Setelah percakapan itu aku dan Hellen memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan ke sekitar hanya sebentar, sebelum memutuskan untuk kembali pulang. Tidak jarang kami akan saling melempar canda satu sama lain di sepanjang perjalanan kami, seperti yang biasa kami lakukan. Tanpa terasa hari sudah semakin siang dan beberapa orang mulai beraktivitas seperti biasa di luar.
“Hei sudah hentikan hahaha,” seruku yang hanya bisa pasrah menerima lemparan bola salju dari Hellen. Gadis itu nampak semangat sekali menghujaniku dengan semua bola salju itu. Sesekali aku akan membalas lemparan Hellen dengan bola salju yang kubuat berukuran besar. Hellen akan semakin tertawa keras melihat itu. Meski sebenarnya tidak banyak salju yang tersisa saat ini.
Sepertinya musim dingin mulai menghilang, membuat tumpukan salju tidak sebanyak sebelumnya. Di saat kami sedang asik tertawa penuh canda, Hellen tanpa sengaja menangkap sesuatu yang terlihat dari bola matanya di kejauhan sana, membuat secara perlahan tawa di bibirnya meluruh kembali.
Aku yang melihat gadis itu nampak begitu lekat menatap sesuatu di belakangku, membuatku menjadi heran. Tawaku juga ikut berganti dengan wajah heran menatap Hellen.
“Hellen?” panggilku. Aku mendekati gadis itu lagi, lalu ikut mengalihkan pandangan mataku pada area belakangku di mana Hellen melihat saat ini. “Ada apa?” tanyaku dengan wajah bingung. Aku penasaran dengan apa yang tengah diperhatikan Hellen hingga membuat ekspresi wajahnya berubah seperti ini.
Di mataku, dari kejauhan aku hanya melihat seorang pria asing yang tengah berdiri di depan pintu rumahku. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena karena pria itu membelakangi kami berdua. Lalu tanpa kuduga tanganku langsung ditarik oleh Hellen menuju sisi bangunan untuk bersembunyi bersama.
“Hellen kenapa kita bersembunyi?” tanyaku lagi. Aku menjadi semakin heran karena ulah Hellen.
“Ssst lihat Danny. Orang itu datang lagi!” seru Hellen sembari menunjuk pria asing itu. Kedua alisku menyatu semakin kebingungan mendengar ucapan Hellen. Mataku bergantian menatap Hellen dengan orang itu.
“Orang itu? Memang siapa dia Hellen? Kenapa dia datang ke rumahku?” tanyaku secara beruntun. Hellen mengarahkan tubuh menghadapku.
“Dengar Danny, apa kau tahu? Sejak kepergianmu malam itu, paman Dave dan pihak kepolisian sempat mengejarmu. Tapi setelahnya mereka memutuskan untuk mundur dan menghentikan pencarian karena dinilai terlalu berbahaya. Paman Dave akhirnya memutuskan untuk menyerahkan jabatannya dan pergi untuk mencarimu sendiri. Selama seminggu paman Dave pergi, bibi Laura didatangi oleh seorang pria yang mengaku dari pihak kepolisian. Mereka ingin mencari informasi lebih tentang kejadian itu. Dan ketika paman Dave akhirnya berhasil kembali dengan selamat, orang-orang itu semakin sering datang untuk mencari informasi lebih dari paman Dave. Tapi paman Dave menolak untuk membuka suara,” jelas Hellen. Aku tertegun mendengarnya. Aku tidak menyangka akan terjadi masalah seperti itu.
“Bukankah pihak kepolisian sudah menyerah atas kasus itu? Aku dengar mereka telah membuat tim khusus untuk kasus monster itu bukan? Kenapa mereka masih mencari tahu info lebih dari kita? Aku dan Dad sama-sama korban biasa di sini, dan kami tidak tahu apa-apa mengenai monster itu.”
“Entahlah Danny. Aku pikir mereka ingin mencari info lebih dari paman Dave. Sepertinya mereka berpikir bahwa paman Dave telah menyembunyikan sesuatu dari mereka.”
“Ha? Ini konyol. Dad tidak mengatakan apa pun yang lain mengenai cerita dari petualangannya di hutan padaku.”
“Aku tidak tahu Danny. Ini hanya kecurigaanku saja. Jika paman Dave tidak menyembunyikan sesuatu dari pihak polisi, tidak mungkin mereka mencarinya sesering ini bukan?” ujar Hellen. Gadis itu menatapku dengan lekat dan menyuruhku untuk berpikir lamat lewat pandangan matanya. Membuatku terdiam dan tertegun karenanya. “Mereka seperti tengah mengawasi paman Dave saat ini, Danny,” lanjutnya mengatakan pemikirannya selama ini padaku mengenai pria asing itu.
Dari Hellen, pandangan mataku kembali beralih ke arah pria asing itu. Aku bisa melihat Mom yang membuka pintu bersama dengan Dad yang duduk di kursi roda saat ini. Mereka melakukan perbincangan kecil yang tidak sampai tertangkap dari telinga tajamku. Mereka terlihat melakukan perdebatan kecil sebelum kemudian pria asing itu akhirnya kembali membalikkan diri, pergi dari rumahku dan memasuki mobil hitamnya yang terparkir di seberang jalan.
Aku dan Hellen memerhatikan mobil itu jalan melewati tempat persembunyian kami berdua. Setelah mobil itu pergi, barulah aku dan Hellen keluar dari persembunyian kami. Aku masih memerhatikan arah kepergian mobil itu di tempat. Merasa penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi selama aku pergi kemaren.
“Ayo Danny,” ajak Hellen kemudian yang langsung menyadarkan lamunanku. Aku kembali berbalik badan dan mengikuti Hellen yang telah melangkah lebih dulu menuju rumah kami.
“Apa mereka berbahaya Hellen?” tanyaku kemudian.
“Kuharap tidak,” jawab Hellen. “Kulihat sejauh ini mereka hanya berbincang di luar pintu saja, dan mereka juga bersikap cukup sopan sebagai tamu. Mereka tidak memaksa lebih kepada paman dan bibi,” jelasnya. Lalu melanjutkan kembali, “Tapi kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi selanjutnya bukan?”
“Ya, kau benar.” Ucapan Hellen memang ada benarnya. Kita tidak tahu apa mereka memiliki niat baik atau tidak. Tetap kita harus bersikap lebih waspada dengan apa kemungkinan yang akan terjadi nanti. Setidaknya kita tahu bahwa mereka adalah pihak kepolisian. Polisi tidak akan melakukan sesuatu yang jahat pada warga biasa bukan? Mungkin setelah ini aku perlu menanyakan lebih mengenai kedatangan pria asing itu pada Dad.
Aku dan Hellen akhirnya sampai di depan rumah kami. Hellen berhenti dan menoleh ke arahku. Senyum manis terukir di wajahnya. “Nah Danny, aku akan masuk lebih dulu. Terima kasih telah mengajakku jalan pagi ini,” ucap Hellen. Aku tersenyum kecil, lalu menganggukkan kepala menjawab gadis itu.
“Masuklah. Aku akan meminjam buku catatanmu nanti.”
“Baiklah. Katakan saja kepadaku nanti.” Hellen berbalik badan dan mulai memasuki rumahnya. Aku menunggu gadis itu masuk ke dalam lebih dulu sebelu kemudian melangkah menuju rumahku sendiri. Sesampainya di depan pintu, aku lalu membukanya. Di dalam rumah ternyata Mom dan Dad tengah duduk bersama di ruang tengah. Mereka berdua sama-sama menoleh ke arahku dengan wajah yang nampak terkejut.
“Aku pulang,” sapaku kemudian. Aku memasuki rumah dan mendekati mereka berdua.
“Danny?” panggil Mom dengan wajah heran. Mom melihatku mengambil tempat duduk di depan mereka berdua. “Sejak kapan kau berada di luar?” tanyanya.
“Um sejak beberapa jam yang lalu, kurasa. Aku mengajak Hellen jalan pagi, hari ini,” jelasku.
“Dengan baju seperti itu?” tanya Mom. Kedua matanya meneliti penampilanku yang hanya memakai kaos hitam berlengan panjang saat ini. “Kau tidak kedinginan? Kau bisa sakit Danny.”
“Oh? Em aku baik-baik saja Mom. Lagi pula kita hanya jalan sebentar tadi.”
“Aneh? Aku tidak melihatmu keluar pintu sedari tadi. Apa kau keluar dari jendela kamarmu?” Kali ini Dad yang berbicara. Kedua matanya nampak menyelidiki diriku, dan membuatku hanya bisa menyengir kuda mengatahui bahwa Dad telah menyadarinya.
“Danny, itu berbahaya Nak,” tegur Mom kemudian. Mom berusaha menunjukkan ekspresi wajah garang kepadaku yang justru terlihat lucu. Bukannya takut, aku dan Dad akhirnya malah melempar tawa bersama.
“Dasar,” gerutu Mom sembari geleng-geleng kepala ketika melihatku dan Dad yang justru menertawai dirinya. Dad beralih mengusap gemas puncak kepala Mom menunjukkan kasih sayangnya yang membuatku ikut tersenyum senang.
“Baiklah. Ini sudah waktunya kita sarapan. Aku akan menyiapkan makanannya lebih dulu.”
“Kau butuh bantuan?”
“Tidak perlu Sayang,” jawab Mom dengan senyum lembutnya. Lalu bergerak mendekati Dad. “Tapi terima kasih, cuph!”
Seketika Dad tersenyum lebar ketika mendapat kecupan manis dari Mom. Aku melempar tatapan menggoda ke arah Dad setelah kepergian Mom. Tidak kusangka, kemesraan mereka berdua menjadi semakin meningkat sejak kepergianku. Tidak buruk juga. Melihat tatapanku, Dad hanya tersenyum lebar sembari tersipu malu.
“Apa kau sudah mengatakan pada Hellen? 3 hari lagi sekolah kalian akan dimulai.” Dad memulai perbincangan kecil di antara kami berdua.
“Ya Dad. Aku akan meminjam buku catatan milik Hellen nanti.”
“Kau perlu kuantar ke sekolah? Ini adalah kedatanganmu ke sana sejak kejadian itu. Pasti banyak orang yang akan berkumpul di sekitarmu dan menanyakan ini itu.”
“Tidak perlu Dad. Aku akan pergi ke sekolah bersama Hellen seperti biasa. Aku sudah bukan anak kecil lagi. Aku bisa mengatasinya.” Ujarku dengan mantap. “Lagi pula pihak sekolah juga pasti akan membantuku menjelaskan bukan?”
“Tentu saja. Baiklah kalau begitu. Persiapkan belajarmu dengan baik Danny.”
“Tentu saja. Kau jangan khawatir Dad. Fokuslah pada kesembuhanmu saja. Bagaimana kaki Dad?”
“Minggu depan aku akan mulai memakai penyangga.”
“Itu bagus. Cepat sembuh Dad.”
Dad mengangguk kecil sembari tersenyum menjawabku. Tidak ada percakapan lagi di antara kami. Dad kembali membaca kertas koran yang sedari tadi ada di atas meja. Dan aku mulai berpikir untuk membuka topik percakapan yang lainnya.
“Dad,” panggilku kemudian.
“Hm?” deham Dad tanpa melempar pandang ke arahku. Nampaknya Dad terlalu fokus pada kertas bacaannya saat ini.
“Siapa pria tadi?” tanyaku kemudian. Aku bisa melihat pergerakan dari kedua bola mata Dad yang berhenti mengikuti baris kata dalam kertas bacaannya itu. Kedua bola mata itu beralih mengarah padaku.
“Apa maksudmu?” tanya balik Dad. Dari jawaban itu aku langsung menyadari bahwa Dad sepertinya ingin menyembunyikan kebenaran dariku.
“Aku melihat seorang pria yang datang ke rumah kita beberapa saat yang lalu. Kalian sempat berbincang bukan? Siapa dia Dad?”
Dad nampak menghela napas panjang dan menatapku kembali. “Dia hanya seorang pria, utusan dari kepolisian yang ingin mendengar cerita mengenai kejadian di hutan Danny. Mereka hanya ingin mencari info mengenai monster yang sempat berhadapan denganku.”
“Lalu?”
“Apanya?”
“Kenapa dia tetap saja mendatangi rumah kita? Aku dengar dari Hellen bahwa pria itu tetap saja datang. Apa ada yang pria itu inginkan Dad?” Aku menatap Daddy dengan lekat. Mencoba menyelidiki tiap ekspresi yang ditunjukkan Dad saat ini. Dan seperti yang Hellen katakan. Meski berusaha ditutupi dan tidak begitu kentara terlihat, tapi aku yakin Dad tengah menyembunyikan sesuatu dariku.
“Dia hanya ingin memastikan keluarga kita telah baik-baik saja Danny. Terlebih dengan kepulanganmu yang mengejutkan seperti kemaren. Mereka mungkin akan datang lagi untuk memeriksa keadaanmu, tapi itu baik-baik saja.”
“Apa kau yakin Dad?”
“Tentu saja. Kenapa tidak?”
“Baiklah kalau begitu. Lalu apa yang akan Dad lakukan setelah ini? Bukankah kau sudah menyerahkan jabatanmu dari kepolisian?”
“Itu bukan masalah besar, Danny. Yang terpenting sekarang adalah Dad harus menyembuhkan diri terlebih dulu, baru kita akan memikirkan kedepannya. Benar begitu bukan, Dave?” celetuk Mom yang datang mendekat. Mom berdiri di samping Dad dan mengalungkan satu tangannya di pundak pria itu. Aku mengangguk setuju dengan keputusan itu.
“Itu keputusan yang bagus Mom, Dad.” Mom tersenyum puas mendengar persetujuanku.
“Makanannya sudah siap. Ayo kita ke sana,” ajak Mom setelahnya. Kami bertiga menuju bersama menuju ruang makan dengan Mom yang membantu mendorong kursi roda milik Dad.