Leonard membenamkan tubuhnya di bawah pancuran air dingin. Ia menunduk dengan kedua telapak tangan yang menempel pada dinding. Pria itu menutup mata. Air sedingin es batu yang mengguyur tubuhnya seakan-akan sanggup memadamkan api yang membakar darahnya beberapa saat yang lalu. Setelah puas merenggut kegadisan Victoria, Leonard malah mendapati dirinya begitu kacau. Entah apa maksud perasaannya. Bukankah semenit yang lalu ia merasa merdeka? Merasa senang? Puas telah menghancurkan satu-satunya keturunan Benedict yang tersisa. Setahun yang lalu ia telah salah membuat keputusan dengan membiarkan gadis itu hidup, dan inilah saat yang tepat untuk menghukumnya. Leonard merasa jika tindakannya sudah benar. Namun, dalam mata yang terpejam dengan bayangan gelap, mengapa wajah penuh nalangsa sang ga