Malam Hari di Rumah
Bukan hal mudah untuk mengikhlaskan kepergian seseorang yang sangat disayangi, begitu juga yang saat ini Zoya alami. Kepergian Viko untuk selama-lamanya menyisakan kesedihan mendalam. Hal ini karena selama ini hanyalah Viko yang selalu membuatnya ceria dan tidak kesepian.
“Vik, kenapa sih kamu harus ikut balap liar itu? Kalau aja aku tahu kamu mendapatkan uang dari hasil balap liar aku pasti gak akan mengizinkan kamu untuk terus balapan di jalanan. Lebih baik kamu gak usah kasih aku apa-apa daripada kamu harus menanggung resiko yang besar,” ucap Zoya sambil memandangi kado terakhir dari Viko yang berisi anting dan surat.
“Padahal aku pengen banget bisa merayakan ulang tahunku bersama kamu. Aku pengen menghabiskan waktu seharian di hari ulang tahunku sama kamu. Dan aku juga pengen kita bertemu di ulang tahunku dan ulang tahunmu di tahun-tahun yang akan datang. Tapi harapanku sudah musnah karena kamu pergi dan tidak akan kembali,” imbuhnya.
Tiba-tiba ada ketukan pintu yang membuyarkan lamunannya, “Tok..Tok..
Mendengar itu, Zoya langsung menyembunyikan kado kecil tersebut di laci meja yang terdapat di samping tempat tidurnya. Kemudian barulah Zoya mempersilahkan mereka masuk “Masuk.”
Cinka, Olivia, dan Sarah masuk ke kamar Zoya. Cinka membawakan Zoya makan malam, Olivia membawakan obat-obatan, dan Sarah membawa sebuah selimut. Kedatangan kakak-kakaknya membuat Zoya tidak nyaman, karena sebenarnya Zoya sedang tidak ingin diganggu.
Cinka duduk di tempat tidur Zoya sambil menaruh sebuah nampan berisi makanan di pangkuannya “Kamu makan malam ya,”
“Enggak ah kak. Aku udah kenyang,” ucap Zoya.
“Kenyang? Jangan bohong deh. Kamu kan belum makan dari kemarin,” ucap Cinka.
“Tapi aku bener-bener enggak laper kak. Serius deh,” ucap Zoya.
“Kamu tuh harus makan terus minum obat,” ucap Olivia sambil menunjukkan obat yang ia pegang.
“Minum obat? Emangnya aku sakit apa? Aku kan gak lagi sakit,” ucap Zoya.
“Bener kamu gak sakit? Tapi badan kamu hangat dan muka kamu pucet banget,” ucap Olivia.
“Aku nggak sakit kak. Dan ini lagi kak Sarah ngapain bawa selimut ke kamar aku? Di kamarku kan udah ada selimut,” ucap Zoya.
“Malam ini kita bertiga akan tidur di kamar kamu,” ucap Sarah.
“Aku gak laper, aku juga gak sakit, dan aku lagi pengen sendiri. Jadi mendingan kalian keluar dari kamarku deh,” ucap Zoya.
“Ya udah kalau kamu gak mau minum obat dulu tapi setidaknya kamu makan ya. Kakak suapin,” ucap Cinka.
“Aku gak mau kak,” ucap Zoya.
“Lapar atau nggak lapar kamu harus tetap makan. Kalau kamu tetep gak mau makan kita akan melakukan berbagai cara supaya kamu makan termasuk dengan pemaksaan,” ucap Cinka.
“Kak Cinka jangan galak-galak dong. Aku takut,” ucap Zoya.
“Makannya kalau kamu gak mau kakak galak kamu harus makan. Lagian ini kan demi kebaikan kamu juga. Jangan menolak sesuatu yang kamu tahu itu baik buat kamu,” ucap Cinka.
“Ya udah aku mau makan tapi jangan paksa ya karena kalian kalau maksa suka keterlaluan. Gak mikirin aku tapi langsung melakukan sesuka hati kalian. Aku gak mau kayak tadi pagi pas kalian nyamperin aku ke makamnya Viko, terus bawa aku pulang, dan sesampainya dirumah kalian nyiram aku pake air. Emangnya aku apaan digituin,” ucap Zoya.
“Kalau kamu mau kooperatif pasti kita gak bakal gituin kamu kok,” ucap Sarah.
Cinka tersenyum, kemudian menyuapi Zoya makan “Udah-udah sekarang kamu makan ya.”
Setelah makan, Zoya tidur dengan diapat oleh kedua kakaknya. Sarah di sisi kiri, Olivia disisi kanan, dan Zoya di tengah. Sementara itu, Cinka tidur di Sofa. Malam ini ketiga kakak Cinka sengaja ingin menemani Zoya.
“Kalian ngapain masih disini?” tanya Zoya.
“Kita mau nemenin kamu,” ucap Sarah.
“Aku bisa tidur sendiri kok. Kalau masa kalian jadinya sempit,” ucap Zoya.
“Sekali-kali kita mau nemenin kamu, mau lebih perhatian lagi sama kamu, dan biar kamu gak kesepian. Pokoknya kamu gak boleh protes. Titik,” ucap Olivia. Mendengar itu, Zoya hanya bisa pasrah.
Setelah adik-adiknya tidur, barulah Cinka tidur. Saat hendak tidur, Cinka melihat ada gunting jatuh di lantai. Kemudian Cinka mengambil gunting tersebut dan memasukkannya ke dalam laci. Saat memasukkan gunting itu ke laci, Cinka melihat sebuah kado yang diberikan Pandu kepada Cinka kemarin.
Karena penasaran, Cinka mengambil kado tersebut. Cinka ingin tahu apa isinya sampai-sampai membuat Zoya menangis histeris. Setelah dibuka, akhirnya Cinka mengetahui bahwa isinya adalah anting dan surat. Cinka membiarkan anting itu tetap di kado, kemudian membaca suratnya.
“Gunting kok dibiarin di lantai kayak gini. Kalau kesandung orang kan bahaya,” ucap Cinka mengambil gunting itu.
Ketika memasukkan gunting ke laci, “Lho ini kan kado yang Pandu kasih ke Zoya kemarin. Aku penasaran deh apa ya isinya.”
Cinka mengambil kado tersebut, “Maaf ya dek kakak buka kado kamu dulu.”
Betapa terenyuh Cinka ketika membaca isi surat yang ada dalam kado tersebut. Ternyata itu surat dari Viko, seseorang yang sangat berarti dalam hidup Zoya. Cinka tidak menyangka laki-laki semuda Viko sudah terpikirkan untuk berbuat seperti itu untuk perempuan yang sangat ia sayangi.
“Pantesan Zoya secinta itu sama Viko ternyata Viko orangnya baik dan selalu berusaha menyenangkan Zoya. Laki-laki semuda Viko aja bisa berpikir dewasa dan menjaga apa yang dia punya. Viko juga berusaha untuk membahagiakan Zoya dengan caranya sendiri. Aku salut sama Viko meskipun dia udah gak ada tapi apa yang dia lakukan buat Zoya akan selalu aku kenang,” ucap Cinka sambil membaca isi surat dari Viko.
“Tapi yang aku heran kenapa dari dulu aku gak pernah mendapatkan laki-laki yang baik dan tulus ya? Aku sama sekali gak pernah menemukan laki-laki yang ingin membahagiakan aku. Dari dulu aku selalu aja ketemu laki-laki yang enggak baik, enggak benar-benar cinta, dan enggak pernah serius sama aku.” ucap Cinka.
“Bukannya membahagiakan tapi malah ingin memanfaatkan. Sebenarnya aku udah trauma menjalin hubungan lagi sama laki-laki tapi aku gak punya pilihan lain. Aku terpaksa harus membuka hati agar bisa menikah demi memenuhi keinginan adik-adikku. Sepertinya aku harus banyak-banyak berdoa agar bisa dipertemukan dengan laki-laki yang baik dan bukan seperti mantan-mantanku yang gak tau diri itu,” pungkasnya.
Setelah membaca isi surat dari Viko untuk Zoya, Cinka memasukkan surat itu kado lagi dan kemudian memasukkan kadonya ke laci.