Janisa bingung bagaimana ia harus menemui Rayhan Dosen killer yang sering menatapanya dengan datar dan kalau marah akan menatapnya dengan tatapan membunuh. Menghadapi Rayhan saja membuatnya seperti akan menghadapi orang yang paling ia takuti setelah Papinya, Janisa mengigit bibirnya apalagi ia harus segera menyelesaikan misi mengembalikan jas milik Rayhan yang telah dicuci dan diberikan pewangi yang pastinya tidak akan tercium bau amis bekas darah yang menempel disana. Apalagi kata Tante Alin, jas milik Rayhan harganya sangat mahal dan jika tidak dikembalikan ia merasa seperti tidak tahu berterimakasih.
"Semoga dia terima ini jasnya yang aku kembalikan, kalau tidak sih sebenarnya, tidak apa-apa. Aku bisa menjual jas ini dan hehehe...aku akan beli tiket konser, baju baru, tiket pesawat dan uang saku kek Korea," ucap Janisa. "Tapi kalau dia minta ganti gimana? Kayaknya nggak mungkin banget minta ganti, secara dia yang minjamin ini jas," ucap Janisa. Isi otak seorang Janisa hanya ingin melihat Oppa-Oppa kesayangannya itu menari di panggung dan matanya akan berbinar merasakan euforia kebahagiaan saat bersama para teman-temannya sesama penggila Oppa.
Janisa mendengar suara teriakan salah satu temannya yang mengatakan jika Dosen killer sedang melangkahkan kakinya menuju kelas ini. Ya pagi ini memang mata kuliah Rayhan dan semua mahasiswa memilih untuk tidak terlambat agar selamat dari kemarahan Rayhan. Kemarahan Rayhan berdampak pada tugas pribadi yang tentu saja ingin dihindari para mahasiswa, sama seperti Janisa yang tidak ingin terkena dampak hingga membuatnya harus sering menemui dosen killer itu.
Rayhan melangkahkan kakinya masuk kedalam kelas dan kali ini ia memakai kemeja biru langit dengan jaket casualnya dan ia membawa tas yang berisi Macbook miliknya, lalu segera meletakannya dimeja. Ia menatap para mahasiswanya yang saat ini telah duduk dan melihat kearahnya dengan serius. Rayhan bukanlah laki-laki penggoda tapi wajah tampan dan pembawaannya yang sombong dan dingin namun menggetarkan hati para wanita, membuat para mahasiswi tergoda. Apalagi tatapan matanya yang serius itu membius semua mahasiswa, ada yang merasa sangat bahagia ditatap Rayhan dan ada juga yang merasa kesal. Yang bahagia karena berharap Rayhan menyukai mereka, sedangkan yang merasa kesal karena Rayhan pasti akan menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan pelajaran yang sedang ia ajar.
"Apa kalian sudah siap memulai kuliah kita hari ini?" Tanya Rayhan.
"Siap Pak," ucap mereka, namun ada beberapa mahasiswa yang memilih diam tanpa menjawab pertanyaan Rayhan.
"Sepertinya ada yang belum siap, itu yang disana saya harap tidak mengeluarkan alat makeupnya karena kita sedang bukan belajar makeup," ucap Rayhan membuat para mahasiswa yang ada diruangan ini menahan tawanya.
Perempuan cantik yang memang sangat suka berdandan ini sebenarnya mencoba menarik perhatian Rayhan dan merayu Rayhan dari jarak jauh tempat dimana ia sedang duduk saat ini. Kelas ini terlihat seperti aula dengan tempat duduk para mahasiswa yang bertingkat seperti tangga dan mengelilingi tempat duduk Rayhan setengah lingkaran.
'Astaga rese banget sih...' batin Janisa namun ketika dia tahu perempuan yang saat ini dibicarakan Rayhan adalah perempuan resek yang sombong dan sok cantik, membuat Janisa menghela napasnya. 'Wajar sih dia ditegur Pak Rayhan," ucap Janisa.
"Ini apaan Jan?" Bisik Nela yang sejak tadi penasaran dengan paperbag yang Janisa bawa.
"Jas Bapak killer," bisik Janisa membuat Nela terkejut tapi ia bingung apa yang dimaksud Janisa. Tidak mungkin si killer yang ada didepannya yang memberikan jas itu pada Janisa.
"Yang disana," ucap Rayhan menatap kearah Janisa dan Nela. "Kalau ingin ngobrol silahkan keluar dari kelas saya!" Ucapnya.
"Nggak kok Pak, kita mau belajar. Sumpah Pak kita nggak bohong," ucap Janisa membuat Rayhan segera mengalihkan pandangannya dan ia menghidupkan laptopnya.
Rayhan segera memulai kuliahnya dan semua mahasiswa memperhatikannya. Kuliah yang bawakan Rayhan terdengar menyenangkan karena ternyata Rayhan yang berpengetahuan luas menjelaskannya dengan sangat baik, hingga contoh kasus yang dijelaskannya membuat para mahasiswa mudah memahaminya. Tanpa terasa kuliah ini telah selesai dan Rayhan segera melangkahkan kakinya keluar dari kelas. Janisa menghela napasnya karena akhirnya kelas hari ini berakhir.
"Kamu kayak nggak rela gitu ditinggal Pak Rayhan keluar dari kelas," ucap Nela membuat Janisa terkejut dan ia melototkan matanya.
"Rela kok rela banget," ucap Janisa kesal. "Aku duluan Nel nanti kita ketemu dikantin ya, ini ada yang urgen gitu," jelas Janisa.
"Loh kita mau lihat pengumuman Jan, hari ini kan ada pengumuman pembimbing," jelas Nela.
"Iya ini sebentar nanti aku nyusul kamu Nel!" Ucap Jansia dan ia segera membawa paperbag ditangannya lalu melangkahkan kakinya dengan cepat keluar dari kelas membuat Nela menatap punggung Janisa dengan tatapan penasaran. Ia penasaran kemana Janisa akan pergi hingga terlihat terburu-buru seperti itu.
Janisa melangkahkan kakinya dengan cepat sambil melihat ke kanan dan ke kiri karena ia tidak ingin para mahasiswa penggemar berat Rayhan mengetahui jika saat ini, ia ingin bertemu dengan Rayhan. Janisa telah sampai tepat didepan ruangan Rayhan dan ia mengetuk pintu ruangan Rayhan. Tok...tok...terdengar suara berat Rayhan yang meminta untuk segera masuk. Janisa melangkahkan kakinya masuk kedalam ruangan dengan menarik handel pintu dan ia melihat Rayhan sedang membaca beberapa proposal mahasiswa yang berada diatas mejanya. Jansia terkejut ketika melihat proposal yang sangat familiar dimatanya. Ia kemudian menghela napasnya karena mungkin itu bukanlah proposal miliknya.
"Pak..." ucap Janisa.
"Waalikumsalam," ucap Rayhan.
"Assalamualaikum," ucap Jansia dan ia menujukkan senyumannya ketika Rayhan mengangkat wajahnya lalu menatap Janisa sekilas. "Hmmm, Pak ini jas Bapak, sudah saya cuci bersih Pak," jelas Janisa.
Rayhan menatap Janisa dengan dingin membuat jantung Jansia berdetak dengan kencang karena panik. Tentu saja panik dan Janisa tidak mungkin mengatakan jika saat ini jantungnya berdetak dengan kencang karena hatinya menganggumi sosok tampan yang berada dihadapannya. "Letakkan disana!" Ucap Rayhan menujuk bufet yang berada disampingnya.
"Oke Pak," ucap Jansia dan ia segera meletakkan paperbag yang berisi jas milik Rayhan itu diatas bufet. "Hmmm...Terimakasih Pak," ucap Janisa.
"Sama-sama," ucap Rayhan tanpa menatap Janisa. Baru kali ini Janisa merasa kesal kepada laki-laki yang tidak terlihat tertarik kepadanya. Biasanya ia selalu mudah menarik perhatian laki-laki, apalagi para lelaki selalu memujinya imut, cantik dan manis.
"Saya permisi Pak," ucap Janisa.
"Hmmm..." ucap Rayhan.
"Assalamualikum," ucap Janisa.
"Waalaikumsalam," ucap Rayhan dan ia mengalihkan pandangannya kepada Jansia yang ternyata saat ini masih menatapnya dan berdiri dihadapannya.
"Kenapa kamu belum pergi?" Tanya Rayhan membuat Janisa yang segera tergagap karena ketahuan memperhatikan Rayhan.
Janisa segera membalik tubuhnya dan ia melangkahkan kakinya mendekati pintu, lalu membukanya. Ia mempercepat langkah kakinya dan berharap ini terakhir kalinya ia datang ke ruangan ini. Janisa memutuskan untuk menemui Nela yang berada didepan gedung prodi dan disana memajang nama-nama yang lolos mengajukan skripsi berikut dengan pembimbingnya. Janisa melihat Nela yang saat ini berada disana sambil menatap papan pengumuman.
"Nela," panggil Janisa. Nela melambaikan tangannya dan meminta Jansia untuk datang mendekatinya.
Janisa berada disamping Nela dan ia menujuk papan pengumuman, Janisa mencari namanya dan ia terkejut ketika menemukan namanya. Nama pembimbing yang sama sekali tidak ia harapkan, ia merasa sangat kecewa karena sepertinya ia akan menghadapi hal yang sangat luar biasa didalam hidupnya.
"Nel, kayaknya aku bakal pindah Universitas lagi," ucap Janisa dengan tatapan sendu dan ia mengigit bibirnya.
"Yang sabar ya Jan, orang sabar disayang Allah," ucap Nela membuat Janisa menganggukkan kepalanya.
Janisa harus siap menjalakan misinya menuju neraka misi menghadapi sang iblis tampan yang pastinya tidak akan mudah ia hadapi.