Bab 5

1060 Kata
Hari sudah sore ketika aku akhirnya sampai di depan rumah dengan professor Robert yang mengantarku pulang. Aku menatap jendela rumah yang terlihat lampunya sudah menyala ada bayangan seseorang yang berjalan di dalam rumah dan aku yakin bahwa itu adalah bayangan dari ibuku. Professor Robert juga memerhatikan rumahku setelah mematikan mesin mobilnya. Pria paruh baya itu lau menoleh ke arahku.   “Ingat perjanjian kita Danny. Tidak ada yang akan mengetahui hal ini, termasuk dengan kedua orang tuamu, apa kau mengerti?” Aku menatap professor Robert lalu menghela napas dengan pasrah.   “Aku tahu Professor,” jawabku dengan sedikit malas. Professor Robert melempar senyum kecil ke arahku.   “Bagus kalau begitu. Kau bisa pulang sekarang,” ucap pria itu. “Perlu bantuanku?” Professor Robert melirik ke arah kunci sealtbeltku.   “Tidak perlu. Aku bisa melakukannya sendiri.” Segera aku membukanya dengan satu tangan, karena lengan kananku cukup sulit digerakkan. Lenganku terasa begitu kaku dan sakitnya mulai terasa menusuk pada indera perasaku. Sepertinya obat penghilang rasa sakitnya mulai habis.   Aku membuka pintu mobil dan turun. Tidak lupa tas punggungku kubawa. Setelah menutup pintunya kembali, professor Robert kembali memanggilku. “Danny, bawa ini.” Professor Robert memberikan amplop coklat yang berisi berkas kepadaku. Berkas itu adalah berkas titipan dari professor Robert yang memang harus kubawa besok sekolah. Aku langsung menerimanya.   Setelah itu professor Robert kembali menghidupkan mesin mobil dan melaju pergi meninggalkanku di pinggir jalan. Aku memerhatikan mobil professor untuk sejenak, hingga mobil itu menghilang di balik tikungan barulah aku menyeberangi jalan menuju rumah.   Laura, nama mommyku. Wanita itu tengah menyiapkan makan malam untuk kami saat ini ketika aku membuka pintu rumah. Aku langsung memasuki rumah dan hendak melewati ruang makan ketika Mom melihatku, kemudian memanggil namaku.   “Danny, kau pulang telat sekali hari ini,” tegurnya. Aku berhenti di tempat dan menoleh ke arahnya. Untung saja aku memakai kemeja berlengan panjang milik Hellen, sehingga mereka tidak menyadari kondisi lenganku yang diperban.   “Ya, Mom. Aku harus ke rumah professor untuk mengambil berkas ini. Kami sedikit berbincang tadi,” jelasku sambil mengayunkan amplop coklat di tanganku untuk memperlihatkannya.   “Bagus. Letakkan barangmu sekarang, dan kita akan mulai makan,” celetuk daddyku dari arah belakang. Dia bernama Dave, seorang polisi kota yang kubanggakan. Pembawaannya yang tegak dan penuh wibawa menjadi favoriteku. Dia seperti superhero yang sesungguhnya bagiku, terlebih dengan pekerjaannya yang selalu melindungi warga kota. Aku harap aku bisa menjadi sepertinya esok.   Aku melempar senyum kecil ke arah Dad, dan tanpa diduga Dad membalasnya dengan menepuk lengan kananku. Tidak sekeras yang diduga, tapi cukup untuk membuatku langsung berteriak kencang dan mengaduh kesakitan.   “OUCH! My God!” Aku langsung mendesis menahan rasa sakit yang mendera luka jahit pada lenganku itu. Seketika Dad dan Mom terkejut setelah melihat responku. Bahkan Mom langsung menghentikan aktifitasnya.   “Danny?” tanya Mom dengan wajah bingung sekaligus penuh tanya. Sedangkan Dad yang tidak kalah terkejutnya mulai merasa curiga. Dad beringsut mendekatiku dan tanpa banyak bicara langsung membuka kemejaku. Nampak raut wajah terkejut di muka Dad dan Mom saat ini ketika melihat perban di lengan kananku.   “Apa ini? Apa yang telah terjadi padamu Danny?” tanya Dad dengan wajah herannya. Mata tajamnya memerhatikan dengan serius luka di lenganku. Mom langsung mendekati kami berdua untuk melihat lebih jelas luka itu.   “Astaga Danny, kau terluka?” Mom bahkan sampai menutup mulutnya yang terbuka dengan kedua tangan, sembari menatap ngeri pada lukaku. Memang perbannya muncul sedikit darah, tapi aku rasa itu bukan masalah besar. Yang lebih kupikirkan adalah kedua orang tuaku. Aku meringis kecil akan keadaan saat ini. Mereka telah mengetahui lukaku. Aku tidak menyangka bahwa aku akan tertangkap mata begitu cepat oleh kedua orang tuaku.   “Yah, ini bukan luka besar. Aku sempat terjatuh tadi, dan professor Robert telah mengobatiku,” jawabku menjelaskan. Aku harap mereka tidak akan memperbesar masalah ini.   “Apa kau baik-baik saja Danny? Apa kita harus memeriksanya di rumah sakit? Sepertinya luka itu cukup parah.” Mom terlihat cemas sekali, dan aku tanpa sadar langsung panik mendengar usulan itu.   “No no no! Itu tidak perlu. Ini bukan luka yang besar Mom. Aku baik-baik saja,” jawabku dengan cepat. Dad  menatapku dengan lekat dan hal itu semakin membuatku gugup. Perlu kalian ketahui bahwa Dadku memiliki insting yang cukup tajam terhadap aroma kejahatan. Aku yakin Dad menyadari tingkahku yang seakan berusaha menyembunyikan sesuatu saat ini. Diam-diam aku menelan ludah dengan kasar dan menjauhi titik temu pandangan mata kita berdua.   “Kau yakin Danny?” tanya Mom yang masih merasa cemas akan lukaku. Aku segera menganggukkan kepala untuk meyakinkannya.   “Ya. Ini bukan masalah besar Mom.”   “Lalu apa yang kau gunakan itu? Bukankah itu baju milik Hellen? Kenapa kau memakainya?” Mom kembali memerhatikan baju yang kugunakan. Aku ikut menoleh ke arah baju Hellen.   “Ya. Aku mengotori bajuku tadi, dan Hellen meminjamkan ini padaku.”   “Kau benar-benar tidak tumbuh Danny. Bagaimana bisa kau muat memakai baju sekecil itu?!” Mom menggelengkan kepalanya dengan raut wajah tidak percaya sekaligus memandang kasihan ke arahku. Aku menjadi malas dibuatnya. Aku sendiri juga tidak suka dengan tubuh kurusku yang tidak bisa juga membesar berapa pun aku mencoba makan banyak sampai muntah, dan Mom sekarang membahasnya lagi.   “Mom,” tegurku yang lalu menghela napas lelah melihat Mom. Mom langsung mengangkat kedua tangan menandakan menyerah untuk membahasnya lagi. Dengan malas Mom kembali membalikkan tubuh dan melanjutkan pekerjaannya menyiapkan makan malam kami. Aku menoleh ke arah Dad yang sedari tadi diam mendengarkan pembicaraan kami.   “Baiklah. Cepat masuk ke dalam kamarmu dan bersiaplah. Kita akan makan malam sebentar lagi,” ucap Dad kemudian. Aku langsung menghela napas dengan lega dan segera menuruti perintahnya.   Di dalam kamar aku langsung menyalakan lampu untuk penerangan. Tubuhku terasa begitu lelah saat ini. aku dengan santai melempar tas ranselku ke samping dan langsung membuka kemeja yang kugunakan.   “Kau telat sekali Danny.”   “Astaga Hellen?! Kau mengejutkanku!” seruku yang langsung terperanjat kaget ketika melihat gadis itu sudah nyaman berbaring di atas ranjangku. Hellen memperhatikan tubuhku yang setengah telanjang tanpa merasa malu sedikit pun. Yah, mungkin baginya aku benar-benar hanya anak kecil. Lagi pula siapa juga yang akan tersipu malu dengan badan kurus kering milikku ini? hahaha cih!   Ngomong-ngomong Hellen adalah tetanggaku. Rumah kami bersebelahan, dan bahkan kamar kami juga hanya berjarak satu meter. Tidak jarang Hellen akan menerobos kamarku lewat jendela, begitu juga denganku. Kami begitu malas hanya untuk lewat dari pintu depan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN