Bab 6 ♡Bersama Naila♡

1088 Kata
Kenapa dia tampak mengagumkan? Ada apa ini dengan diriku! Apakah dia adalah orang yang tepat untukku atau bukan? ♡♡♡♡ Kania menatap penampilannya di kaca almari dengan senyuman lebar. Sebelum kembali kuliah, ia memutuskan liburan terlebih dahulu. Berjalan-jalan bersama Naila di mall atau ke tempat wisata di kota London ini. Ia hanya mengenakan baju pendek dengan luaran jaket denim, serta celana jins ketat. Rambutnya ia kuncir, dengan syal yang menggulung lehernya. Perfect, pikirnya saat menatap dirinya di kaca. Ia mengambil tas selempangnya dan menaiki lift lalu menuju ke bawah dekat pos satpam, menunggu Naila disana. Tak lama sebuah mobil yang sama seperti yang ia temui kemarin berhenti didepannya. Naila memintanya masuk mobil. Ternyata bukan hanya dirinya dan Naila saja, ada lelaki kemarin. "Lo cantik banget sih, Kania," ujar Naila. Kania tersenyum manis. "Iyalah cewek." "Bukan gitu, lo kayak berbie gitu. Kasih tahu dong tipsnya biar bisa cantik kayak lo?" tanya Naila dengan kekehan pelan. "Lo beneran mau tahu?" goda Kania. Sesekali mengerjai temannya tak apa-apa. "Apa?" tanya Naila dengan polos. "Cukup makan dengan sehat," jawab Kania dengan tertawa. Ia tak peduli jika tawanya mengganggu lelaki yang duduk dihadapannya ini. Lagipula lelaki itu tampak tenang mengemudi mobil. Naila memukul lengan Kania pelan. Ia merasa jengkel telah dikerjai temannya itu. Lalu pandangannya beralih pada lelaki disampingnya. "Diem aja lo!" Lelaki itu menatap Naila dengan alis terangkat sejenak. Lalu kembali menatap jalanan yang tampak lenggang. "Kenalin nih Kania, temen gue," ujar Naila pada lelaki disebelahnya dan Kania. Kania mengangguk kecil. Lelaki itu tampak datar, dan dingin. Naila memukul pelan lelaki disampingnya. "Dikasih tahu gak respon, sih." Lelaki itu langsung berdehem. "Zayn." "Semoga kalian bisa berteman dengan baik, ya. Lo juga Zayn, jangan dingin sama wanita. Gak dapet jodoh tahu rasa lo," ujar Naila yang membuat Zayn menatap tajam Naila. Akhirnya Kania tahu siapa lelaki itu. Ternyata Zayn, lelaki tampan yang entah siapa Naila. Menjadi temannya? Mungkin terdengar baik di telinganya. Sepertinya Zayn juga bukan orang sini. Mobil berhenti di sebuah taman yang indah. Kania dan Naila tersenyum senang. Mereka langsung mengambil kamera dan memotretnya. Bukan hanya lima kali, bahkan sampai puluhan kali mereka mengambil foto. Zayn yang semula menjadi supir, kini harus menjadi fotografer dadakan. Kasihan sekali lelaki itu. Kania tersenyum kepada Zayn. Ia mengambil ponselnya di tangan Zayn. "Terima kasih, ya," ujarnya. Zayn mengangguk saja. Lalu ia menghampiri Naila dan memeluknya  dari samping dengan erat. Kania di belakang menatap keduanya dengan senyuman lebar. Tampak serasi, mungkin mereka memang sepasang kekasih. Hanya saja Naila tidak mengatakannya. Kania dengan lari kecil menghampiri bunga dandelion. Ia memetik satu dan meiupnya pelan. Menatap langit yang cerah dengan senyuman lebar. Rambutnya sudah ia urai, kini ikut berkibar seiring arah mata angin. Zayn diam-diam memfoto Kania. Ia tersenyum tipis ketika melihat hasil potretannya. Sangat cantik menurutnya. Lalu ia mengambil foto Naila juga yang sedang meniup dandelion kearah Kania. Zayn menatap kedua foto tersebut. Kania dan Naila memang berbeda. Namun, baginya Kania lebih cantik daripada Naila. Kania mengambil ponselnya di saku celana ketika ia merasakan ada getaran. Nama kakaknya terpampang di layar ponsel. Ia meminta izin pada Naila untuk mengangkat telefon. "Ada apa, kak?" tanya Kania to the point ketika ia sudah menjauhi Naila. Ia hanya tak ingin pembicaraannya di dengar oleh siapapun. "Kania, salam kek. Langsung saja nyerbu kakak dengan pertanyaan," omel suara di seberang sana. "Iya, iya. Ada apa?" tanya Kania sekali lagi. Kaila di seberang sana menggerutu. "Kamu tuh balik ke London gak bilang-bilang kakak. Pamit kek, eh langsung kabur aja." "Maafin Kania, kak. Kania udah gak betah lagi di rumah," ujar Kania keceplosan. "Kakak tahu, kamu gak suka sama si Bian itukan? Karena bukan tipe kamu," cecar Kaila pada Kania. "Iya, kak. Kakak lihat tingkahnya bagaimana? Kania bahkan merasa geli didekatnya. Tahu gitu Kania gak pulang aja kemarin, kalau kayak gini akibatnya." Kaila diam. Ia merasa semakin bersalah jika melihat adiknya seperti itu. Apalagi ia sudah mengatakan kepada Bian bahwa Kania ada di London. "Maafin kakak, ya." "Ada apa, kak?" "Kakak memberi tahu Bian jika kamu kuliah di London." Kania menarik rambutnya kesal. "Kenapa kakak beritahu?" "Dia tanya Kania, kakak gak mungkin bohongkan? Maaf, ya. Lagipula gak mungkin Bian akan menyusul kamu kesana. Lihat keluakuannya? Mana mungkin ia bisa kesana menemuimu," ujar Kaila sedikit menenangkan Kania. "Ya udah, Kania tutup ya, kak. Kania ini lagi main." Setelah mengucapkan salam, Kaila menutup telfonnya. Kania menghela nafas lelah. Ia menatap hamparan dandelion dengan wajah datar. Raut bahagia hilang seketika. Lelaki itu memang pengganggu dihidupnya. Andai ia tak pulang, andai ia tak bertemu, pasti tak akan seperti inu kejadiannya. Ia sungguh malu jika teman-temannya tahu ia sudah menikah dengan lelaki yang, bahkan untuk mengucapkannya saja ia tak sanggup. Kania menghampiri Kaila dan kembali meniupkan dandelion kewajah Kaila. Mereka saling balas-membalas. Dari kejauhan, Zayn dapat melihat perubahan wajah Kania. Senyum itu bukan senyuman sebelumnya. Ada apa dengan pembicaraan Kania di telefon tadi? Ia jadi penasaran akan hal ini. Bagaimanapun, ia sudah merasa tertarik pada Kania. *** Disinilah mereka, di sebuah restoran mewah dengan makanan khas seafood. Ada berbagai olahan udang, kepiting, dan lobster di meja mereka. Naila yang memang suka makan pun merasa senang. Sedangkan, Kania tak berani mengambil banyak karena Zayn lah yang membayar semua makanan ini. "Enak banget," ujar Naila yang memakan udang. Kania memakan makanannya dengan tenang. Makanan dihadapannya sungguh enak dan lezat. "Ambil lagi, Kania," ujar Zayn. Naila menatap Zayn lalu Kania dengan mulut yang masih asyik menelan makanan. Kania mengangguk kikuk. Ia harus segera menghabiskan makanannya dan pergi dari sini. Lebih baik pulang sendirian. "Kania, nih, cobain udangnya. Enak banget, perut gue sampe kenyang rasanya," ujar Naila. Zayn yang melihat cara makan Naila belepotan pun mengambil tisu dan memberikannya pada Naila. Dengan senang hati Naila menerimanya. Kania memandang hal tersebut dengan senyuman tipis. Ia berharap nanti ada lelaki yang ia inginkan seperti ini, bukan lelaki yang sekarang pasti sedang merengek meminta izin untuk menemuinya. Kedua matanya melotot ketika mengingat hal ini. Ia menyeruput minumannya hingga tandas. "Nai, gue pulang dulu, ya." Naila menatap Kania. "Loh, kenapa? Makanannya belum habis, nih." "Gue ada urusan." "Yah, padahal hari ini waktu kita, Kania. Ya udah deh gak papa," ujar Naila. Ia meletakkan udangnya dengan lesu. Kania merasa bersalah. Ia menangkupkan kedua tangannya. "Maaf banget, gue bener-bener ada urusan." "Iya, gak apa-apa," jawab Naila dengan senyuman. Zayn menatap Kania yang sudah pergi meninggalkan restoran. Bahkan ia ada disini, Kania hanya pamit pada Naila. Sepertinya Kania memang cewek yang sulit ditaklukkan. Ia semakin giat untuk mendekati Kania. "Zayn, bungkus saja kalau gak habis," titah Naila. Zayn mengalihkan pandangan. Ia mengangguk saja. Lagipula makanannya masih banyak.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN