Digunjing

1546 Kata
“Ekhem! Ekhem!” Arga mendehamnya saat melihat kedua ibu itu mengintimidasi Rauna. Dari gelagat mereka seperti sedang menggunjingnya. Sudah seringkali, ia melihat kumpulan ibu-ibu itu menggunjing tetangga lainnya saat reuni di tukang sayur. “Eh, ada Pak Arga. Permisi, Pak Arga kami mau ke tukang sayur dulu.” Rauna yang asyik menjemur baju sampai tidak melihat jika ada tetangga yang sedang menggunjingnya sebab posisi pagar dengan tempat penjemuran bertolak belakang dengannya. “Jemur baju di dalam saja. Kau digunjing indehoy, tuh!” “Sudah telat, Pak. Gak lihat jemuran saya sudah kelar semua?” Namun baru beberapa langkah, ia baru sadar kata anti mainstream barusan. “Digunjing indehoy maksudnya?” Arga ingin tertawa, tetapi sedikit tertahan. "Kau mainnya kurang jauh." "Ih, gaje! Jelas-jelas saya MC pasti mainnya jauh lah job banyak di mana-mana.” Rauna meninggalkan Arga yang masih di luar. Gadis itu kembali ke kamar Arga, ia ingin mengambil untuk pulang ke handphone-nya indekosnya. Langkahnya seakan dikejar maling yang takut ketahuan oleh warga. “Kau mau ke mana?” Arga menatap serius gadis itu. “Peduli banget ya? Sampai harus tahu semuanya?” Rauna menangkisnya sambil menutup pintu kamar Arga. “Suami tanya. Dijawab, mau ke mana!” Arga geram gadis itu memang tidak bisa diajak bicara baik. Rauna pun tidak menjawabnya ia langsung pergi begitu saja. Ia malas berdebat dengannya yang akan diancam kembali untuk menyebutnya istri. Gadis itu pulang ke indekos untuk berganti baju. Sebab dia pun ada kelas pagi di kampusnya. “Pagi Rauna, uh seger banget tuh muka. Kayak habis ada sesuatu gitu bagi dong ada berita apaan?” Azura bertanya seakan menyindir gadis itu. “Gak ada apa-apa, kok,” Rauna menangkisnya dengan melengoskan wajahnya. Azura mengembangkan senyum yang penuh pertanyaan. “Oh, kirain ada apa. Eh, tapi gimana sih malam pertama sama Pak Arga yang killer? Pasti seru banget ya?” Jantung Rauna berdegup kencang, bola matanya membulat, bahkan denyut nadinya berpacu lebih cepat. Ia sudah sangat yakin warga yang menyaksikan pernikahannya sudah diberi amanah oleh Pak RT agar tidak mengatakannya kepada orang lain. “Udah gak usah tegang begitu. Masih pagi udara juga masih segar banget. Bukannya tadi malam loh udah dapat tegangan listrik?” “Malam pertama? Maksud lo apa ngomong gitu? Jangan ngada-ngada, deh!” Rauna semakin lemas saat Azura mengetahui rahasia besarnya. Azura mencebikkan bibirnya. “Udah deh, gue gak ngada-ngada. Video lengkap pernikahan lo ada di handphone gue.” Azura mengangkat handphone yang isinya video pause membuat mata Rauna membulat. “Jadi, lo gak bisa macam-macam sama gue!” Azura menggertak gadis itu, sehingga Rauna semakin ketakutan akan rahasia yang mudah terbongkar olehnya. “Ra, gue mohon jangan kasih tahu siapa pun ya. Sumpah ini masalah karier dan martabat gue tergadaikan. Lo kan partner gue, jadi sudah sepantasnya lindungi gue Ra,” pinta Rauna dengan memohon. Matanya sudah bisa ditebak yang sedang merasakan ketakutan yang berlebihan. Untung saja suasana masih pagi tidak terlalu banyak mahasiswa yang mendapat kelas pagi sebab hari weekend. “Oh tentu, gue akan melindungi lo.” Rauna pun mengembangkan senyumnya, gadis itu memeluk partner kerjanya. “Terima kasih ya Ra, lo memang partner gue terbaik.” “Asal syarat yang kemarin tetap lo laksanakan!” Rauna melepaskan pelukannya, ia mengerutkan dahinya. “Kan gue sudah mendekatinya, bahkan juga sudah bersamanya. Apa lagi, yang harus dikerjakan? Apa jangan-jangan ini rencana lo ya?” “Dih, pede banget lo! Makanya kalau bertindak itu mikir dulu! Lo terlalu bodoh mau aja dipaksa warga. Pokoknya, lo harus menyelesaikan tugas-tugas gue tanpa sepengetahuan suami lo! Dan ingat, kalau nilainya jelek lo harus rayu biar gue dapat peringkat!” Azura memaksa gadis polos itu. “Lo kan tahu sendiri jurusan gue seni bukan satu jurusan sama lo. Ya sepahaman gue aja dan kalau jelek jangan salahin gue lah. Lagian, lo males banget sih kayak gak ada niat kuliah?” Rauna berdecak, ia tak segan untuk menyindir yang spontan. Azura menunjuk tajam ke wajah Rauna. “Berani lo ngomong begitu! Video ini gue sebar biar keluarga lo juga tahu! Kelakuan buruk anaknya di sini!” Mulut Rauna ternganga. “Eh jangan Ra, gue mohon. Ya sudah, gue akan nurut apa perintah lo. Asal jangan disebar video itu.” Raut wajahnya semakin ketakutan. “Bagus!” Azura meninggalkan Rauna begitu saja. Gadis yang berprofesi sebagai penyanyi itu merasa menang sebelum bertarung. Bagaimana tidak, belum bertindak jauh Rauna sudah mirip kerbau yang dicucuk hidungnya. “Hai, kesayangan kampus.” “Ih, kok mukanya ditekuk? Ada apakah gerangan?” Putri mendekati Rauna yang sedang melamun di mejanya. “Hancur mood gue hari ini rasanya males banget kuliah, nih. Jajan aja yuk ke kantin,” ajak Rauna. “Traktir?” “Sekalian suami bu kantin lo bawa!” “Dikira pelakor dong?” “Pelakor indehoy kampus.” “Sembarangan!” Akhirnya, mereka berdua pun pergi ke kantin. Emosi yang sudah merasuki jiwa raganya membuat gadis berprofesi MC itu mengeluarkan tanduk ganas di kepalanya. Ia tak segan untuk memesan seblak hot di kantin. “Rau, yang benar lo pesan seblak level 10?” Putri membulat melihat gadis itu menulis pesanan dengan level tertinggi. Ia pun pernah memesan level 7 dan apakah yang terjadi? mulas seminggu, asam lambung tiap malam, dan bahkan muntaber seharian. “Lo gak takut kenapa-napa? Kasihan lambung tuh, mending di transfer lagi gih ke ibu kantin.” Rauna menggeleng. “No, gue mau coba level tertinggi kampus. Biar gue dapat maskot gadis seblak dari timur.” “Bukannya itu ayam jantan?” “Dua ribu dua puluh tiga sudah berganti nama bukan ayam jantan dari timur tapi gadis seblak dari timur.” Arga yang melihat istrinya makan di kantin, ia segera bertindak keras betapa panasnya melihat kuah seblak menari-nari di atas mangkuk Rauna. Ia tahu seblak dari ibu kantin pernah membuatnya lemas saat memesan level yang bersamaan dengannya. “Boleh duduk di sini?” Arga langsung menarik kursi satu meja dengan istrinya. Putri yang merasa heran pun tetap menyetujuinya. “Silakan, Pak.” “Tuh, apa gue bilang kayaknya dia kesemsem sama lo,” bisik Putri. Arga berdeham keras di depan mereka yang menatap dengan tajam. “Seblak gak bagus untuk kesehatan, apalagi sampai level ujung bisa sampai menguras tenaga,” ujar Arga matanya tak lepas melihat wajah istrinya. Ia sangat melarang, siapa pun yang sudah masuk dalam kehidupannya. Bola mata Rauna membulat, gadis itu tidak suka dikekang dalam hal apa pun termasuk makanan. Apalagi, Arga orang yang sudah merenggut masa lajangnya. “Halal, jadi gak ada pantangan buat gue.” Putri pun terkesiap, gadis itu begitu berani dengan dosen killer yang ia cukup takuti. Bahkan, dari mahasiswa yang diajar jika sampai salah kata ataupun ucapan tidak sesuai KBBI bisa terkena skor. “Rau, gak takut sama dia?” bisik Putri, saat melihat Arga mengambil s**u kotak di chiller. “Gak, mana ada acara takut. Bahkan, gue berani membentak dia. Kenapa? Gue bukan mahasiswa bodoh seperti mereka kalau kita benar ngapain ya, kan?” Padahal kalau Rauna bukan istri sah-nya mana mungkin ia berani melawan Arga di area kampus. “Hehehe iya sih, tapi kalau kena hukuman. Gue gak mau bantu, lho.” “It’s oke.” Rauna memang awalnya sudah cukup menjaga etika di depan Arga kemarin sebelum menikah. Tetapi, kini statusnya sudah menjadi istri Arga. Ia pun sudah mengetahui perwatakan Arga. Jadi, sudah tidak ada rasa takut untuk melawannya. “Ini s**u kotak diminum ya.” Arga memberikan s**u rasa cokelat sebagai penawar seblak. Rauna menyingkirkannya. “Maaf saya tidak mau, saya bukan bayi Pak. Jadi, silakan bapak minum saja susunya.” Ya ampun, Rauna berani banget sih ngelawan Pak Arga. Gimana kalau dia dapat nilai jelek, dari dosen lain? Atau bisa juga kan, nanti ketika skripsi pembimbingnya dia? batin Putri. Tanpa aba-aba dari Rauna, Arga langsung memasukkan sedotan ke lubang kotak s**u. Dan memberikan s**u kotak itu, di depan mulut Rauna. “Ayo minum, agar perut kau tidak kram. Seblak itu pedas sekali.” Arga dengan secara terang-terangan memberikan perhatian kecil di kampus. Dosen itu selalu mengingat peribahasa ‘Sedia Payung Sebelum Hujan’. “Apaan sih Pak, kok maksa? Saya bukan bayi atau cupu yang takut pedas!” Rauna membentaknya, ia pun langsung beranjak dan enyah begitu saja meninggalkan mereka. Sepulang dari kampus, gadis itu pulang ke indekos. Ia tak peduli dengan Arga dosen menyebalkan di kampusnya. Namun, Arga tetap mengikuti gadis itu sampai di depan kamarnya. Arga mengetuk pintu indekos Rauna setelah mendapat izin dari pemilik indekos. Arga terus mengetuk pintu kamar itu, hingga sampai Rauna membuka pintunya, Arga pun ngacir masuk begitu saja. “Eh, kenapa asal masuk aja sih, Pak. Ini kamar saya ngapain Anda ke sini?” “Kamarmu kamar saya juga! Jadi, saya berhak di sini kalau kau gak mau balik ke indekos saya.” Arga merebahkan badannya di atas kasur empuk itu. “Bangun gak! Keluar Pak, ini kamar saya! Saya mau show, sebentar lagi saya mau dijemput jadi ….” Suara ketukan pintu dari luar sampai mencegah Rauna saat berbicara. “Tuh kan, ada orang buruan sembunyi.” Rauna bingung, kamarnya cukup kecil harus menyembunyikan bagaimana. “Aduh … ngumpet di mana ini.” Gadis itu salah tingkah mondar-mandir memikirkan cara yang tepat. Orang itu pun langsung membuka gerendel pintu sebab pintu kamar yang tidak dikunci membuat orang itu mudah membukanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN