "Sebulan?" "Iya, tadinya aku berpikir ingin mengajakmu, tapi tidak jadi setelah melihatmu yang tidak ingin melihatku." Clara meremas lengan Lucas. "Ikut." Matanya memancarkan permohonan. Lucas menggeleng. "Aku sudah memutuskan." "Lucas..." Clara merengek. Membayangkan akan menghabiskan waktu sebulan lagi dengan kamar yang sama, pemandangan yang sama, dan langit-langit kamar yang sama ketika bangun tidur membuat Clara hampir gila. Lucas tetap menggeleng. "Bukannya kau senang jika aku pergi, Clara?" "Senang jika kau membawaku pergi bersamamu." Clara kembali menggerakkan lengan Lucas. "Ya?" katanya mencoba membujuk. Lucas mengangguk. Clara tersenyum, senang luar biasa. Akhirnya... setelah ntah berapa lama ia dikurung dalam kamar kini Lucas membawanya pergi. Keluar dari kamar, dari rumah, menghirup udara segar, senangnya. Nanti ketika Lucas membawanya pergi, Clara akan mencari cara agar bisa kabur. Bagaimana jika Lucas membawanya pergi keluar negeri? ia pasti tidak bisa kabur, tapi itu bisa dipikirkan nanti. "Jangan coba-coba, Clara!" Lucas berkata tajam, seolah bisa membaca pikiran Clara. "Aku membawamu karena tidak bisa meninggalkanmu dalam keadaan sakit." Clara melebarkan matanya, memprotes. "Kau selalu meninggalkanku setelah memukulku, kenapa sekarang kau membawaku?" Lucas mengusap pelan pipi Clara. "Karena kau demam. Aku khawatir, karena aku tidak pernah memukulmu sampai demam, baru kali ini. Tapi kalau kau berencana untuk kabur, kau tidak akan pernah bisa berpikir apa yang akan kulakukan padamu setelah itu." Dikalimat terakhir nada Lucas menjadi tajam, dingin dan menekan. Clara sampai beringsut mundur. Lucas mendekat mengecup dahi Clara. "Jadi anak yang penurut ya, Clara." katanya lembut. Lucas memperlakukannya seperti anak kecil. Clara mendengus, tapi tidak apa. Apapun perbuatan Lucas saat ini akan terlihat wajar, karena Lucas sudah berbaik hati membawanya pergi, Clara akan memafkan perlakuan Lucas. Hanya untuk saat ini saja. "Lucas." Clara memanggil pelan. "Hm..." "Aku mau buang angin, kau bisa pergi dulu tidak?" "Ah, pantas saja ada bau tidak sedap dari tadi." "Aku belum buang, Lucas!" Lucas nyengir. "Buanglah, aku akan menghirupnya." "Lucas!" Yang benar saja! *** Dunia orang kaya memang selalu berbeda. Clara bisa melihat jika Lucas benar-benar kaya karena bisa membelinya, meskipun Clara sendiri masih tidak percaya kalau ia dijual, tapi ia tidak pernah berpikir bahwa Lucas bisa memboking satu pesawat untuk mereka berdua. Untuk apa seboros itu, mereka hanya akan duduk selama beberapa jam. Lucas bilang karena Clara sakit jadi mereka tidak boleh satu hirupan napas dengan orang lain, nanti mereka bisa tertular penyakit Clara. Clara hanya demam, bukan sakit kronis. Clara hanya tidak tahu bahwa pesawat itu milik Lucas bukan hasil dari memboking seperti yang di katakan Lucas padanya. Lebih baik uang Lucas untuk anak-anak Panti. Duh, Clara rindu sekali dengan adik-adiknya. Sepertinya suatu saat nanti jika Clara meminta baik-baik Lucas akan memberinya kebebasan. Clara memperhatikan Lucas yang terbaring di sampingnya sambil menutup mata. Lihatlah, mereka duduk berdampingan sementara banyak bangku kosong yang lain. Berapa banyak uang Lucas yang habis untuk perjalanan ini? Wah, pasti banyak sekali. Apa sebanyak gajinya selama enam bulan bekerja di Restoran? atau bekerja part time selama setahun di minimarket? Clara tak dapat membayangkannya. Lucas membuka matanya dan langsung berhadapan dengan kedua mata Clara yang sedang asyik memperhatikannya. "Apa aku setampan itu?" Clara mendengus. "Ketampananmu akan terlihat dimataku kalau kau mau membebaskanku." Lucas menghela napas. "Selalu itu yang kau bahas." Tangannya mengusap pelan rambut Clara. "Kau boleh membahas apapun dariku, boleh meminta apapun, akan kukabulkan. Tapi jangan pernah minta kebebasan, pulang ke panti, dan membahas hal-hal lain yang berbau masa lalumu." Clara menghempaskan tangan Lucas yang berada di rambutnya. "Masa lalu?" "Iya, masa lalu." "Dengar, Lucas." Tangannya dilipatkan ke d**a. Matanya meyipit tajam. "Masa lalu itu jika kau membebaskanku lalu aku kembali ke Panti, dan ketika aku mengingat hariku saat bersamamu, itulah masa lalu. Terus aku bisa bilang begini, saat itu masa laluku sangat kelam. Oh, aku tak ingin mengingatnya lagi." Tawa Lucas pecah. "Jadi sekarang ini masa lalumu?" Clara mengangguk. Lucas menarik kuat hidung Clara hingga Clara menjerit kesakitan. "Jika seperti itu, berarti kau akan selalu hidup di masa lalu. Tidak bisa menghirup udara masa depan." Clara melotot. "Jadi aku tidak akan pernah kembali lagi ke Panti?" Lucas hanya tersenyum menjawabnya. Clara menunduk, wajahnya terlihat hampir menangis. "Jadi selamanya aku akan menjadi babumu?" katanya pelan. "Bukan babu, Clara." Lucas membenarkan, Clara mendongak. Tangan Lucas mengusap pipi Clara. "Tapi boneka. Kau akan menjadi bonekaku sampai kau berumur 40 tahun." "Kenapa harus 40 tahun?" "Karena sepertinya aku sudah tidak bernafsu lagi untuk memukulimu." Kurang ajar sekali. Mulut Clara terbuka, ingin memaki, ingin membantah, ingin marah, ingin memukuli, ingin segalanya yang bisa ia lakukan agar membuat Lucas segera ditenggelamkan kedalam bara api, atau ke dalam api neraka. Clara juga ingin mencabik-cabik tubuh Lucas, memberikannya kepada Anjing yang kelaparan, atau memberikan tubuh Lucas ke ikan Piranha, agar dagingnya dimakan tanpa sisa. Bisa juga dengan melemparkan Lucas yang tampan itu ke b*****g-b*****g dengan nafsu tinggi, agar dirinya dilahap habis. Tangan Clara terkepal, ingin menjambak-jambak rambut Lucas saat ini juga. Jika matanya setajam pedang, mungkin saat ini Lucas sudah terbunuh, berdarah-darah dan terkoyak-koyak. "Sekarang kau sedang memakiku dalam pikiranmu, Clara?" "Jika sudah tahu kenapa kau masih bertanya? kau itu memang manu..." Lucas membungkam makian Clara dengan bibirnya. Tangannya menarik pinggang Clara agar lebih dekat dengannya. Disentuhnya tangan Clara yang terkepal, dibukanya perlahan kepalan tangan Clara. "Tidak boleh memaki manusia, Clara." ucap Lucas di sela ciumannya. WHAT THE HELL
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN