Bab 6

1522 Kata
Hellen menyangga kepalanya dengan posisi miring di atas tangan yang tertekuk berdiri. Gadis itu dengan santai menatapku yang terkejut karena kehadirannya. Melihat responku yang dinilai terlalu berlebihan, Hellen hanya menggedikkan bahunya masa bodoh.   “Aku tidak menyangka kau akan pulang setelat ini Danny,” ucap Hellen lagi. Kini Hellen meraih salah satu boneka superheroku yang berukuran 30 cm di atas ranjang, dan memeluknya dengan nyaman. Aku kembali fokus pada kemejaku dan membuka kancing yang tersisa, sembari beralih ke arah lemari pakaian. Kuraih kaos putih yang berukuran besar.   “Yah, ada sesuatu yang kami bicarakan,” jawabku dengan santai.   “Apa itu?”   “Hanya pembicaraan yang kecil.”   “Maksudku bukan itu, Danny. Tapi itu.”   “Huh?”Aku tidak mengerti maksud dari ucapan Hellen. Akhirnya aku menoleh ke arahnya dengan raut wajah penuh tanda tanya. Hellen langsung menunjuk ke arah lenganku dengan jari telunjuknya. Barulah aku mengerti apa yang dimaksud gadis itu.   “Oh ini, seperti yang kau lihat aku sedikit terluka,” balasku kemudian.   Hellen memutar kedua bola matanya dengan malas. “Ya aku tahu. Tapi bagaimana bisa?”   “Ya, bisa saja. Aku hanya tidak sengaja terjatuh Hellen. Dan terciptalah luka ini,” jelasku secara singkat. Hellen mengangkat kedua alisnya dengan heran setelah mendengar ceritaku itu. Sepertinya gadis itu tengah merasa sesuatu yang mengganjal, namun tetap kubiarkan saja Hellen berpikir semaunya. Aku kembali fokus pada bajuku.   Kuletakkan kemeja milik Hellen ke keranjang kotor. Kini tubuhku kembali telanjang d**a di depan Hellen, tapi kubiarkan saja. Toh Hellen sudah biasa melihat tubuh kecilku ini. Kini aku mulai memakai kaos putihku. Aku memasukkan tangan kiriku lebih dulu, baru tangan kananku yang terluka. Hasilnya aku cukup kerepotan. Luka jahitku membuat gerakan tanganku menjadi kaku dan merasa sakit jika digerakkan lebih kencang.   “Uh, sial!” umpatku kecil karena merasa kesal dengan luka itu. Rasa sakitnya menghambat pekerjaanku. Hellen terdengar menghela napas kecil melihat tingkahku. Gadis itu akhirnya beranjak turun dari kasur dan menghampiriku.   “Kemarilah. Aku akan membantumu,” ucap Hellen. Aku akhirnya dengan pasrah mengikuti perkataan Hellen. Seperti anak kecil aku dibantu Hellen memakai baju itu.   “Sudah,” lapor Hellen setelahnya.   “Thangs,” ucapku singkat setelah berhasil memakai baju dengan rapi.   “Kau baik-baik saja? Bagaimana dengan lukanya? Apa itu cukup parah?” tanya Hellen lagi. Gadis itu kini memerhatikan dengan lebih dekat perban di lenganku.   “Yah cukup baik. Aku mendapat jahitan tapi itu sudah ditangani oleh professor Robert,” jelasku.   “Sebenarnya apa saja yang kau lakukan sampai mendapat luka jahit seperti ini? Dasar bodoh kau,” ledek Hellen. Wajah manisnya cukup menunjukkan raut wajah kesal sambil melirik ke arahku.   “Danny, sedang apa kau?! Ayo kita makan!” Terdengar suara Mom dari arah bawah. Aku dan Hellen sontak menoleh ke arah pintu kamar.   “Kau ikut denganku,” ajakku kemudian pada Hellen. Hellen sering kali ikut makan bersama dengan kita, begitu juga denganku. Kupikir malam ini juga dia akan ikut makan bersama. Tapi kurasa tidak. Hellen menggelengkan kepalanya.   “Aku datang hanya untuk meminjam buku Fisika Danny.”   “Kau tidak makan malam bersama kita?” Aku masih mencoba menawarkan makan malam kepadanya.   “Tidak. Aku harus belajar dan tidur. Hari ini aku merasa lelah sekali.”   “Baiklah kalau begitu. Kau bisa ambil buku fisikanya di bawah tumpukan sana,” ucapku sambil menunjuk ke arah meja belajar yang terdapat tumpukan beberapa buku di sana. Hellen menoleh ke arahnya.   “Aku tinggal, dan selamat malam Hellen,” pamitku kemudian sembari mengucapkan selamat malam kepadanya. Hellen menoleh ke arahku kembali dan melempar senyum kecil. Setelah itu aku keluar dari kamar dan turun ke bawah membiarkan Hellen mencari bukunya sendiri.   Di bawah, Mom dan Dad sudah duduk di depan meja makan dengan manis. Mereka menungguku datang. Aku hanya melempar senyum kecil untuk mereka dan mengambil tempatku di depan meja.   “Kenapa kau lama sekali Danny? Kami sudah menunggumu dari tadi,” protes Mom yang lalu mulai mengambil makanan untuk Dad.   “Maaf. Di atas ada Hellen. Kami sempat berbicara sebentar tadi,” jawabku. Mom nampak terkejut mendengar jawabanku.   “Hellen? Di mana dia? Kenapa kau tidak mengajaknya makan bersama kita Danny?” tegur Mom sekali lagi sembari menoleh ke arah lantai atas.   “Hellen?! Hel—“   “Aku sudah mengajaknya Mom. Tapi dia tidak mau. Dia hanya datang untuk meminjam buku fisikaku. Setelah itu dia akan langsung pulang dan tidur,” jelasku yang lalu menghentikan teriakan Mom.   “Buku Fisika?” beo Mom kemudian.   “Yup.” Aku mulai mengambil makananku sendiri setelah Mom selesai memberikan milik Dad. Mom juga membantuku mengambil beberapa makanan di atas meja. Untuk beberapa saat kami bersama makan dengan tenang seperti biasa.   Aku melihat Dad kembali memakai seragam tugasnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam dan Dad akan pergi bertugas. Mom ikut membantu Dad menyiapkan semua pakaian dan beberapa barangnya. Aku sendiri tengah duduk dengan santai sesekali memerhatikan mereka berdua di ruang tengah sembari menonton televisi dan beberapa cemilan di atas meja. Satu berada dalam genggaman tanganku yang sesekali akan kusantap.   “Apa semuanya sudah lengkap Dave?” tanya Mom kepada Dad. Mom memberikan topi polisi milik ayah yang telah selesai mengancingkan seragamnya. Ayah segera menerimanya.   “Ya, Laura. Aku rasa sudah. Aku akan pergi sekarang,” jawab Dad. Setelah memerhatikan semua barang bawaannya, Dad langsung memakai coat hitam panjang dan mengambil kunci mobil. Dad mencium bibir Mom sekilas untuk sekedar berpamitan.   “Danny, jaga Mom, oke?!” perintah Dad kemudian kepadaku. Aku tersenyum lebar. Itu adalah perintah yang pasti akan kulakukan bukan?!   “Aye Sir!” jawabku dengan mantap. Kulempar jempol tangan sebagai penambah ketegasanku akan janji kami. Dad nampak menatapku dengan puas bersama senyum kecilnya.   “Bagus!” balas Dad sebelum kemudian benar-benar pergi keluar rumah. Mom tersenyum kecil melihat interaksi kami berdua. Dari dalam jendela aku dan Mom bisa melihat Dad yang melangkah menuju mobil tugasnya dan memasukinya. Mom melangkah menghampiriku dan ikut duduk di sebelahku. Kami bersama-sama memerhatikan mobil Dad dari dalam jendela rumah. Tidak lama kemudian mobil itu menyala dan akhirnya melangkah ke jalan meninggalkan pelataran rumah kami.   “Kenapa malam sekali Mom?” tanyaku mengenai jam kerja Dad. Pasalnya aku sempat mendengar bahwa Dad mengambil hari libur untuk hari ini. Atau aku telah salah mendengarnya ya? Mom dengan santai meraih salah satu snack di atas meja dan ikut memakannya.   “Ya, Daddymu baru saja mendapat tugas dari atas untuk memeriksa area distrik X06. Sepertinya mereka telah menemukan kasus yang sama,” jawab Mom. Tangan halusnya mengambil remote Tv dan mengganti channelnya dengan acara masak. Aku mengernyit heran.   “Kasus yang sama Mom?” beoku tidak mengerti. Akhir-akhir ini aku tidak mengikuti perkembangan kasus yang tengah diatasi oleh Dad. Sebenarnya tidak setiap waktu aku mengikuti perkembangan kasusnya, hanya sesekali aku akan bertanya ini dan itu karena merasa penasaran dengan pekerjaan Dad. Mendengar kata kasus yang sama membuatku merasa heran sendiri dengan kasus yang mana yang dimaksud Mom.   “Ya. Kau tahu akhir-akhir ini beberapa kali terjadi kasus serangan hewan. Sudah dua kali telah ditemukan seseorang meninggal dengan bekas cakaran tubuh yang cukup dalam. Korban itu ditemukan di dekat hutan dan area yang telah ditutup. Pihak kepolisian masih mencari tahu lebih lanjut serangan dari apa sebenarnya itu. Mereka pikir dari bentuk cakarannya, sepertinya itu dari beruang atau harimau. Dan sekarang mereka mulai melakukan pencarian di tiap area itu. Baru saja Dad mendapat panggilan telepon untuk segera datang menuju Distrik X06. Kurasa ada korban baru yang telah ditemukan,” jelas Mom panjang lebar. Aku mengangguk kecil dan mendengarkannya dengan seksama.   “Hm begitu. Lalu kenapa mereka tidak menyiarkannya dalam berita?” tanyaku lagi. Setelahnya aku berpikir kembali. “Atau aku yang telah melewati berita itu?”   “Mereka memang belum menyiarkannya, Dan. Lebih tepatnya, sepertinya mereka berniat ingin merahasiakannya terlebih dulu karena kasus itu masih belum jelas penyebabnya,” sahut Mom lagi. Aku merasakan kejanggalan dari jawaban Mom itu.   “Huh? Bukannya mereka sudah mengira itu adalah bentuk dari serangan hewan Mom?” tanyaku lagi.   “Ya, kau benar. Tapi di samping itu mereka juga menemukan cairan lendir dari makhluk asing.”   “Makhluk asing?!” beoku sekali lagi dengan wajah terkejut. Di lain sisi aku mulai merasa semakin antusias mendengar cerita mengenai kasus tersebut.   “Ya. Masih belum jelas cairan milik siapa itu, tapi sepertinya pihak investigasi sudah memastikan bahwa cairan itu bukan cairan milik beruang atau harimau. Astaga, kenapa dunia semakin terasa lebih berbahaya. Aku harap itu bukan sesuatu kasus yang besar saja. Benar kan Danny?!” Mom bergidik ngeri seteah menceritakan kasus itu.   “Oh dan kau harus selalu jaga diri baik-baik. Lebih baik untuk sekarang jangan pergi sampai larut mala Danny. Banyak kasus yang berbahaya terjadi akhir-akhir ini. Aku mengkhawatirkan keselamatanmu. Apa kau mengerti?” perintah Mom kemudian.   “Ah dan jangan lupakan kasih tahu Hellen juga. Dia seorang gadis. Hellen bisa lebih mudah menjadi sasaran empuk untuk pelaku pembunuhan itu,” lanjut Mom sekali lagi. Lalu dengan santai kembali mengunyah snack dalam genggaman tangannya tanpa mendengarkan jawabanku lagi. Mata Mom sudah fokus pada acara televisi mengakhiri cerita singkatnya malam ini. Aku sendiri mulai sibuk berpikir dalam alam pikirku sendiri. Sibuk menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi? Siapa pelaku yang sebenarnya dalam kasus kali ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN