Bab 31

2168 Kata
Laura masih membeku di tempat dalam pelukan Dave setelah mendengarkan ucapannya itu. Laura bisa merasakan bahwa pelukan pria itu semakin mengencang dalam tubuhnya, namun semua itu tidak terasa hangat lagi untuk Laura, karena wanita itu butuh penjelasan yang lebih detail mengenai keberadaan anak mereka satu-satunya.   “Dave jawab aku! Apa maksudmu dengan tubuh Danny?!” desak Laura yang sudah tidak bisa menunggu lebih lama lagi penjelasan dari suaminya itu. Laura mendorong tubuh besar Dave untuk menghadapinya dengan benar lewat tatap muka. Dave akhirnya sedikit melonggarkan pelukan kedua tangannya pada tubuh Laura sembari tetap menundukkan pandangan matanya ke lantai.   Dave merasa tidak berani menatap langsung kedua mata Laura karena Dave merasa telah gagal menjadi ayah yang baik untuk Danny. Dirinya telah gagal menyelamatkan anak mereka. Bahkan untuk membawa tubuh anaknya saja dia tidak bisa, dan Dave merasa benar-benar tidak berguna di mata keluarganya.   “Dave, aku mohon jawab aku! Di mana Danny? Di mana anak kita?!” desak Laura semakin keras. Hati Dave semakin pedih mendengar pertanyaan itu. Tidak ada yang bisa dilakukannya selain akhirnya menekuk kedua lututnya dan berlutut di depan Laura. Membuat wanita itu semakin terperangah tidak percaya.   “Dave?!” seru Laura yang sarat akan rasa putus asa.   “Danny menjadi korban dari kasus serangan monster itu Laura,” jawab Dave kemudian. Seketika jantung Laura seakan direnggut dengan paksa oleh sesuatu yang tak kasat mata. “Semalam dia diserang oleh salah satu monster di area bangunan kosong bersama dengan Hellen. Hellen harus pergi untuk mencari pertolongan, namun semuanya telah terlambat. Kami tidak bisa menemukan keberadaan Danny di mana pun. Monster itu membawanya ke hutan sebelum kami sampai di tempat, dan kami telah kehilangan jejak mereka.”   Laura secara perlahan menggelengkan kepalanya menolak penjelasan itu. Kedua tangannya mulai mengepal dengan kuat hingga buku-buku jemarinya memutih. “Tidak mungkin. Tidak mungkin Dave! Kau pasti telah salah. Dia bukan Danny anakku, iya kan?!” balas Laura.   Laura masih tidak percaya dengan penjelasan Dave mengenai anak mereka. Lebih tepatnya wanita itu tidak mau percaya akan kebenaran tersebut. Laura tahu bahwa Dave tidak akan pernah membohonginya dengan ucapan keterlaluan seperti ini, tapi Laura sungguh berharap bahwa saat ini pria itu memang mengatakan sebuah kebohongan.   “Kau bilang bahwa kalian terlambat sampai di tempat bukan? Itu berarti kalian belum melihat bagaimana monster itu membawa Danny! Mungkin saja yang monster itu bawa bukanlah Danny anak kita, Dave!” sangkal Laura dengan penuh harap.   Penyangkalan Laura membuat Dave langsung mengepalkan kedua tangannya dengan begitu kuat. Dave merasa ini tidak benar. Laura tidak bisa mengalihkan pandangan matanya pada kebenaran yang datang. Karena itu, Dave mendongakkan wajahnya untuk menatap Laura dengan lekat.   “Darah itu sudah terbukti milik Danny, Laura. Dan bukti yang paling kuat adalah Hellen. Dia melihat sendiri bagaimana wujud monster itu telah memakan tubuh Danny. Aku juga berharap ini semua adalah sebuah kebohongan belaka. Tapi dengan semua bukti itu, aku tidak bisa menyangkalnya Laura. Semua genangan darah itu, membuat semua orang yakin bahwa Danny telah tiada,” jelas Dave dengan tegas.   “Hiks tidak Dave, kau salah! Hellen telah salah mengenali Danny. Anakku masih baik-baik saja Dave hiks!” seru Laura yang masih tidak terima dengan kebenaran itu. Tubuh kecilnya seketika merosot terduduk di atas lantai tepat di hadapan Dave yang masih berlutut di sana. Laura merasa lemas mendengar hal itu.   Melihat bagaimana terpuruknya wanita itu, seketika membuat Dave bergerak menarik kembali tubuh Laura untuk masuk ke dalam pelukannya. Dave ingin menjadi penopang bagi istri tercintanya itu dan ingin menguatkan hatinya. Dave juga terluka akan kehilangan Danny, namun sebagai seorang suami yang masih memiliki seorang istri yang perlu dijaga, Dave merasa dirinya harus tetap tegar dan kuat untuk Laura.   “Laura,” gumam Dave mencoba menenangkan wanita itu. Diusapnya dengan lembut punggung kecil wanita itu. Laura menangis terisak dalam dekapan Dave.   “Hiks hiks Danny! Danny, Dave! Anakku tidak mungkin telah pergi! Temukan dia, Dave! Tolong temukan dia Dave!” pinta Laura dengan wajah memohonnya pada pria itu. Wajah cantiknya kini sudah terlihat sembab dan penuh akan air mata, membuat Dave tidak tega melihatnya. Diusapnya dengan lembut air mata itu dan memandangnya dengan penuh kasih.   “Polisi sudah menghentikan pencarian Laura,” ucap Dave kemudian. Seketika raut wajah Laura berubah terkejut mendengarnya.   “Apa? Menghentikan pencarian katamu?! Kenapa?! Kenapa mereka melakukan itu Dave?!” desak Laura seketika dengan penuh tanya. Berpikir bagaimana pun juga, Laura tetap tidak mengerti kenapa pihak polisi justru menghentikan pencarian itu dalam jangka waktu begitu cepat ini.   “Laura, kau lihat salju sudah mulai menumpuk di luar sana? Semua jejak sudah hilang dan kami tidak bisa menemukan petunjuk apa pun untuk mencari jejak Danny. Ditambah pihak polisi memprediksi bahwa monster itu bukan hanya satu. Melihat monster itu berlari menuju hutan, kami berpikir bahwa hutan itu adalah tempat mereka bersarang saat ini Laura, dan itu sangat berbahaya untuk melakukan pencarian lebih dalam,” jelas Dave dengan penuh perhatian.   “Lalu bagaimana dengan Danny, Dave?! BAGAIMANA DENGAN ANAKKU?! Apa mereka akan berdiam diri saja setelah mengetahui tempat semua monster itu tinggal?! Apa mereka tidak melakukan apa pun dengan itu hah?!” bentak Laura seketika. Laura nampak begitu kalap akan pernyataan itu. Laura merasa bahwa pihak polisi hanya berpangku tangan dengan keadaan saat ini, padahal sudah jelas bahwa semua monster itu adalah makhluk yang berbahaya.   Mereka sudah menghabiskan banyak korban secara diam-diam, dan saat ini anaknya yang telah menjadi korban oleh monster itu. Laura merasa begitu marah akan kinerja yang dirasa terlalu santai oleh pihak kepolisian. Harus berapa korban lagi yang perlu ditumbalkan agar mereka bisa segera bergerak secara terbuka dan mengambil sikap tegas?   Mereka tidak bisa hanya menyembunyikan kenyataan berbahaya ini di mata warga. Laura tidak tahu dengan jelas atas dasar apa mereka menyembunyikan kebenaran ini di mata warga. tapi menurutnya ini sudah keterlaluan.   “Laura, kasus itu sudah diserahkan di tangan petugas lain, dan aku tidak bisa mengambil keputusan lagi. Mereka telah mengerahkan pasukan khusus untuk menangani monster itu. Dan mereka pikir ini bukan waktu yang tepat untuk memulai perang dengan para monster itu karena persiapan mereka masih belum selesai sepenuhnya,” jawab Dave.   “Lalu sampai kapan aku harus menunggu persiapan mereka selesai Dave?! Aku tidak akan bisa melihat sepotong jari pun milik Danny yang utuh jika aku harus menunggu pasukan itu tidak kunjung bergerak!” jerit Laura dengan begitu kencang. Bahkan napasnya terlihat tersengal-sengal setelah berteriak sekeras itu.   Laura perlu memberi jeda untuknya mengatur napas kembali. Dirinya masih terlampau emosi karena perasaan kehilangan yang besar ini. Namun sejujurnya Laura menyadari setelahnya, bahwa dirinya telah bersikap keterlaluan di depan Dave. Tidak seharusnya dirinya membentak dan meneriaki Dave yang merupakan suaminya sendiri.   Ini juga bukan salah Dave sepenuhnya. Ini adalah keputusan dari pihak kepolisian dan Dave tidak memiliki kebenaran untuk menolaknya. Yang lebih penting, sebagai seorang ayah, Laura seharusnya sadar bahwa Dave juga tidak kalah terlukanya seperti dirinya saat ini.   Bahkan Dave telah berjuang semalaman untuk mencari keberadaan anak mereka di tengah hujan salju semalam. Dave baru saja pulang. Pasti dia begitu lelah akan tugasnya sepanjang malam, dan dirinya hanya bisa menyalahkan juga meneriaki pria itu seperti ini. Laura menjadi sangat bersalah pada pria itu.   Air matanya kembali merebak keluar dari pelupuk matanya. Sementara Dave sendiri masih membiarkan wanita itu mengatur napasnya dengan benar. Dave membiarkan Laura mengeluarkan seluruh emosinya yang membendung saat ini padanya. Itu akan menjadi lebih baik dibanding harus melihat Laura yang terpuruk begitu dalam tanpa bisa mengutarakan perasaannya.   Lagi pula Dave sendiri juga sangat menyayangkan bahwa tugas mengenai kasus monster itu harus dialihkan pada petugas lainnya begitu saja, padahal selama ini Dave-lah yang menangani dan mencari segala info tentang kasus tersebut. Dave masih merasa geram akan keputusan itu.   “Hiks hiks,” isak tangis Laura kembali terdengar di indera pendengaran Dave, membuat pria paru baya itu tersadar akan lamunannya kembali. Dave kembali menoleh ke arah Laura yang kini tengah menundukkan wajahnya di hadapan Dave. Kedua tangan yang mencengkeram erat baju depan Dave dan tubuh kecil wanita itu kini bergetar karena menahan tangis.   Sekali lagi Dave merasa tidak tega akan kondisi Laura. Ditariknya kembali kepala Laura agar wanita itu bisa menyandarkan kepala dan tubuhnya dalam dekapan Dave. Dengan lembut Dave mengusap beberapa kali kepala Laura untuk menenangkan wanita itu.   “Maaf, Dave. Tidak seharusnya aku berteriak kepadamu. Aku ... aku tidak tahu harus bagaimana. Aku sangat marah dan bersedih akan hilangnya anak kita Dave. Aku tahu kau pasti juga merasa seperti itu bukan? Tapi aku tidak bisa menahan diri. Maafkan aku,” sesal Laura dengan lirih.   Dave mendengarkan tiap ucapan Laura dengan sepenuh hati. Dave bisa memaklumi perasaan Laura yang begitu emosi saat ini karena Dave sendiri juga merasakan hal yang sama. karena itu, Dave tidak berkomentar apa-apa dan menyalahkan Laura selama wanita itu melempar emosi kepadanya tadi.   “Aku tahu, Laura. Aku tidak apa-apa. Aku mengerti perasaanmu, Sweetheart,” balas Dave dengan suara yang begitu lembut agar wanita itu bisa menjadi lebih tenang lagi. Dikecupnya dengan penuh kasih puncak kepala Laura beberapa kali, mencurahkan kasih sayangnya pada wanita itu sepenuh hati, sementara Laura sendiri masih sibuk menangis dalam dekapan tangannya. Untuk beberapa saat mereka hanya tetap dalam posisi seperti itu. hingga tidak lama kemudian setelah Laura sedikit lebih tenang, wanita itu kembali bersuara.   “Dave, aku tetap tidak bisa berdiam saja seperti ini. Aku ingin anakku kembali Dave. Aku ingin mencari Danny sekarang juga!” ujar Laura kemudian dengan penuh tekad dalam pelukan Dave. Dan pria itu masih tetap mengusap kepala Laura dengan konstan.   “Tidak perlu Laura. Kau tidak perlu melakukan hal itu,” jawab Dave kemudian. Laura yang terkejut dengan jawaban Dave kini mendongakkan wajahnya untuk melihat wajah pria itu.   “Apa maksudmu tidak, Dave?! Kau tidak ingin mencari anak kita? Kau sudah menyerah mencarinya sama seperti pihak kepolisian itu huh?!”   “Justru itu Laura. Sejak mereka memutuskan untuk menghentikan pencarian ini, aku sudah bertekad akan mencarinya sendiri,” balas Dave dengan penuh keyakinan. Sekali lagi Laura tertegun mendengarnya.   “Apa? Dave, apa kau yakin dengan itu?!”   “Ya, tentu saja aku yakin. Danny adalah anakku. Anak kita. Aku yakin dia masih akan bertahan dalam menghadapi para monster itu. Karena itu, aku sebagai ayah yang selalu dibanggakan olehnya harus secepatnya datang bukan? Dia pasti menunggu kedatanganku, Laura.”   “Dave,” gumam Laura. Wanita itu menatap Dave dengan wajah penuh haru. Laura tidak menyangka bahwa Dave masih memikirkan dan begitu mencintai anak mereka sampai seperti ini. Dave mau mempertaruhkan nyawanya demi mencari keberadaan anak mereka.   “Aku akan ikut denganmu Dave,” ucap wanita itu dengan mantap. Laura juga ingin mencari anak mereka tidak perduli betapa berbahayanya tempat itu. Tidak ada yang bisa menghalangi seorang ibu untuk mencari dan melindungi anak mereka dari serangan monster sekali pun. Dan Dave yang mendengar hal itu kini melempar senyum lembutnya pada Laura.   “Tidak Laura. Kau akan tetap berjaga di rumah. Biar aku yang mencarinya sendiri,” tolak Dave.   “Tidak Dave. Itu sangat berbahaya. Biar aku ikut denganmu mencari anak kita. Aku akan berusaha untuk tidak membebanimu Dave. Aku janji!” Laura masih bersikeras untuk ikut andil dalam mencari anak mereka. Tentu saja Dave tetap tidak akan mengijinkan istri kecilnya ikut andil dalam pencarian di tempat yang berbahaya seperti itu. Dave menggelengkan kepalanya dengan tegas menjawab Laura.   “Tidak Laura. Kau akan tetap di sini dan tunggu aku. Dengar, jika kau ikut denganku, lalu siapa nanti yang akan menyambut kepulangan Danny hm? Mungkin saja anak itu ternyata selamat dan bisa kembali pulang ke rumah sendiri. Kau harus yang pertama kali menyambut kedatangannya Laura,” bujuk Dave dengan lembut.   Sepertinya bujukan itu cukup ampuh untuk menenangkan hati dan pikiran Laura, karena setelahnya wanita itu nampak tertegun menatap Dave. Dave tahu bahwa dalam pikirannya, Laura tengah membenarkan ucapan Dave.   “Tapi bagaimana denganmu? Kau akan sendirian di dalam hutan Dave,” tanya Laura lagi.   “Kau tenang saja. Aku pasti akan baik-baik saja. Aku sudah menjadi polisi dalam waktu yang lama Laura, dan aku cukup terlatih untuk melakukan hal ini. Jadi kau jangan khawatir, oke?” jelas Dave dengan penuh yakin. Laura masih menatap suaminya itu dengan lekat sembari menimang-nimang keputusan pria itu.   “Baiklah. Berjanjilah kau akan pulang dengan selamat Dave. Aku menunggu kau dan anak kita pulang ke rumah kita, mengerti?!”   “Ya, aku mengerti Sweetheart,” balas Dave dengan mantap. Dipeluknya kembali tubuh kecil istrinya itu dengan penuh sayang setelah mereka mengalami perdebatan yang cukup berat. Laura dengan pasrah masuk ke dalam dekapan Dave dan membalas pelukan pria itu tidak kalah erat.   “Bagaimana dengan pekerjaanmu nanti?” tanya Laura di sela pelukan mereka. Dave kembali tersenyum tipis mendengarnya. Ini juga sudah diputuskannya sejak dirinya telah bertekad untuk mencari Danny.   “Apa kau keberatan jika aku menjadi pengangguran nanti?” tanya Dave yang lebih terdengar bercanda, meski sebenarnya Laura juga paham akan situasi Dave. Pria itu pasti akan dianggap tidak mengikuti aturan pusat, dan paling besar hukuman yang akan didapat adalah pemecatan secara tidak terhormat.   “Tidak. Aku tidak keberatan menjadi tulang punggung untuk keluargaku sementara waktu,” balas Laura dengan mantap. Mau tidak mau hal itu membuat senyuman di bibir Dave semakin melebar. Dave merasa beruntung memiliki istri pengertian seperti Laura.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN