Di Mobil
Tak ada tempat lain yang akan mereka tuju selain makam Viko. Memang mereka tidak tahu dengan pasti apakah Zoya ada disana. Namun, tak ada salahnya mereka mencari kesana. Cinka mengajak Pandu satu mobil dengannya agar Pandu dapat mengarahkan ke makam Viko.
Sebelum mereka pergi ke makam, Pandu menyempatkan waktu sebentar untuk berkenalan dengan Cinka dan adik-adiknya. Setelah berkenalan, barulah mereka menuju ke makam Viko untuk mencari tahu apakah Zoya ada disana atau tidak.
“Sebelum kita berangkat. Kenalin saya Pandu,” ucap Pandu sambil mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.
“Saya Cinka. Saya anak sulung dari empat bersaudara dan ini adik-adik saya sekaligus juga kakak-kakak Zoya,” ucap Cinka.
“Olivia,” ucap Olivia berjabat tangan dengan Pandu.
“Sarah,” ucap Sarah berjabat tangan dengan Pandu.
“Salam kenal ya. Semoga kita bisa sama-sama menemukan Zoya,” ucap Zoya. Setelah itu mereka pergi ke makam Viko.
Selama di perjalanan, Cinka mengobrol banyak dengan Pandu terkait hubungan adiknya dengan adik Pandu. Cinka tidak tahu bahwa Zoya memiliki seorang teman dekat laki-laki bahkan menurut teman Zoya, kedekatan mereka bukan lagi sekedar teman biasa melainkan hubungan berpacaran.
“Kalau boleh tahu sedekat apa Zoya sama adik kamu? Jujur aku gak tahu kalau Zoya punya temen cowok,” tanya Cinka sambil menyetir mobil.
Pandu menjawab,“Kalau dibilang dekat sih dekat banget. Zoya gak cuma dekat sama Viko tapi juga sama keluargaku. Lebih tepatnya Zoya gak cuma sekedar kenal tapi sangat akrab sama aku dan kedua orang tuaku. Menurutku, Zoya gadis yang baik dan ramah sama siapa saja.”
“Kok mereka bisa kenal? Kenal dari mana ya?” tanya Olivia yang duduk di jok belakang.
“Setahuku mereka berteman dekat dari SMP. Adik saya, Viko sampai minta sekolah di tempat yang sama dengan Zoya hanya karena gak mau jauh-jauh dari Zoya. Ternyata persahabatan mereka makin hari makin kental bahkan Zoya sering main ke rumahku,” ucap Pandu.
“Beneran cuma sahabat? Soalnya tadi kami ketemu sama teman sekelas Zoya. Dia bilang kalau Zoya dan Viko udah pacaran,” ucap Sarah yang juga duduk di jok belakang.
“Aku gak tahu sih apa mereka beneran pacaran atau cuma sekedar sahabat dekat karena Viko gak pernah cerita sama aku. Begitu juga dengan Zoya dan sepertinya Zoya juga tidak mungkin mau curhat sama aku. Lagian kalau pun mereka pacaran juga aku gak ngelarang namanya juga anak muda. Apalagi di usia-usia mereka sekarang kan lagi masa-masanya merasakan cinta,” ucap Pandu.
“Kalau kami jelas akan melarang Zoya berpacaran karena kami menganggap Zoya masih kecil. Itu juga sesuai dengan amanat dari almarhum orang tua kami. Sebelum meninggal, almarhum orang tua kami berpesan bahwa anak-anaknya tidak boleh berpacaran sebelum lulus SMA. Semua anak-anaknya baru boleh pacaran kalau udah lulus SMA,” ucap Olivia.
“Kami akan menerapkan aturan yang sama buat Zoya. Kami gak akan mengizinkan dia pacaran sama cowok manapun sebelum dia lulus SMA,” imbuhnya.
“Ya baguslah kalau seperti itu. Berarti kalian benar-benar menjaga Zoya supaya dia cuma fokus belajar dan sekolah,” ucap Pandu.
Di Makam
Setelah perjalanan kurang lebih 20 menit, akhirnya mereka sampai di sebuah makam. Begitu turun dari mobil, Pandu langsung mengajak mereka ke tempat dimana almarhum Viko dimakamkan. Karena kemarin dan tadi malam hujan deras, maka jalanan menuju makam Viko sangat becek.
Meski begitu, jalanan yang becek karena hujan tersebut tak menghalangi mereka untuk tetap ke makam Viko. Sesampainya di makam Viko, mereka akhirnya menemukan Zoya. Ternyata dugaan mereka benar, Zoya ada di makam tersebut dengan seragam sekolah yang ia pakai kemarin.
Zoya memeluk makam Viko sambil menangis meratapi kepergian Viko untuk selama-lamanya. Kemungkinan Zoya ada di makam Viko sejak kemarin tepatnya setelah ia pergi dari kediaman Viko. Cinka benar-benar kasihan melihat kondisi adik bungsunya yang memprihatinkan.
Wajahnya pucat, rambutnya lusuh, dan seragam sekolahnya yang semula berwarna putih seketika menjadi coklat dan sangat kotor karena terkena tanah kuburan. Cinka tak habis pikir mengapa Zoya tetap berada di makam. Apakah dia tidak takut sendirian di makam? Apakah dia tidak kedinginan karena hujan lebat tadi malam? dan apakah dia tidak lapar karena tidak pulang sejak kemarin.
“Ternyata kamu disini. Kita semua panik nyariin kamu,” ucap Cinka pada Zoya yang masih memeluk makam Viko.
“Kita pulang ya dek,” ucap Olivia menarik tangan Zoya.
“Enggak. Aku mau disini nemenin Viko,” ucap Zoya menolak.
“Kamu kan udah disini dari kemarin. Sekarang saatnya kamu pulang,” ucap Sarah.
“Pokoknya aku gak mau pulang,” ucap Zoya.
Cinka mendekati Zoya, memegang dahi dan lehernya yang hangat, “Dek, kita pulang ya. Kamu udah sepucet ini masa tetap mau disini. Kita pulang ya karena kamu harus istirahat. Kamu juga harus makan karena dari kemarin kamu pasti belum makan kan.”
“Aku gak peduli yang penting aku tetap mau disini,” ucap Zoya.
“Mau sampai kapan kamu disini? Nanti kamu sakit,” ucap Sarah.
“Sebenarnya sekarang dia udah sakit. Tadi kakak cek kondisi tubuhnya hangat dan mukanya pucet,” ucap Cinka.
“Tuh kan. Masa udah sampai kayak gitu kamu masih mau disini,” ucap Sarah pada Zoya.
“Kalau kakak mau pulang, pulang aja. Aku gak nyuruh kalian kesini dan aku juga gak minta kalian menjemputku,” ucap Zoya.
“Kita gak mungkin bisa hidup tenang kalau kamu gak ada dirumah. Mamah dan Papah disana pasti sedih melihat kamu kayak gini,” ucap Olivia.
Zoya berbicara tanpa berpikir panjang, “Aku pengen mati aja biar bisa ketemu Papah, Mamah, dan Viko.”
“Hush! Ngomong apa kamu? Kamu mau ninggalin kakak? Ninggalin kak Oliv dan kak Sarah? Itu yang kamu mau? Enggak ya. Kamu masih muda dan masa depan kamu masih panjang. Jangan mikirin sesuatu yang terlalu jauh apalagi sampai mengorbankan kehidupan kamu,” ucap Cinka pada Zoya.
“Aku kehilangan orang-orang yang aku sayang kak, aku gak bisa hidup tanpa mereka. Sejak Mamah dan Papah gak ada, aku kesepian. Untungnya Viko datang dan selalu ada buat aku tapi ternyata itu cuma sementara. Sekarang aku akan kesepian lagi karena orang-orang yang aku sayang udah pergi,” ucap Zoya.
Cinka memegang pundak Zoya kemudian menatap wajahnya yang sudah pucat, “Jadi kamu gak sayang sama kakak? Kamu gak sayang juga sama kak Olivia dan kak Sarah?”
“A..a..aku sayang tapi rasa sayangku sama kalian gak sebesar rasa sayangku sama orang-orang yang udah pergi ninggalin aku,” ucap Zoya.
“Kenapa? Apa salah kita sampai kamu gak seratus persen sayang sama kita bertiga? Kita ini kakak kandung kamu. Dan itu artinya kita masih punya hubungan sedarah,” ucap Sarah.
“Hubungan kakak dan adik kita itu cuma status. Kalian gak pernah menunjukkan peran kalian sebagai kakak karena kalian terlalu sibuk dengan dunia kalian sendiri. Kalian juga selalu mengesampingkan aku dalam setiap obrolan. Apapun selalu kalian bicarakan bertiga tanpa aku dan kalian gak pernah menganggap aku ada,” ucap Zoya.
“Selama ini aku selalu kesepian dan kalian gak pernah menyadari itu. Karena apa? Karena kalian sibuk dengan kehidupan kalian masing-masing. Kalian lupa kalau kalian punya adik yang butuh untuk diajak bicara, didengarkan keluh kesahnya, dan dianggap ada. Aku udah gede kak aku ingin sesekali kalian melibatkan aku,” imbuhnya.
Mendengar uneg-uneg Zoya, Cinka langsung memeluknya dan meminta maaf “Ya ampun ternyata itu yang kamu mau. Maafin kakak ya karena kakak gak pernah sadar kalau kamu kesepian. Mulai sekarang kakak janji akan selalu ada waktu buat kamu.”
“Maafin kak Oliv juga ya karena selama ini kak Oliv terlalu sibuk sama kerjaan kakak. Mulai sekarang Kak Oliv juga janji akan nemenin kamu dan dengerin cerita kamu,” ucap Olivia.
“Mulai sekarang kita akan selalu ada buat kamu,” ucap Zoya.
“Sebaiknya kamu dengar apa kata kakak-kakak kamu Zoy. Apa yang mereka katakan itu benar,” ucap Pandu.
“Iya bang,” ucap Zoya pada Pandu yang sekarang lebih tenang. Namun, masih belum mau diajak pulang.
“Sekarang kita pulang ya,” ucap Cinka pada Zoya.
Zoya mendorong Cinka, “Kenapa sih masih ngajak aku pulang kan aku udah bilang kalau aku gak mau pulang! Mendingan kakak pulang aja sendiri gak usah ngajak-ngajak aku!”
“Kakak gak akan pulang kalau kamu juga gak pulang,” ucap Cinka.
“Kak, biarin aku disini. Aku gak mau jauh-jauh dari Viko,” ucap Zoya.
“Mau sampai kapan sih dek kamu disini? Kamu harus menerima kenyataan kalau kamu dan dia udah beda alam. Percuma kamu disini toh kamu gak akan ketemu sama dia. Lagian keadaan kamu udah kayak gini,” ucap Sarah.
“Aku emang gak melihat raganya tapi aku merasakan kehadirannya,” ucap Zoya.
Melihat keadaan Zoya yang semakin menjadi-jadi dan tidak wajar, sudah saatnya Pandu untuk terjun langsung menasehatinya. Pandu meminta Cinka minggir agar ia bisa berbicara dengan Zoya.
“Zoy, abang tahu kamu sangat menyayangi Viko. Abang juga tahu bagaimana kedekatan kamu sama Viko. Tapi untuk sekarang, kamu harus mulai membuka mata dan hati kamu kalau takdir hidupmu berbeda dengan takdir hidup Viko. Abang minta kamu ikhlaskan kepergian Viko dan mulai kehidupan kamu yang baru,” ucap Pandu.
Pandu mengambil sesuatu dari jaketnya, “Ini.”
“Apa ini?” tanya Zoya.
“Abang juga gak tahu itu apa tapi yang jelas itu buat kamu. Abang menemukan itu di kamar Viko. Karena ada foto kamu, abang yakin itu pasti buat kamu. Mungkin Viko sengaja menyiapkan kado untuk kamu tapi dia belum sempat memberikannya sama kamu,” ucap Pandu.
Zoya membuka kado tersebut dan betapa terkejutnya ia saat melihat di dalamnya. Kado kecil tersebut berisi beberapa foto Zoya dan Viko dengan ukuran 2x3, anting, dan sebuah surat yang Viko tulis sebelum ia meninggal. Zoya mengambil surat itu dan membacanya.
“Happy Birthday Zoya! Aku doakan semoga kamu panjang umur, sehat selalu, dan mendapatkan banyak kebahagiaan. Aku janji aku akan selalu ada buat kamu dan menemani kamu supaya kamu gak kesepian. Aku ingin menghabiskan masa mudaku dan masa tuaku hanya bersama kamu.”
“Maaf kalau setiap kamu ulang tahun aku gak pernah mengucapkan secara langsung karena jujur aku lebih nyaman mengungkapkannya lewat tulisan. Oh iya, ada satu lagi yang mau aku sampaikan sama kamu. Apa yang pernah aku kasih ke kamu termasuk anting ini adalah hasil dari aku menang balap liar.”
“Aku seneng bisa kasih sesuatu buat kamu dari uang hasil jerih payahku sendiri. Aku bersyukur Tuhan selalu memberi aku kemenangan agar aku bisa membahagiakan orang-orang disekitar aku termasuk kamu. Maaf kalau sebelumnya aku gak pernah bilang sama kamu kalau aku ikut balap liar.”
“Setelah kamu baca surat ini, tolong jangan larang aku balap liar ya. Karena aku suka ikut balap liar dan aku juga mendapatkan uang dari sana.”
Setelah membaca isi surat tersebut, Zoya tidak menyangka bahwa apa yang Viko beri selama ini berasal dari hasil ia menang balap motor. Jika saja Zoya tahu, Zoya tidak akan membiarkan Viko mengikuti balap liar karena itu terlalu berbahaya apalagi untuk remaja sepertinya.
“Viko!!! Kenapa kamu baru kasih tahu aku kalau kamu ikut balap liar. Lebih baik aku gak usah kamu kasih sesuatu daripada kamu harus berada dalam bahaya. Vikooo,” ucap Zoya sambil menangis kejer.
“Zoya.. Kamu yang sabar ya,” ucap Pandu.
Karena sudah melihat Zoya seperti itu, Cinka tak akan tinggal diam. Mau tak mau Cinka harus membawa Zoya pulang dengan paksa. Cinka meminta Olivia dan Sarah membawa Zoya ke dalam mobil.
“Liv, Sar, kita gak mungkin biarin Zoya terus-menerus disini apalagi dalam keadaan kayak gini. Sebaiknya kita bawa Zoya paksa aja,” ucap Cinka.
“Gak apa-apa kak?” tanya Sarah.
“Gak apa-apa karena ini demi kebaikan kita bersama. Kita juga gak mungkin tega membiarkan Zoya tetap ada disini sendirian. Dia juga lagi sakit kan jadi gak ada pilihan lain selain bawa dia dengan paksa,” ucap Cinka.
“Kalau gitu kita bawa Zoya sekarang aja kak,” ucap Olivia dan Cinka mempersilahkan.
Sarah dan Olivia menarik Zoya dari makam Viko, “Dek, ayo pulang.”
“Enggak. Aku gak mau pulang,” ucap Zoya berontak tetapi masih kalah dengan tenaga Olivia dan Zoya.
“Kakak bilang pulang ya pulang. Bandel banget sih,” ucap Sarah.
Setelah Olivia dan Sarah berhasil membawa Zoya kedalam mobil, barulah Cinka akan pulang.
“Pandu, makasih ya kamu udah bantuin aku nemuin Zoya. Aku gak tahu lagi deh kalau gak ada kamu Zoya mungkin gak akan ketemu,” ucap Cinka.
“Sama-sama. Tolong lebih diperhatikan lagi ya Zoya. Aku kasihan sama dia,” ucap Pandu.
“Pasti. Aku pasti akan lebih perhatian sama Zoya,” ucap Cinka.
“Ya udah kita pulang yuk. Aku akan anterin kamu pulang,” ucap Cinka.
“Gak usahlah. Aku bisa pulang sendiri kok. Lebih baik kamu urus Zoya,” ucap Pandu.
“Kamu serius gak mau aku anterin?” tanya Cinka.
“Gak perlu karena aku bisa pulang sendiri,” ucap Pandu.
“Ya udah. Kalau gitu aku duluan ya. Sekali lagi makasih ya kamu udah bantuin aku,” ucap Cinka kemudian menuju mobilnya.