Chapter 7 : Not Find you

1773 Kata
Keluar dari gerbang Children’s Home, mobil hitam dan abu-abu itu melesat membelah jalan raya yang masih ramai kendaraan itu. Mobil abu-abu yang ditumpangi kedua orang tua Darren itu sekarang sudah sampai di Villa Mittiu. Namun mobil hitam itu bukan belok menuju vila tetapi melewatinya. Dan melaju cepet digelapnya malam. Malam ini Darren menemui teman-temannya yang lagi mencari kesenangan. Saat Darren sedang di Children’s Home, Egi menghubunginya bahwa teman-temannya bosn berada di Villa hingga Mereka memutuskan untuk pergi keluar dan berujung di Mic House. Mic House.. Darren sudah sampai di Mic House dan terlihat sosok Egi yang berdiri didepan pintu masuk Mic House memegang benda pipih di tangan kanannya seperti sedang menunggu seseorang. Darren berjalan menghampiri Egi dan mereka masuk ke sebuah ruangan. Ruangan itu sangat berisik. Disana ada ke tiga temannya yang lain yang dua Syahir dan Zhaka sedang memegang Mic dan bersenandung ria, Josep duduk di sofa dan gelas ditangan dengan seorang wanita seksi raut wajah mereka tampak bahagia. Darren dan Egi juga duduk di sofa melihat temanya Syahir dan Zhaka bersenandung ria ditemani dua orang wanita seksi. Mereka tengah asik menikmati malamnya. Sudah larut malam dan sudah pukul tiga dini hari (03:00 wib). Darren dan teman-temannya baru keluar dari tempat karouke menuju Viila. *** Vila Mittiu.. Pukul 09:00 wib. Syahir dan Zhaka baru bangun setelah selesai mandi keluar kamar menuju dapur untuk minum. Mbok Iyem menghampiri kedua pemuda itu. “Eh? Ini pasti den Syahir dan Zhaka ‘kan?” tanya mbok Iyem. Mereka mengangguk kompak. “Ayo den sarapan dulu sudah mbok siapkan di meja makan.” Ucapnya. “Eh. Mbok, Darren dan yang lainnya kemana ya?” tanya Zhaka. “Ah.. klo Den Darren dan dua temannya mereka ada di halaman belakang den, renang. Tapi kalau Tuan dan Nyonya sedang keluar.” Jelasnya. “Begitu mbok? Ya sudah terima kasih mbok.” Ucap Zhaka. Zhaka melenggang pergi dari dapur menuju halaman belakan dan diikuti Syahir. *** Ditepi kolam renang itu. Egi duduk di sebelah Darren. “Mittiu..” “Eh? Ada apa?” “Nanti sore kita ke Taman Monyet ya.” Ajaknya. Darren menatap teman kecil sekaligus sepupunya itu. Dia merasa ada yang aneh dengan gelagat sepupunya itu. “Kenapa? Apa ada sesuatu?” selidiknya. Membuang pandangan ke arah lain. “Eh? Tidak hanya ingin berfoto saja. Kita belum sempat mengambil gambar ditaman itu.” Serunya. Darren menghela napas panjang. “Baiklah nanti sore.” Ucapnya. Darren langsung menghempaskan tubuhnya ke dalam air dan melesat ke arah Josep. Tak lama muncul Zhaka dan Syahir. “Hah.. licik! Kalian tidak membangunkan kami.” Seru Syahir langsung melepas bajunya langsung terjun kedalam air dan disusul oleh Zhaka. “Agrrrh.. dingin sekali.” Ringis Zhaka. *** Taman Monyet.. Sore harinya, mereka bersiap-siap akan pergi ke Taman Monyet. Bukan tanpa alasan Egi kekeh ingin pergi ketaman itu. Dia berharap bisa bertemu gadis itu yang mengenakan dress putih dan cardigan pink kemarin sore. Egi berdoa, semoga Tuhan pertemukannya dengan gadis itu. Semangat membagar diri Egi dan senyum mengembang di bibir manisnya. Sampai di taman, mereka mengambil gambar. Setiap sudut sudah mereka jelajahi. Namun Egi harus kecewa karena sudah hampir gelap tapi dia tidak menemukan keberadaan gadis itu ditaman. Egi tidak tahu saja gadis itu rutin ketaman seminggu sekali saat sore. Egi melangkah menjauh dari empat temannya. Matanya menyapu seluruh Taman. Bukan menemukan gadis itu. Tapi malah melihat gadis yang ada di Viila Mittiu kemarin ya dia adalah Karina. Tatapan mereka bertemu. Egi menghampiri Karina yang terduduk menunduk di salah satu bangku yang ada di sudut Taman. “Hei.. boleh duduk?” tanyanya. Karina mengangguk pelan. Egi menghela napas. “Sedang menunggu seseorang?” tanyannya lagi. Karin menggeleng lemah. Egi merasa heran dengan gadis ini ‘kenapa bertingkah aneh?’ Batinnya. Egi memperhatikan gadis ini rambutnya terurai menutup wajahnya yang tertunduk. “Kau pemalu ya, dari tadi hanya menunduk. Jangan malu seperti itu. Aku tahu aku tampan. Semua wanita pasti akan jatuh hati saat menatapku.” Pancing Egi. “Aku tidak malu, aku hanya malas menatap wajah genit mu itu.” Ucap Karina masih menunduk dengan suara kecil seraknya karena habis menangis. Hah.. sayang sekali ditelinga Egi itu malah terdengar seksi. Senyum tipis terbit di bibir Egi untuk sesaat dia melupakan rasa kecewanya. “Kalau tidak menunggu seseorang. Lalu sedang apa sendirian di taman.” “...” “Angkat wajah mu.” Printahnya. “...” “Hei.. kau kesurupan, Eh?” tanyanya. Gadis itu malah terisak kecil. Egi gelabakan melihat gadis yang di sampingnya itu terisak pilu. “Kau kenapa? Kau tidak malu kalau orang-orang menatap kearah kita?” tanyanya panik. Gadis itu semakin terisak pilu. Egi sendiri bingung harus berbuat apa. “Hei cantik kau bisa bercerita pada ku jika kau percaya.” Ucapnya dengan lembut sambil menepuk pelan pundak sang gadis. “Aku.. aku benci dia. Kenapa pria begitu tega pada perempuan yang memiliki perasaan sangat lemah? Aku.. aku sangat benci dia. Bahkan dia tak memikirkan perasaan ku perjuangan ku selama enam tahun ini. Aku menyesal tak mendengarkan ayah. Kenapa aku selalu membelanya, kenapa? Dia.. dia tidak peduli padaku lagi.. hiks.. hiks..” curhatnya pada Egi. Egi terdiam lama mendengarkan rancauan gadis berambut panjang itu. “Memang dia kenapa? Apa dia berniat mengakhiri hubungan kalian? Sebaiknya kalau hanya salah paham karena hal kecil, kalian bicarakan baik-baik. Sudah dewasakan?” ucap Egi hati-hati. Karin mengangkat wajahnya yang sudah sembab membengkak itu menatap Egi dengan wajah sedih. “Aku dan dia tidak ada masalah apa pun. Dia baik dan memanjakan ku. Sedari dulu dia memang tahu ayah ku tak pernah merestui hubungan ku dengannya tapi kami berjanji akan selalu berjuang bersama untuk hubungan kami sampai mendapat restu ayah ku. Tapi saat ayahku mulai menerimanya merestui kami dia malah.. hiks. Aku tak sangka dia menghianati perjuangan ku kak..hiks. Dia melupakan segalanya tentang ku.. hiks. Kenapa kak? Dia menghianati ku kak hiks..hiks..” curhatnya. Sambil meremas kertas berwarna pink tinta gold ditangannya. Egi menatap gadis itu lekat-lekat dan tanyannya terulur memeluk gadis itu dengan erat. Entah apa yang membuatnya merasa ingin mengatakan ‘Kau tidak sendirian, masih banyak lelaki yang lebih pantas untukmu’. “Karin.. kata Bibi Rani kemari nama mu Karin ‘kan?” tanyanya yang dijawab anggukan. “kamu harus ingat satu hal ini ‘Manusia memang hanya bisa berencana, tapi sebaik-baiknya rencana kita jauh lebih baik rencana yang Allah persiapkan untuk kita.’ Mulai sekarang kita harus berpikir leih dewasa lagi ya. Mungkin dia bukan jodoh mu tapi jodohmu sedang di perjalanan yang akan Allah pertemukan padamu setelah berakhirnya hubunganmu dengan pacarmu itu.” Ucap Egi memberi pengertian. “Tapi aku menginginkan dia.” Lirihnya. Perlahan isak tangis gadis yang ada dipelukannya itu mereda. Ada kenyamanan yang keduanya rasaakan sentuhan tangan Egi dirambut hitam panjang Karina begitu lemut, sungguh Karina merindukan sosok kakaknya yang tinggal di London, Sahdewa Ranu Guhau. Karin melepaskan rengkuhan Egi perlahan dan dia menatap lekat wajah Egi yang juga menatapnya. Karin tersenyum lembut dan Egi membalas senyum gadis itu. “Terima kasih kak, tidak hanya tampan tapi juga baik sudah memberi ketenanggan pada hatiku yang sedang kacau. Tadi sempat berpikir aku akan mengakhiri hidupku disini dengan menggenggam kuat kertas ini.” Ucapnya pilu dengan tatapan kosong. “Ini kertas apa? Undangan pertunangan? Apa dia orangnya?” Karina mengangguk. “Hei.. dengar percayalah pada ku. Mengakhiri hidup itu tindakan bodoh. Apa kau tak memikirkan keluarga mu? Yang sangat menyayangi mu. Menjagamu hingga sekarang. Dan itu adalah hal yang di benci oleh Allah. Kau jangan pernah berpikir hal seperti itu ya.” Ujarnya. Gadis itu mengangguk lemah. “Kau mendapatkan undangan langsung darinya? Wah.. sesuatu banget ya pacarmu.” Ucapnya kemudian. “Keluarga ku sangat menyayangi ku kak.. mereka selalu membanggakan ku.. rasaya aku belum pernah memberikan kebahagiaan untuk mereka. Bahkan aku marah ketika ayahku tak merestui hubunganku dengan si b******k sialan itu.” Ucapnya geram dengan mata berkaca-kaca. “Aku mendapatkan ini bukan dari dia langsung tapi dari calon tunanganya. Aku tahu dari dulu, sedari kecil dia sangat menyukai Ali Anshor. Tapi Ali hanya mengaggapnya sebagai adik tidak lebih. Tapi aku tidak menyangka hal ini akan terjadi.” Lirihnya. “Sebelumnya kau megatakan tidak ada masalah dengan Pacarmu? Apa pacarmu tidak menghubungimu dan menjelaskan keputusannya itu. Ternyata pacarmu seorang pengecut.” Ketus Egi. “Kami baru bertemu tadi pagi kak, aku menjemput Egi dirumahnya dan mama Egi masih hanyat dn ramah padaku tidak menyinggung masalah ini, sama sekali. Ini hari pertama Egi diangkat menjadi Manager di prusahaan ayah.” Ucap Karina menerawang. “Mungkin sebentar lagi dia akan pulang.” Lanjutnya. “Ah.. mungkin ini hanya akal-akalan gadis itu saja. Dia halu tuh. Coba tanyakan dulu pada pacarmu itu. Lagian jika memang benar adanya, kau tak harus bunuh diri seharusnya kau tunjukkn padanya kau baik-baik saja tanpa dia dan pastikan dia menyesl meninggalkan mu.” Celoteh Egi panjang lebar. Karina terkekeh mendengar celotehan Egi. “Terima kasih kak. Kakak benar gak seharusnya aku berfikiran sempit.” Ucap Karina. Tiba-tiba ponselnya menjerit meminta perhatian dari dalam tas milik Karina. Setelah dilihat ternyata panggilan dari Ali Anshor. “Halo..” ternyata yang langsung menyahut halo dari sebrang. “Ali, kamu dimana sekarang?” “Sayang, aku baru mau keluar kantor.” Jawab Ali. Hening. “Sayang nanti malam jadi kelurkan?” tanya Ali kemudian. “Emh..” Karina tampak berfikir. “Sayang, kamu gak bisa ya?” tanyanya dengan nada kecewa. “Kamu dimana sekarang?” tamahnya. “Lagi ditaman m..” belum selesai ucapannya sudah dipotong oleh Ali. “Aku kesana sekarang, tunggu!” ucapnya final dan terdengar sambungan terputus. Tuutt.. Karina memasukkan lagi ponselnya kedalam tas. Egi masih memperhatikannya. “Kak Egi kesini sama siapa?” tanyanya. “Daren dan ketiga teman ku yang kemarin.” Karina ber-oh-ria sembil tersenyum menerawang mendengar nama Darren. “Kenpa senyum-senyum sekarang? Apa kerena pacarnya akan kesini? Sudah tidak sedih lagi?” tanya Egi bertubi-tubi masih mengamati Karina. Karina terkekeh mendengar ucapan Egi. “Dulu saat masih kecil mamaku dan mamanya Darren berniat untuk menjodohkan kami dan saat kuliah mereka berniat untuk dekatkan kami. Tapi aku bersih keras menolak untuk kuliah di universitas sama dengan Darren dan memilih untuk kuliah satu universitas dengan pacarku, Ali Anshor.” Ucapnya menerawang. “Jadi tadinya kau ingin dijodohkan bibi dengan Darren?” tanya Egi. Sepertinya dia mulai lupa dengan masalahnya tadi. Egi menghela napas panjang. “Hah.. sebenarnya Darren sat ini belum bisa move on dari mantan keksihnya. Meski sudah putus kadang mantanya itu menghubunginya, kemudian saat Darren mulai berharap lagi mantanya menghilang lagi. Darren itu orang yang tertutup dia tidak mudah untuk menceritakan masalahnya pada orang lain. Eh? Jangan-jangan kalian memang jodoh sebenarnya.” Ucap Egi menatap Karin. “Aku milik Ali Anshor kak. Lagian jika Ali pergi dariku..” ucapnya terjeda. “Tidak mudah kak untuk membuka hati yang terluka.” Sahutnya dengan tatapan kosong. “Karin tidak ada yang tak mungkin jika Allah telah berkehendak. Bukanya kalian sama-sama terluka mengalami hal yang sama ditinggal nikah sama orang yang kalian sayang. Pasti kalian akan memahami masing-masing bukan?” Karin menggeleng pelan. “Dia bukan tipe ku. Aku tidak suka orang dingin dan kaku seperti dia.” Ucapnya menggeleng kuat. Egi terkekeh mendengar pengakuan Karin akan Darren. “Dia memang kaku dan dingin.” Ucapnya. Mereka terkekeh. Tak terasa hari mulai gelap adzan magrib tiba. Dering ponsel Egi berdering telfon dari Darren yang sudah menunggu di parkir taman. “Ehm.. kamu kesini naik apa?” tanya Egi. “Naik si merah kak..” tunjuknya pada mobil yang terparkir sembarang dekat mereka duduk. “Ohh.. Aku bolehkan berteman dengan mu? Kau boleh curhat lagi dengan ku. Oke?” ucap Egi mengangkat jari kelingkingnya dan Karin terkekeh menyambut jari Egi. “Seperti anak kecil.” Ledeknya. “Tak apa asal kau bahagia.” Ucapnya. “Bye the way, kalau gitu aku pulang dulu ya. Main lah ke Viila Mittiu kami juga butuh pemandu wisata untuk berlibur disini.” Imbuhnya. “Iya kak Insya Allah nanti main kok. Kaka masih lama kan disini?” tanyanya. “Iya satu minggu atau dua minggu sih.” Karina mengangguk. Tak lama dari itu Ali Anshor datang dan menghampiri Karina. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN