Bab 17 - I've been drowning for too long.

1762 Kata
Wanita yang sedang berdiri di depannya memiliki wajah yang cantik dan menarik, tapi yang ada di benak Damian hanyalah ketidaksukaan yang mendalam terutama ketika ia dapat menangkap kalau wanita itu tampaknya naksir padanya. Beberapa kali pria itu memergokinya sedang melirik dengan malu-malu padanya sejak pertama mereka berada dalam satu tim. "Apakah kau yang melakukan kesalahan ini?" Dengan kasar, pria itu membanting dokumen yang keliru itu di atas meja kerjanya. Kaget dengan sikap kasar pria di depannya, wanita itu mengangguk pelan. "Maafkan saya, Pak Damian." "Apa dengan maaf semua kesalahanmu akan beres begitu saja?" "Ti- Tidak." Wanita di depannya mulai mencicit takut. Ia baru 8 bulan ini bekerja dan telah mendengar cerita teman-temannya mengenai sikap kerja Damian Bale yang cenderung brutal. Tapi wajahnya yang sangat tampan, membuat wanita itu tergila-gila sejak bertemu dengannya. Dan ia pun sangat gembira ketika akhirnya dapat bekerja bersama dengan pria itu. Selama project, ia memang diberikan tugas yang cukup mudah. Hal ini karena beberapa rekan lelakinya yang menyukainya, berusaha untuk melindunginya dari kemarahan bos-nya yang mengerikan. S*alnya karena terlalu terpesona pada Damian, wanita itu tidak sadar melakukan kesalahan dalam penginputan data yang menyebabkan kekeliruan di perhitungan akhir. Kesalahan yang sangat fatal, karena dapat berakibat panjang pada perhitungan budget, pemesanan material dan efeknya saat melakukan proses tender dengan pihak kontraktor. Untungnya hal ini segera diketahui oleh sang pimpinan project, Damian Bale. Untung bagi perusahaan, tapi buntung bagi dirinya. Dan wanita itu, baru akan menyadarinya beberapa saat kemudian. Mengepalkan kedua tangannya, Damian berusaha mengontrol emosinya yang mulai naik. Peristiwa masa lalunya membuat pria itu sangat sulit untuk berhubungan dengan wanita. Yang tersisa di benaknya adalah kejadian demi kejadian yang membuatnya benci dengan sosok wanita, terutama pada mereka yang jelas-jelas menunjukkan rasa suka padanya. Selama berhubungan dengan yang namanya wanita, Damian selalu mengalami yang namanya s*al dan s*al. Dan hal itu terulang lagi saat ini. "Apa yang menyebabkanmu melakukan kesalahan ini?" Pria itu masih berusaha untuk menelusuri penyebab terjadinya kekeliruan ini, tapi jawaban wanita di depannya membuat dirinya malah naik pitam. "Ma- Maaf, Pak. Ta- Tapi, saya juga tidak tahu. Sepertinya, saya sedikit melamun tadi-" "Kau tidak tahu? Dasar t*lol!?" Damian berteriak marah dan ia pun mendorong dokumen itu dengan sangat kasar ke depan wanita itu, membuat setiap lembarnya berantakan di lantai kantornya. "Kalau kau tidak bisa mengerjakan hal yang sangat sepele seperti ini, lebih kau keluar dari timku sekarang juga! Saya tidak butuh orang yang tidak bisa kerja dan hanya mengandalkan tampangnya saja untuk merayu para pria!" Kata-kata kasar Damian sangat tepat sasaran dan membuat tubuh wanita itu bergetar. Kedua mata wanita malang itu basah dan mulai mengeluarkan air mata. Ia tadinya memang mengira kalau pria itu akan tertarik pada dirinya, mengingat banyak para karyawan pria di perusahaan itu yang mendekati dirinya sejak ia bergabung beberapa bulan lalu. Melihat wanita itu terdiam dan malah menangis, membuat Damian semakin naik darah. Ia tidak butuh tangisan wanita itu. Ia butuh solusi yang cepat. Dan harus sekarang juga! "Kenapa tidak menjawab!? Apa kau set*lol itu sampai tidak memahami tanggungjawabmu dalam tim? Kau kira saya tidak tahu, kalau selama bertugas kau selalu dibantu oleh rekan yang lain? Percuma kau lulusan dari universitas yang terbaik, kalau tidak becus dalam bekerja! Atau kau memang telah mempergunakan tubuhmu agar bisa lulus dari sana?" Dengan kasar, Damian mendorong kursi kerjanya hingga menabrak dinding di belakangnya dengan suara kencang. Ia sangat marah saat ini dan sama sekali tidak bisa mengendalikan dirinya. Takut melakukan sesuatu yang akan disesalinya nanti, ia akhirnya memutuskan untuk keluar dari ruangan itu dulu. "Saya tidak mau melihat tampangmu lagi nanti. Cepat perbaiki kesalahan itu, dan segeralah keluar dari tim! Jangan pernah muncul di hadapan saya lagi!" Setelah itu, Damian membuka pintu kantornya dan membantingnya keras, menimbulkan suara bedebam. Saat ia keluar dan menelusuri kubikal-kubikal, ruangan itu sangat hening dan tegang. Semua orang membeku di tempatnya masing-masing dan memandang takut pada atasannya yang dengan marah pergi menuju lift. Damian Bale adalah pria yang sangat dingin tapi ia jarang marah dan mengeluarkan emosinya. Namun masalahnya, sekali pria itu mengeluarkan taringnya maka taringnya akan sangatlah panjang dan juga berbisa, membuat orang-orang di sekitarnya sangat takut dan merasa menjadi orang paling t*lol di dunia. Hampir sebagian besar karyawan di perusahaan sudah tahu, kalau Damian Bale adalah atasan yang mengerikan! Tapi di sisi lain, karena pria itu jugalah perusahaan Haliman masih dapat selamat dari kebangkrutannya. Dan telah terbukti, mereka yang bisa bertahan di sisi pria itu adalah orang-orang terbaik yang juga bisa sukses dalam menata karirnya. Berada di dalam mobilnya, Damian memutuskan untuk mengarahkan kendaraannya ke salah taman di kota itu. Ia butuh untuk menenangkan dirinya dan mendinginkan benaknya yang panas. Ia tahu, ia cukup berlebihan tadi tapi mengingat tampang wanita itu yang terkadang merayu dirinya dengan tidak sengaja menyentuhnya, membuatnya sangat muak. Keluar dari mobilnya, ia menghempaskan b*kongnya di salah satu kursi taman yang cukup tersembunyi di sana. Ia butuh untuk tenang dan sendiri lebih dulu. Sayup-sayup suara cicitan burung dan juga semilir angin dingin, perlahan membuat emosi pria itu menjadi reda. Sambil memandang taman yang kosong karena masih jam kerja, Damian menjadi teringat mendiang ibunya. Ibunya dulu sering membawanya ke taman, dan biasanya akan membelikannya jajanan dari toko-toko yang mereka jumpai saat itu. Ingatan tentang kenangan indah itu membuat kedua mata pria itu sedikit memerah. Hatinya merasa nyeri kembali ketika mengingat penderitaan ibunya, terutama karena ia pun telah membacanya langsung dari jurnalnya. Hal ini membuat Damian semakin terdorong untuk membalaskan dendamnya. Teringat curahan hati ibunya yang terdalam, membuat mata biru pria itu menjadi berair. Lamunannya terputus ketika ia mendengar teriakan seorang wanita yang tidak seberapa jauh darinya. Menoleh, ia melihat seorang wanita muda yang tampak sedang menjewer telinga remaja lelaki yang berumur sekitar 15 tahun. "Rein! Kamu ini bandel sekali. Sudah kakak bilang, pulang sekolah langsung ke Cafe! Jangan mampir-mampir dulu ke tempat lain!" "A- A- Au! Kak! Lepasin! Lepasin kak!" Tangan remaja itu memukul-mukul tangan kakaknya yang tampak menarik telinganya dengan kencang sampai kepalanya condong ke arah wanita muda itu. Terlihat telinga remaja itu yang memerah setelah kakaknya melepaskan jewerannya. "Ke Cafe." Wanita muda itu menunjuk suatu bangunan Cafe di seberang jalan di depan taman kota itu. "Tapi kak, aku-" "Ke Cafe, Rein. Sekarang!" Menghentakkan kakinya, remaja itu dengan marah berlari ke seberang jalan dan masuk ke dalam bangunan yang dimaksud oleh kakaknya. Setelah yakin adiknya masuk ke Cafe yang ditunjuknya tadi, wanita muda itu terlihat menghela nafas dan tersenyum. Ia pun terdengar bergumam pelan. "Dasar anak bandel." Tidak lama, wanita itu tampak mengikuti jejak adiknya dan memasuki Cafe di seberang jalan. Pemandangan itu tampak memberikan pengaruh pada pria yang tidak sengaja menontonnya dari balik pohon. Interaksi di antara kakak-adik itu entah mengapa, membuat d*da Damian berdesir hangat. Ia ingin melihatnya lagi. Hal ini membuat pria itu tanpa sadar melangkahkan kakinya mengikuti dua orang yang tadi dilihatnya sembunyi-sembunyi. Masuk ke dalam Cafe, suasana di dalamnya terasa hangat. Waktu yang menunjukkan jam 3 sore, membuat Cafe mulai dipenuhi oleh anak sekolah dan juga kalangan mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas. Dengan kaku, Damian memilih tempat yang agak tersembunyi di pojokan dan ia pun segera melihat menu yang ada di sana. Keadaan Cafe yang cukup ramai, membuat tidak ada seorang pun yang peduli pada dirinya sehingga pria itu dapat dengan leluasa mengamati keadaan sekitar. Matanya kembali melihat sosok wanita muda tadi yang tampak sedang berada di kasir. Entah bagaimana caranya, wanita itu tiba-tiba menengadah dan melihat tepat ke arah dirinya. Damian sedikit membeku di tempatnya, jantungnya berdebar kencang karena takut disangka sebagai penguntit. Tapi ternyata wanita muda itu hanya mengarahkan adik lelakinya yang tadi dilihatnya di taman untuk menghampiri pria itu. "Bapak mau pesan apa?" Terlihat di depannya remaja tanggung yang tadi dijewer oleh kakaknya. Tampang anak itu cemberut dan Damian tahu kalau ia dipaksa melakukan pekerjaan yang tidak disukainya. Ia mengenakan tanda pengenal di saku kemejanya, yang bertuliskan Reinhart. Anak itu baru menyadari kalau mata Damian berwarna biru dan tampangnya yang asing. "Apakah Bapak mengerti bahasa?" Kepala Damian mengangguk pelan. Ia masih melihat-lihat menu di tangannya. "Ya. Saya tidak masalah berbahasa. Hem. Rekomendasimu apa?" Aksen pria dewasa di depannya yang sangat fasih, membuat mata anak muda itu mengerjap. Menilik pakaiannya, orang ini bukanlah orang biasa. Meski terlihat simple, tapi semua yang melekat di tubuhnya sangatlah mahal. Anak itu bahkan menaksir harga jam tangannya yang sangat selangit. Entah kapan dia akan bisa membelinya. Melihat tampang orang kaya di depannya ini, membuat Rein bertanya-tanya kenapa pria ini mau makan di Cafe yang cukup sederhana seperti ini. "Bapak suka makanan yang asin, manis atau asam?" Pertanyaan yang tidak diduga itu membuat Damian mengerjapkan matanya cepat. "Asin." "Minumannya? Suka yang pahit, manis atau netral? Suka panas atau dingin?" Anak itu memborbardirnya dengan pertanyaan-pertanyaan yang detail, membuat Damian terpaksa untuk menjawabnya. Ketika makanan itu akhirnya datang ke mejanya, pria itu dengan lahap memakannya sampai habis. Tidak hanya cita rasa makanan di Cafe itu yang enak dan rasa rumahan, tapi kombinasi yang tadi dijawabnya pun ternyata sangat pas. Damian meletakkan sendoknya dengan pelan di piringnya. Pertama kalinya sejak ditinggal ibunya, ia dapat tersenyum kembali. Pria itu memandang lagi ke arah kasir, dan tampak kedua kakak-adik itu berdebat kusir. Entah siapa yang menjalankan konsep seperti ini tapi bagi pria seperti dirinya, layanan yang diberikan oleh Cafe ini sangat memuaskan. Tiba-tiba ia merasakan ponsel di saku jasnya bergetar pelan. "Halo. Ya. Saya akan segera kesana 15 menit lagi." Setelah menyimpan ponselnya kembali ke sakunya, ia memandang jam tangannya. Ternyata rapatnya dengan para direksi akan dilangsungkan 40 menit lagi, dan dia telah menghabiskan waktu hampir 1 jam di Cafe asing ini tanpa disadarinya. Menatap kembali ke arah kasir, Damian memperhatikan remaja tadi yang ternyata sedang duduk di sana. Tampak ia sedang mencoret-coret sesuatu, sepertinya sedang mengerjakan tugas sekolahnya. Insting pria itu yang cukup tajam, membuatnya dapat melihat potensi dari remaja tanggung itu. Anak ini bisa dikembangkan. Pria itu pun merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah kartu nama dan pena. Perlahan, ia menuliskan sesuatu di balik kartu tersebut. Ia juga mengeluarkan beberapa lembar uang dan meletakkannya di atas meja. Setelah memastikan semuanya, ia pun keluar dan meninggalkan tempat itu tanpa menoleh lagi. Ia sama sekali tidak tahu, bahwa apa yang ditulisnya di kartu itu telah merubah masa depan sebuah keluarga kecil. Tanpa disadarinya, ia telah membantu seorang anak yang saat itu memiliki impian untuk melanjutkan sekolah ke sekolah terbaik di kota itu. Dan tanpa diketahuinya, ia telah menolong seorang wanita untuk dapat terhindar dari jebakan seorang lintah darat yang ingin memanfaatkan kelemahannya yang membutuhkan uang. Damian Bale sama sekali tidak tahu kalau hal baik yang telah dilakukannya sekarang, akan memberikan buah yang sangat manis untuk dirinya kelak. Meski untuk mendapatkannya, ia harus melewati rintangan yang sangat terjal dan sulit nanti.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN