Chapter 6 : See it again

1695 Kata
Sampai ditaman Ruby dan Febby, duduk di atas tikar yang sama yang mereka tinggalkan sebelum magrib. Febby mengambil gitarnya dan memainkannya. Gjreng... jreng.. “Ye.. yee..” ucap Febby memainkan gitarnya. Kemudian Ruby mengambil gitarnya juga. *** Sementara di halaman depan bangunan utama rumah penyambutan tamu ada dua mobil hitam dan abu-abu terparkir rapih. Setelah mesin mati keluarlah seorang lelaki berusia hampir 40an dari mobil berwarna abu-abu. Berbaju hitam dan membukakan pintu belakang keluarlah seorang lelaki gagah degan berpakaian rapih dan dengan kemeja navy dan celana bahan hitam. Dan seorang wanita dengan gaun muslim berwarna navy mengenakan hijab senada yang panjang menutupi d**a dan perutnya. Di mobil hitam itu keluarlah seorang pemuda tampan mempesona. Meski hanya mengenakan baju santai dan jaket tatapi itu makin memuat mereka terlihat mempesona. Munculah seorang lelaki dari dalam dan menghampiri delapan orang dewasa tersebut. “Selamat malam Pak Zen.” Sapanya tersenyum ramah. “Malam. pak Udin, bagaimana kabarnya?” tanya Zen ramah. “Alhamdulillah pak Zen sangat baik, sehat semua disini anak-anak juga. Terutama Den Febby Pak.” Jawab mang Udin. “Alhamdulillah syukurlah.” “Eh? Mohon maaf pak Udin ya sebelumnya kami kemari malam-malam begini dan tidak memberi tahu Mr. Dilangkar terlebih dahulu.” Seru wanita itu tak lain adalah Rani. Sementara Zen tampak sibuk dengan hp nya seperti sedang mencoba menghubungi seseorang. “Ya. Tidak apa bu.” Sahut mang Udin. “Oya Pak Udin ini anak saya Darren.” Seru Rani memperkenalkan anaknya pada pak Udin. “Ohh ya Bu. Ternyata nak Darren lebih tampan ya dari ayahnya hehee..” ucap mang Udin. “Ahh.. Pak Udin ini bisa saja. Waktu muda ayahnya ini lebih tampan loh dari anaknya masih muda. Hahaa..” sahut Zen tak kalah. “Eh. Pak udin saya baru saja coba menghubungi Mr. Dilangkar tapi nomernya tidak bisa di hubungi ya?” tatapan Zen mengisyaratkan sedang bertanya pada mang Udin. “Ahh.. ya Pak Zen ada didalam. Ayo Pak, Bu semuanya masuk rumah. Kebetulan Den Febby juga sedang ada tamu dua orang rekan kerjanya di sanggar. Kalau gitu mari pak, bu masuk dulu. Tunggu didalam akan saya panggilkan.” Ucapnya menuntun untuk masuk kedalam rumah. Sampai didalam mang Udin menyilakan untuk duduk di sofa. Dan masuk kedalam menghampiri mbok Munah untuk menyajikan minuman dan makanan kecil. Kemudian bergegas mencari sang tuan yaitu Febby Dilangkar. Tak lama kemudian diruang tamu muncul mbok Munah istri mang Udin membawa minuman dan makanan dan menyajikannya di atas meja. “Silahkan Pak, Buk, diminum dulu minumannya dan ini ada sedikit makanan ringannya.” Ucap mbok Munah dengan sopan. “Iya Bu.. terima kasih sudah repot-repot begini.” Ucap Rani pada mbok Munah. Mbok Munah tersenyum. “Sini Bu temani saya dulu ngobrol, sembari menunggu Mr. Dilangkar.” Katanya. Kemudian mbok munah duduk menemani mereka mengobrol sembari menunggu sang empu. Tengah duduk di sofa ruang tamu itu hp Darren berdering dan keluar bergegas mengangkat telfonnya. Ditengah menerima telfon tersebut sambil lihat lihat linkungan sekitar dan terlihat dari kejauhan disebuah taman tamaran dan dibawah sinar lampu ada sepasang anak orang yang masing-masing sedang memangku gitar terlihat begitu bahagian dan itu tidak lepas dari pandangan Darren. Setelah mematikan telfon matanya masih menatap dua orang itu dari kejauhan. *** Sementara Febby menatap Ruby intens. Dia tidak mengerti mengapa dia bisa sebahagia dan senyaman ini jika selalu didekat gadis ini. “Lily.. mau nyanyi apa lagi nih?” tanyanya. Setelah selesai menyanyikan lagu Datok Siti Nurhaliza feat Judika - Kisah Ku inginkan. “Hmm.. terserah kamu saja.” Jawab Ruby. “Bagaimana kalau celengan rindu saja?” “Bagus..” jawab Ruby dan mulai menyamakan nada dengan Febby. Ruby tersenyum menatap Febby memainkan gitarnya. Aku kesal dengan jarak Yang sering memisahkan kita Hingga aku hanya bisa Berbincang denganmu di-WhatsApp Febby tersenyum menatap intens Ruby. kemudian melanjutkan liriknya. Aku kesal dengan waktu Yang tak pernah berhenti bergerak Barang sejenak Agar aku bisa menikmati tawamu Lily melanjutkan kembali lirik lagu celengan rindu itu. Inginku berdiri di sebelah mu Menggenggam erat jari-jarimu Mendengarkan lagu Sheila on Seven Seperti waktu itu Saat kau di sisiku Febby melanjutkan kembali liriknya. Dan tunggulah aku di sana Memecahkan celengan rinduku Berboncengan denganmu Mengelilingi kota Menikmati surya perlahan menghilang *** Dan mereka saling sahut lirik lagu celengan rindu itu. Tak lepas dari mata dan telinganya itu. Terdengar begitu lembut dan merdu sekali suara itu dan wajah yang terasa sedikit familiar tapi sulit untuk mengingatnya. Mungkin karena baru sekali bertemu itu pun hanya sebentar. Ya, Darren mulai ingat sekarang. Ternyata dia gadis itu yang duduk tenang di taman Sakura seorang diri. ‘Cantik’ Batinnya. “Darren..” panggil seseorang dari depan pintu. “Eh? Ya?” tanyanya. Memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku jaket kulit berwarna hitam yang melekat di tubuhnya itu. “Sudah selesai telfonnya?” tanya Zen. “Sudah pah.” Jawabnya. Zen mengangguk. “Ayo masuk lagi.” Ajaknya. “Ya pah.” Sahutnya. *** Sementara mang Udin mencari Febby di rumah Pribadi, ternyata hanya menemukan Anggun sedang mencuci piring dan mengomel-ngomel sendiri. “Neng.. Den Febby dimana?” tanyanya. Seketika itu Anggun terkejut dan langsung berbalik melihat mang Udin. “Ihh.. mang Udin, ngagetin.” Pekiknya sedikit bergetar. Mang Udin tersenyum melihat Anggun. “Ada di taman mang. Memang ada apa?” tanya Anggun. “Dirumah utama ada tamu neng mau ketemu.” Jawabnya. “Ahh.. begitu mang? Kalau gitu biar aku saja yang panggil.” Ucapnya. “Ya sudah neng kalau begitu aku balik kerumah utama dulu.” Serunya. Anggun mengangguk. *** Mang Udin kembali menuju rumah utama. Anggun sudah menyelesaikan cuci piring dan merapihkan meja. Kini dia beranjak meninggalkan rumah pribadi menuju taman. “Hei.. Febby tadi mang Udin mencari mu.” Pekik Anggun. “Ada apa?” “Dia mengatakan ada tamu.” Ucapnya. Febby mengernyitkan dahinya. “Tamu? Malam-malam begini?” tanyanya. Anggun mengedikkan bahunya. “Ahh.. jangan-jangan kau hanya ingin balas dendam ya?” tuduhnya. “Ish.. dasar negatif thinking terus sama aku. Udah sana liat dulu.” Perintahnya. “Iya Feb, lagian keliatannya Angle gak bohong kok.” Ucap Ruby pada Febby. “Ya sudah aku ke rumah utama dulu.” Ucapnya datar. “Ya.” “Kalian bisa nunggu di rumah pribadi saja Lily, Angle.” Serunya. “Ya nanti kami kesana.” Jawab Ruby. Anggun mengangguk dan disusul Febby juga mengangguk mengisyaratkan setuju. *** Ruby dan Anggun kembali kerumah pribadi. Dan Febby pergi menuju rumah utama menemui tamunya. Febby mengumpat dalam hati. ‘siapa sih yang mengganggu kesenanganku malam ini? Dasar tak tau waktu? Sesibuk apa dia malam-malam begini bertamu?’ batin Febby. Febby berjalan menuju ruang tamu menghampiri tamunya itu. Samar-samar Febby mendengar suara berisik percakapan sepertinya banyak tamunya. ‘Siapa yang bertamu? Ramai sekali sudah seperti pasar.’ Batinnya. “Assalamualaikum..” sapanya tersenyum ramah. “Walaikumsalam..” jawab mereka serempak menatap Febby sama tersenyum. Sementara itu Mbok Munah dan Mang Udin pamit meninggalkan ruang tamu karena sang empu sudah datang. “Mr. Dilangkar, bagaimana kabarnya?” “Eh.. Mr. Mittiu, Alhamdulillah baik.” “Mr. Dilangkar, Maaf sebelumnya karena tidak memberi tahu mu dahulu terlebih lagi kami berkunjung malam-malam begini.” Jelas Zen Suhendra Mittiu. “Tidak apa Mr. Mittiu. Lagian Mr. Mittiu adalah partner terbaik di perusahaan ayah di jepang. Terlebih akan bekerja sama di perusahaan ayah yang akan di bangun di indonesia. Sungguh keberuntungan bagi kami mendapat rekan seperti anda ini Mr. Mittiu.” “Anda berlebih Mr. Dilangkar, Eh.. kenalkan ini Darren anak saya satu-satunya. Dan mereka adalah teman-teman Darren kebetulan ikut berlibur.” “Halo Mr. Darren Mittiu.” “Ya. Halo Mr. Dilangkar, sepertinya kita masih seumuran ya?” “Ya. Darren tepat sekali tebakan mu. Papa dan papa dari Mr. Dilangkar akrab sekali sudah seperti saudara. Dulu kami sering sekali membahas kau dan anak-anaknya. Ahh ingin sekali kami berbesan sayang sekali adik Mr. Dilangkar sudah memiliki calon suami orang yang dicintainya. Dan kami tidak berdaya, ahaha..” ucapnya sambil menerawang kemudian terkikik pelan. “Mr. Mittiu, kita hanya bisa berencana. Tapi, seindah apa pun rencana kita jauh lebih indah rencana yang Allah persiapkan untuk kita.” Jelasnya. “Ya Pah, benar itu. Kita jangan berkecil hati. Meskipun kita tidak besanan kan masih tetap bisa bekerjasama. Menjalin silaturahim dengan melalui bisnis pah.” Ucap Rani menjelaskan. “Ya mah, sapa tau kita besanan dari cucu-cucu kita ya?” cicitnya. “Ihh.. papah masih lama. Iya kan Mr. Dilangkar?” melempar pertanyaan tak terduga. Febby tersenyum menanggapi. Seisi ruang tamu itu tengah asik mengobrol tentang bisnis dan sekalian Mr. Mittiu memperkenalkan anaknya Darren agar lebih dekat dan lebih mudah menjalankan bisnis kedepannya. Setelah selesai berbincang dan bersilaturahim Mr. Mittiu dan keluarga pamit kembali ke vila. *** Waktu menunjukkan pukul 22:00 wib. Febby melangkah pergi menuju rumah pribadi disana Ruby dan Anggun sedang menonton film horor dan snack di pangkuan mereka masing-masing. Febby tersenyum menatap kedua temannya itu. Ditengah-tengah ketegangan itu tiba-tiba Febby berdeham. Alhasil mengejutkan mereka. Anggun protes dan ngomel-ngomel gak jelas tepatnya bergumam. Ruby tersenyum dan Febby membuka mulutnya. “Hei hei.. ladies.. Nampaknya kalian sangat menikmati filmnya ya.” Jawabnya. Tiba-tiba Anggun melempar wajahnya dengan bantal sofa masih mengomel. “Dasar setan alas. Kalau aku kena serangan jantung gimana?” omelnya. “Ya maaf sih.” Cicitnya. “Tamunya baru pulang?” tanya Ruby. Febby mengangguk. “Iya baru saja pulang. Ternyata dia rekan bisnis papa.” Jawabnya. Ruby dan Anggun pun hanya ber‘oh’ria. “Oya kalian mau minep atau pulang?” tanya Febby. “Pulang saja. Aku bosan disini. Melihat wajah jeleknya terus.” Ucap Anggun. “Angle, Febby.. kalian kenapa sih gak akur gitu. Nanti jodoh loh.” Ucap Ruby. “Hah?” pekik Anggun. Mata membulat mulut membentuk ‘O’. “Tidak sudi.” Lanjutnya. “Memang aku sudi berjodoh dengan mu? Ti-dak!” ucapnya menekan kata ‘Tidak’. “Jadi? Kita pulang?” tanya Ruby memastikan. “Ya.” Ucap Anggun final. “oke.. tapi kamu harus minep di apartemen ku.” Ucap Ruby. “Siap.” Sahut Anggun. “Ya sudah. Ayo saya antar.” Kata Febby. Mereka pun menuju garasi mobil dan perlahan melaju melesat ke jalan raya. Sampai tiba di depan apartemen Ruby.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN