Jangan Menuduh

2526 Kata
Mencari pekerjaan bukanlah hal yang mudah, begitulah yang Pandu rasakan. Pandu sudah mendatangi satu perusahaan ke perusahaan lainnya tetapi tidak ada satupun yang cocok. Hal ini karena sebagian besar perusahaan sedang tidak membuka lowongan pekerjaan, sedang beberapa lainnya tidak menerima Pandu sebagai karyawan. “Perusahaan kami sedang tidak mencari karyawan baru,”  “Maaf, kamu tidak memenuhi persyaratan untuk bekerja di perusahaan kami. Silahkan keluar,” “Untuk saat ini, perusahaan kami sedang tidak membuka lowongan pekerjaan. Mohon maaf,” “Mohon maaf, kamu belum memenuhi syarat untuk bergabung dengan perusahaan kami. Kamu bisa mencari lowongan di perusahaan lain,” Meskipun ditolak dari sana sini, tetapi Pandu sama sekali tidak menyerah. Mengingat banyak impian yang ingin Pandu kejar, dia menjadi semakin bersemangat. Pandu akan terus berusaha sampai ia mendapatkan pekerjaan. Pandu selalu optimis dan berpikir positif bahwa dia akan mendapatkan pekerjaan.  ****** Setelah memasuki beberapa perusahaan, Pandu merasa lelah. Pandu memutuskan untuk beristirahat sebentar sebelum ia melanjutkan menuju perusahaan lainnya. Pandu meminggirkan motornya kemudian duduk di bangku trotoar. “Cuacanya panas banget hari ini,” ucap Pandu. Disisi lain, Zoya baru pulang dari sekolah. Biasanya dijemput salah satu dari kakaknya tetapi hari ini mereka sibuk, sehingga Zoya disuruh pulang sendiri. Ketika Zoya diantar pulang oleh ojek, kebetulan ia melihat Pandu yang sedang duduk di bangku trotoar. Zoya pun berhenti dan hendak menyusul Pandu. “Bang, bang. Berhenti disini bang!” ucap Zoya pada supir ojek itu. “Kan belum sampe neng,” ucap supir. “Udah turun disini aja bang. Tenang aja bang saya akan tetap bayar abang full meskipun gak sampai dirumah saya,” ucap Zoya. “Ya udah deh,” ucap supir kemudian berhenti dipinggir jalan. “Nih uangnya,” ucap Zoya membayar biaya transportasinya. “Makasih neng,” ucap supir ojek itu menerima uang dan segera pergi. Setelah turun dari ojek, Zoya menyusul Pandu yang sedang duduk di bangku trotoar sendirian. Karena Zoya sudah lama mengenal Pandu, maka Zoya sudah sangat akrab dengan Pandu. Zoya berjalan pelan-pelan kemudian mengagetkan Pandu hingga membuatnya terkejut. “Dorrr!” ucap Zoya mengagetkan Pandu. “Zoya! Kamu nih ngagetin abang aja!” ucap Pandu terkejut. Kemudian Zoya duduk disamping Pandu, “Bang Pandu ngapain disini? Mana pakai baju rapi banget lagi.” “Emangnya abang gak boleh duduk disini dengan penampilan rap?” tanya Pandu. “Ya bolehlah bang tapi kok tumben gitu lho. Lagian abang kenapa sensi amat sih,” ucap Zoya. “Siapa yang sensi? Perasaan kamu aja kali,” ucap Pandu. “Jadi sebenarnya abang disini ngapain? Mau kencan sama kak Cinka?” tanya Zoya. “Bukan,” jawab Pandu. “Terus ngapain dong abang disini?” tanya Zoya. “Abang abis nyari kerjaan tapi belum dapet dan sekarang abang lagi istirahat bentar,” ucap Pandu. “Nyari kerjaan? Emang abang udah gak jadi tukang kayu?” tanya Zoya. “Sepi orderan nih Zoy. Makannya abang mau nyari kerjaan baru,” ucap Pandu. “Mau nyari kerja apa bang?” tanya Zoya. “Apa aja deh yang penting halal,” ucap Pandu. “Kebetulan sekolahku lagi nyari tukang kebun bang. Baru aja tadi lokernya ditempel di depan pagar sekolah,” ucap Zoya. “Kamu serius Zoy?” tanya Pandu. “Ya serius dong bang. Kalau hal-hal kayak gini gak mungkin lah aku bercanda,” ucap Zoya. “Makasih informasinya ya Zoy. Besok abang bakal sekolah kamu buat melamar kerja jadi tukang kebun itu,” ucap Pandu. “Abang yakin mau jadi tukang kebun?” tanya Zoya. “Yakinlah Zoy. Selama ada lowongan dan abang masuk kualifikasinya, kenapa enggak? Abang pasti maulah,” ucap Pandu. “Emang pas abang ngelamar pekerjaan di perusahaan, gak ada yang cocok bang?” tanya Zoya. “Sebagian gak buka lowongan kerja, sebagian lagi gak menerima abang. Rata-rata perusahaan nyarinya S1 atau minimal D3, sedangkan abang cuma lulusan SMA. Jelas abang bakal gagal kalau melamar di perusahaan yang persyaratannya itu,” ucap Pandu. “Oh gitu. Ya udah besok abang datang aja pagi-pagi ke sekolahku,” ucap Zoya. “Siap. Makasih banyak ya Zoy udah ngasih tahu informasinya ke abang,” ucap Pandu. “Iya-iya bang. Santai aja kali kayak sama siapa aja,” ucap Zoya. Ketika sedang mengobrol dengan Zoya, Pandu memperhatikan ada yang berbeda dari wajah Zoya. Wajah Zoya tampak pucat tetapi Zoya tak terlihat seperti orang sakit. Pandu pun heran apa yang sebenarnya terjadi pada Zoya. Pandu mengatakan, “Zoy, abang perhatiin kok kayak ada yang beda sama kamu.” “Beda apanya sih bang? Dari dulu kan mukaku emang begini,” ucap Zoya. “Enggak-enggak, bukan bentuk wajah kamu tapi warna wajah kamu. Muka kamu tuh pucet banget. Apa kamu lagi sakit?” tanya Pandu. “Abang gimana sih, orang aku baik-baik aja. Aku gak kenapa-napa bang serius deh,” ucap Zoya. Setelah itu, Zoya langsung buru-buru ingin pergi “Ya udah bang. Aku pulang dulu ya.” “Abang anter ya,” ucap Pandu. “Iya deh. Lumayankah bisa hemat,” ucap Zoya. “Ternyata kamu bisa mikir hemat juga ya,” ucap Pandu. “Lah emangnya kenapa?” tanya Zoya. “Kamu kan dari keluarga kaya. Kalau uang habis ya tinggal minta sama kakak-kakakmu itu,” ucap Pandu. “Meskipun kami dari keluarga kaya tapi almarhum orang tua kami selalu mengajarkan kami untuk berhemat. Nah jadi kebawa deh sampai sekarang hahaha,” ucap Zoya. “Wah.. keren!” ucap Pandu. Pandu mengambil helm di motornya kemudian memberikannya pada Zoya yang sudah duduk di belakangnya, “Pakai helm dulu nih.” Baru saja ingin memberikan helm pada Zoya, tetapi Zoya mimisan dan pingsan dengan menyandar di punggungnya. Darah segar yang keluar dari hidung Zoya mengenai baju Pandu. Melihat apa yang terjadi pada Zoya, Pandu langsung membaringkan Zoya di bangku trotoar itu. Selanjutnya, Pandu menghubungi Cinka tetapi nomornya tidak aktif. Pandu bingung harus menghubungi siapa lagi karena dia juga tidak memiliki nomer Olivia dan Sarah. Pandu pun meminta bantuan orang untuk mengantarkan Zoya pulang ke rumahnya. Hal ini karena Pandu tak mungkin membawa Zoya pulang dengan menggunakan sepeda motornya. “Pak, tolongin anak ini pak. Kasihan dia mimisan dan pingsan. Saya mau bawa dia pulang tapi saya cuma naik motor,” ucap Pandu pada salah satu orang yang ada disana. “Bisa mas. Mari saya antar pulang,” ucap pria paruh baya tersebut. Di Rumah Cinka Pandu membawa Zoya ke dalam mobil untuk diantarkan pulang. Sementara itu, pria pengemudi mobil itu mengikuti Pandu dari belakang. Sesampainya di depan gerbang rumah Cinka, pria tersebut tak bisa mengantar sampai dalam karena dia masih ada urusan lain yang lebih penting. Pria itu membuka kaca mobilnya, lalu berbicara pada Pandu “Mas, maaf saya cma bisa anter sampai gerbang aja karena saya masih ada urusan lain.” “Iya pak. Gak apa-apa. Terima kasih ya pak sudah mau mengantarkan sampai rumahnya,” ucap Pandu. Pandu mengambil Zoya dari dalam mobil pria tersebut, kemudian ia membopong Zoya dan segera membawanya masuk ke rumahnya. Dikarenakan waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 sore, maka kemungkinan Cinka dan kedua adiknya, Olivia dan Sarah sudah ada dirumah. Tok Tok (Pandu mengetuk pintu dengan sangat keras dan berkali-kali) “Iya,” ucap Sarah membuka pintu. “Aku mau nganterin Zoya,” ucap Pandu sambil membopong Zoya. “Ya ampun Zoya kenapa! Lo apain adek gue?!” tanya Sarah sambi membentak. “Gue bisa jelasin,” ucap Pandu. Kemudian Sarah memanggil kedua kakaknya, “Kak Cinka, kak Sarah! Buruin kesini!” “Ada apa sih Sar?” tanya Olivia. “Zoya? Zoya kenapa?” tanya Cinka. “Cin, sebaiknya kita bawa Zoya ke kamarnya dan bersihkan darah di hidungnya. Sekalian aku mau ngejelasin sama kalian,” ucap Pandu. Di Kamar Zoya Cinka mengusap dan membersihkan darah yang mengalir dari hidung Zoya. Sementara itu, Sarah dan Olivia malah menyalahkan Pandu. Mereka menuduh Pandu yang menyebabkan Zoya seperti ini. Namun, Pandu membela diri bahwa bukan dia yang membuat Zoya mengalami hal tersebut. “Lo apain adek gue sampai dia pingsan kayak gini,” ucap Olivia. “Bukan aku yang bikin Zoya kayak gini. Aku juga gak tahu kenapa Zoya bisa mimisan dan pingsan,” ucap Pandu. “Halah! Gak usah bohong deh. Zoya pingsan pasti gara-gara lo kan!” ucap Sarah. “Oliv, Sarah! Kalian apaan sih kok malah nuduh-nuduh Pandu kayak gitu. Harusnya kalian berterima kasih karena Pandu udah nganterin Zoya pulang,” ucap Cinka. “Kakak gimana sih? Zoya pingsan itu pasti karena Pandu!” ucap Olivia. “Biarkan aku jelasin apa yang sebenarnya terjadi. Tadi pas pulang sekolah, Zoya nyamperin aku pas aku lagi duduk di bangku trotoar. Setelah itu kita ngobrol sebentar dan pas kita mau pulang, Zoya tiba-tiba mimisan dan pingsan. Aku langsung minta bantuan orang buat nganterin Zoya pulang,” ucap Pandu. “Gue gak percaya. Lo pasti bohong,” ucap Sarah. “Ngapain juga aku bohong sama kalian. Aku berbicara yang sebenarnya,” ucap Pandu. Beberapa saat kemudian, Zoya bangun dari pingsan. “Akhirnya kamu sadar juga,” ucap Cinka yang duduk disebelah Zoya. “Kepalaku pusing banget kak,” ucap Zoya. “Ya udah kamu istirahat aja ya,” ucap Cinka. “Syukurlah kamu udah sadar Zoy,” ucap Pandu pada Zoya. “Makasih ya bang Pandu udah nganterin aku pulang. Aku gak tahu lagi deh kalau gak ada bang Pandu aku pasti bakal pingsan di jalanan,” ucap Zoya. “Kalian denger sendiri kan Liv, Sar? Zoya kayak gini bukan karena Pandu tapi justru Pandu lah yang menolong Zoya,” ucap Cinka. “Udahlah Cin gak usah diperpanjang,” ucap Pandu. “Pokoknya kalian berdua harus minta maaf sama Pandu dan panggil nama Pandu dengan lebih sopan lagi. Pandu ini kan pacar kakak jadi kalian juga harus menghormati Pandu seperti kalian menghormati kakak,” ucap Cinka pada Olivia dan Sarah. “Enggak. Kita berdua gak mau minta maaf sama Pandu!” ucap Sarah. Cinka kemudian mengatakan, “Kalau kamu gak mau minta maaf sama Pandu, kakak bakal stop uang jajan kamu dan biaya kuliah kamu. Dan kamu Oliv, kakak gak akan lagi ngasih uang kalau sewaktu-waktu kamu butuh bantuan kakak.” “Kak Cinka keterlaluan banget sih. Cuma masalah sepele aja dibesar-besarkan,” ucap Sarah. “Masalah sepele kamu bilang? Bagi kakak, ini masalah besar karena kedua adik kakak gak punya attitude yang baik. Kalian ini sudah dewasa seharusnya kalian juga bisa berpikir dewasa!” ucap Cinka. Zoya menambahkan, “Kak Sarah sama kak Oliv tinggal minta maaf doang apa susahnya sih. Minta maaf itu gak berat kak, yang berat itu gengsi kakak.” “Cinka, aku gak apa-apa kok. Kamu gak perlu setega itu sama adik-adik kamu,” ucap Pandu pada Cinka. “Bukanya aku tega tapi aku lagi ngasih pelajaran buat mereka supaya mereka bisa menghargai dan menghormati orang lain,” ucap Cinka. “Gimana nih kak?” bisik Sarah pada Olivia. “Ya mau gimana lagi. Kita gak punya pilihan lain,” jawab Olivia pada Sarah. “Buruan minta maaf sama bang Pandu kak,” ucap Zoya. Olivia meminta maaf pada Pandu, “Kak Pandu, aku minta maaf karena udah nuduh kak Pandu sembarangan.” “Aku juga minta maaf ya kak Pandu,” ucap Sarah. “Tanpa kalian minta maaf, aku udah memaafkan kok. Maafin aku juga ya kalau aku ada salah sama kalian,” ucap Pandu. “Saling memaafkan ya kak,” ucap Sarah. “Kalau bukan karena kak Cinka, gue gak sudi minta maaf sama lo!” batin Olivia. “Nah gitu kan enak dilihatnya. Pokoknya mulai sekarang kakak gak mau lagi kalian menuduh Pandu, menjelekkan Pandu, dan hal-hal buruk lainnya. Kalian harus tahu kalau Pandu itu orang yang baik dan dia gak akan mungkin punya niat jahat sama kita. Jadi kakak minta kalian stop berpikir buruk tentang Pandu,” ucap Cinka. “Iya kak,” jawab Sarah dan Olivia. Setelah Sarah dan Olivia meminta maaf pada Pandu, Cinka kemudian mengajak Zoya ke rumah sakit. Namun, ketika Cinka ingin membawanya ke rumah sakit, Zoya menolak. Hal ini karena Zoya memiliki phobia pada jarum suntik, sehingga ia tak mau ke rumah sakit karena takut disuntik. “Gimana badan kamu? Udah enakan?” tanya Cinka pada Zoya. “Kepalaku masih sedikit pusing kak,” ucap Zoya. “Kita ke rumah sakit sekarang ya. Kakak takut terjadi apa-apa sama kamu,” ucap Cinka. “Ngapain sih harus ke rumah sakit segala. Aku tuh gak kenapa-napa kak,” ucap Zoya. “Gak kenapa-napa gimana? Kamu mimisan, pingsan, dan muka kamu pucet kayak gini. Bukan cuma sekali tapi udah sering kamu kayak gini,” ucap Cinka. “Zoya paling susah kalau diajak ke rumah sakit padahal ini juga demi kebaikannya,” ucap Olivia. “Aku gak sakit kok jadi gak perlu ke rumah sakit,” ucap Cinka. “Kamu bilangnya nggak sakit tapi kita lihat kamu kayak orang sakit,” ucap Sarah. “Sebaiknya kamu dengerin kakak-kakak kamu Zoy. Kamu harus ke rumah sakit biar diperiksa dokter,” ucap Pandu. “Itu yang aku gak mau bang,” ucap Zoya. “Maksud kamu?” tanya Pandu. “Aku gak mau nanti pas diperiksa dokter malah disuntik juga. Soalnya aku phobia sama jarum suntik,” ucap Zoya. “Jadi ini alasan kamu dari dulu gak pernah mau ke rumah sakit? Hanya karena kamu takut disuntik, kamu sampai gak mau periksa ke dokter. Pantesna kalau sakit cuma mau minum obat dari apotik,” ucap Olivia. “Padahal kalau periksa ke dokter gak selalu disuntik kok. Itu tergantung dari kitanya aja mau nggak disuntik,” ucap Pandu. “Lagian kamu kan udah gede masa takut disuntik,” ucap Sarah pada Zoya. “Aku gak takut disuntik kak tapi aku phobia sama jarum suntik,” ucap Zoya. “Sama aja sayang,” ucap Sarah. “Apapun itu, pokoknya aku gak mau ke rumah sakit titik! Dan satu lagi, jangan paksa aku!” ucap Zoya. Cinka mengatakan, “Ya udah terserah kamu kalau gak mau ke rumah sakit tapi kalau sakit kamu makin parah, tanggung sendiri ya.” “Jangan ngomong gitu dong kak. Masa adiknya sendiri disumpahin sakit,” ucp Zoya. “Kakak gak nyumpahin ya,” ucap Cinka. “Kakak gak perlu khawatir aku pasti sehat dan aku gak akan sakit,” ucap Zoya. ***** Setelah mengantarkan Zoya pulang, Pandu bergegas akan pulang. Sebelum ia pulang, Olivia menghampirinya. Pandu berpikir bahwa masalahnya dengan kedua adik Cinka sudah selesai tetapi ternyata itu salah. Rupanya Olivia tidak serius meminta maaf dan berdamai dengan Pandu. “Pandu!” ucap Olivia kemudian menghampirinya. “Apa?” tanya Pandu. “Asal lo tahu ya kalau bukan karena kak Cinka gue gak bakalan minta maaf sama lo,” ucap Olivia. “Tanpa kamu ngasih tahu aku juga udah tahu,” ucap Pandu. “Bagus deh. Itu artinya lo sadar diri dan gak ngira kalau gue sama Sarah udah dukung lo sama kak Cinka. Ingat ya, selama lo masih miskin, gue sama Sarah gak akan pernah menyetujui hubungan lo sama kak Cinka!” ucap Olivia. “Sekarang aku emang miskin tapi lihat aja suatu saat nanti aku akan kaya bahkan lebih kaya dari kamu. Aku juga akan membuktikan kalau aku pantas menjadi pendamping hidup Cinka!” ucap Pandu menghidupkan motornya dan bergegas untuk pergi meninggalkan rumahnya. “Hih! Kebiasaan deh selalu aja pergi sebelum gue selesai ngomong!” ucap Olivia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN