MENTAL PENGEMIS

1806 Kata
Ratna: Halah, halah, apa-apaan sih kalian ini malah mau ngerepotin kakakmu? Nggak boleh kayak gitu. Aida: Ehm, padahal gapapa bu. 'Maaf aku cuma mengatakan ini basa-basi aja. Aku nggak berani ngajak kalian ke sini karena semua tidak sesuai dengan apa yang kalian pikirkan.' Aida tahu tidak seharusnya dia berbohong lagi. Tapi masa iya dia mengatakan pada keluarganya tidak boleh? Ratna: Jangan biasakan adikmu punya mental pengemis dan berharap sama orang lain. Ingat Aida, kita tidak boleh berharap kecuali kepada Tuhan. Tapi memang ini juga adalah jawaban yang sudah diperkirakan oleh Aida. Ibunya memang tidak akan pernah mengizinkan adik-adiknya kalau datang ke sana untuk mericuhi Aida. Lingga: Maaf deh Bu, kalau gitu aku akan ubah rencana aja. Nanti kalau aku udah jadi pilot aku bikinin rumah buat ibu yang kayak gitu. Lestari: Emang gaji pilot itu gede ya Mas? Bisa buat beli apartemen? Lingga: Iyalah. Nanti aku jadi pilot bukan cuman sekedar pilot biasa aja. Dan aku nggak beli apartemen tapi rumah untuk ibu. Itu nanti lebih bagus daripada rumah kita yang dulu. Modelnya ga kaya rumah jadul, pokoknya beda sama nanti yang aku buat, wah deh. Aida: Aamiiin ya Rob. Semoga impian adikku yang ganteng ini bisa terwujud. Tak menunggu lama Aida langsung mendukung karena memang itu juga adalah impiannya. 'Perjuanganku sudah sampai sejauh ini. Dan aku sudah membiarkan diriku terhina. Entah apa yang dipikirkan kakek Adiwijaya dengan memintaku untuk menjadi istri cucunya dan apa yang dia ancamkan pada cucunya sampai ini semua terjadi, semuanya masih misteri untukku. Tapi yang pasti aku berharap adik-adikku bisa mewujudkan semua impian mereka dengan memanfaatkan kesempatan ini yang mungkin tidak akan tak pernah terjadi dua kali.' Aida tidak memikirkan tentang dirinya sendiri. Semua yang dilakukannya memang hanya untuk keluarganya. Jadi semua yang dikatakan oleh Lingga itu membuat hatinya sungguh penuh rasa haru dengan harapan impian adiknya itu terwujud. Arum: Aku juga nanti mau jadi dokter dan aku juga nggak mau kalah sama mas Lingga. Aku juga bisa punya uang banyak kalo udah praktek. Ratna: Astagfirullah. Arum, jadi dokter itu adalah niat yang mulia. Dan seorang dokter itu harusnya berpikir bagaimana cara menyembuhkan pasiennya bukan memikirkan berapa banyak uang yang akan kamu kantongi. Kalau kamu mau jadi dokter cuma untuk mengejar kekayaan saja itu tak baik. Allah pasti murka, tak berkah. Arum: Hehehe. Iya Bu maaf. Maksud Arum juga nggak mau nekenin ke pasien, Bu. Duh, gimana ya... Ratna: Nggak perlu gimana-gimana, Ibu pesen ke kalian semua, hati-hati kalau bicara. Ingat, Allah itu Maha Mendengar dan Maha Tahu niat di hati kalianD dan apa yang kalian lakukan kalau kalian berbuat kesalahan maka nanti Ibu dan ayah kalian juga akan repot urusannya di Mahsyar. Karena Allah menjadikan Ibu dan ayahmu adalah madrasah pertama kalian belajar tentang hidup. Arum: Iya Bu, maaf. Lestari: Berarti daripada jadi dokter mendingan aku ya Bu, kalau misalkan aku sekolah desainer terus nanti aku jadi desainer baju terkenal aku bisa jual baju dengan harga yang mahal dan bisa banyak uang. Ratna: Sama aja itu salah, Tari. Namanya pekerjaan itu semuanya harus dikerjakan berdasarkan hati. Bukan cuma berpatokan dengan uang. Sudah, matikan teleponnya kasihan kakak kalian. Dia ada suami yang harus diurus di sana bukan cuma ngobrol nggak jelas kayak gini. Aida: Padahal nggak apa-apa kok Bu. Ratna: Ibu sudah cukup senang mendengar suaramu. Sekarang matikan teleponnya dan urus suamimu ya. Apa dia sudah makan malam atau belum? Masaklah untuknya. Jangan selalu beli makanan jadi karena itu belum tentu sehat. Kamu harus memperhatikan kesehatan anggota keluargamu ya Aida. Aida: Iya Ibu. Tapi mungkin ada yang Ibu ingin bicarakan denganku? Di sini Ratna diam dulu. Karena memang ada sesuatu yang ingin disampaikannya, tapi dia masih ragu Tapi akhirnya setelah berpikir beberapa detik... Ratna: kalian semua keluar dari kamar ibu dulu. Ibu mau bicara dulu sama kakak kalian berdua, jangan nguping. Dosa. Setelah mendengar perintah ini semua anak Ratna pun keluar hingga membuat kepala Aida berdenyut saat menunggu. Kira-kira apa yang ibunya ingin katakan? Takut-takut untuk tahu tentang hal ini lebih lanjut Tapi Aida: Ayo ibu bicaralah. Ratna: Ibu minta maaf padamu, Aida. Ibu tidak maksud menjualmu pada keluarga Adiwijaya demi keuntungan keluarga ini Aida: Loh, Ibu jadi kepikiran ke sana sih? Aku nggak sama sekali kok merasa dijual. Ratna: Tapi tetap aja. Seharusnya ibu mendengarmu ketika kamu meminta untuk dibatalkan saja acara pernikahan itu. Ibu minta maaf padamu, Aida. Aida: Bu nggak ada yang perlu dimaafin. Aku disini bahagia kok. Lagian Mas Reiko sangat baik Ratna: Kamu nggak lagi ngebohongin Ibu kan? Aida: Memang apa yang Ibu takutkan sih? Aku di sini diperlakukan sangat baik sekali. Aku sangat bersyukur sekali Bu. Jadi Ibu Jangan berpikir yang aneh-aneh ya. Ratna: Sebetulnya ibu sangat takut sekali ketika pak Endra berkali-kali telepon Ibu untuk memastikan tidak ada yang tahu tentang kepergianmu dan masalah pernikahan itu juga harus dirahasiakan. Ini agak kontradiktif. Satu sisi Ratna di depan anak-anaknya berpesan begitu manis agar Aida menjaga rumah tangga dan menyayangi suaminya serta memperhatikannya. Tapi di belakangnya Ratna tidak bisa menutupi kalau ada kegundahan. Hanya saja, Ratna memang tidak bisa menceritakan ini pada anak-anaknya yang lain yang tidak ada hubungannya dengan masalah ini. Aida: Hihihi, jadi itu toh masalahnya Bu? Ya ampun ibu. Itu tuh nggak kayak yang Ibu pikirin. Bahkan ya Bu, aku ceritain nih. Baru sampai di rumah, Mas Reiko udah dikejar-kejar sama pekerjaannya. Mereka kayaknya mau ada event penting gitu di kantornya. Aku sampe nggak berani nanya, soalnya dia kelihatan stress banget sama pekerjaannya. Tapi dia masih tetap berusaha nemenin aku. Masih berusaha nanya apa aku mau jalan-jalan apa nggak? Aku malah yang nggak enak sama keluarga mereka Bu. 'Cih. Dikejar-kejar kerjaannya buat muasin ratu lebah.' Aida memang berkata manis di bibirnya tapi hati manusia tak bisa berbohong bukan kalau sedang mengumpat? Ratna: Aida kamu serius? Aida: Iya loh bu. Dia benar-benar telaten sama pekerjaannya dan bertanggung jawab. Ratna: Ya Allah, Maaf Aida, Ibu benar-benar khawatir padamu. Malah tadinya Ibu berpikir untuk meminta mereka mengembalikanmu sama ibu dan Ibu baru saja mau mengatakan pada adik-adikmu untuk tidak bermimpi di sekolah itu selama mereka belum bisa memenuhi biayanya sendiri Ini yang aku takutkan. Feeling ibuku memang sangat kuat, Aida sampai ngeri mendengar apa yang dikatakan ibunya. Sehingga Aida: Ibu saranku berhenti nonton sinetron yang aneh-aneh itu di TV. Jadinya Ibu kepikiran macam-macam. Padahal dunia tidak seperti sinetron Bu. Ratna: Kamu ini bisa aja Aida. hmm ... Maaf ya karena Ibu mengganggumu dan membicarakan masalah ini. Tak seharusnya ibu membuatmu khawatir Aida: Iya Ibu istirahat aja. Pokoknya semua baik-baik aja dan nanti kalau Ibu ke Jakarta aku undang ibu ke sini. Ibu bisa kok nginep di sini. Ratna: Terima kasih. Tapi itu tidak penting. Kalau memang suamimu baik padamu dan keluarganya juga baik padamu maka lakukanlah yang terbaik untuk membuat mereka bahagia dengan keberadaanmu di sana, mengerti? Aida: Iya Bu, Aida paham. Ratna: kalau begitu Ibu tutup dulu teleponnya ya. Assalamualaikum. "Waalaikumsalam warahmatullah." Aida menjawab sambil menggerakkan jari tangannya menghapus titik air mata yang baru saja lepas dari sudut matanya. Telepon memang sudah tidak terhubung lagi ketika Aida menjawab salam itu. Tapi semua pesan-pesan yang diberikan oleh ibunya malah menorehkan sedikit kesedihan baru untuknya. "Ya Tuhan, tolong sembunyikan semua kenyataan ini dari ibuku, biarlah kalau memang sakit hanya aku sendiri saja yang merasakannya dan kalaupun ibuku harus tahu, aku mohon buatlah kondisinya aku memang sudah bahagia saat harus menceritakan masalah ini padanya." Sambil berusaha tegar Aida mengucapkan kata-kata itu dan menaruh handphonenya "Aku lapar. Walaupun tersiksa tapi aku tetap harus melanjutkan hidupku kan?" Sudah tak mau membuat banyak drama lagi karena air matanya pun juga sudah seakan-akan kering, Aida memilih membuka pintu kamar. Apa yang diinginkan Aida sekarang adalah makanan dan kerongkongannya juga ingin dialiri oleh air. Karena itu dia pun melangkahkan kakinya meninggalkan tempat ternyaman untuk bersembunyi di apartemen itu. Hanya saja "Nature space yang dia miliki memang luar biasa bagus. Aku baru sadar kalau di dalam apartemen bisa menumbuhkan pohon-pohon seperti ini. Dan ini sebagian besar pohon hidup kan? Berarti ini tanah dong?" Aida bergumam sendiri sambil memperhatikan satu sudut yang berada di dekat jendela. Ada dua nature space di apartemen tersebut. Ini eye catching dan membuatnya terdistraksi sebentar Bagian pertama di dekat tangga dan bagian kedua di dekat sebuah jendela. Pas sekali di hadapannya ada kaca besar yang membuat bagian tersebut memang terlihat elegan dan mewah. "Tapi ngapain aku berdiri di sini ya? Tempat itu memang bagus tapi kan aku mau cari makan ke dapur bukan mau makan rumput." Tak mau membuang waktu apalagi setelah mengetahui bahwa ruangan bawah kosong. Sepertinya yang punya rumah sedang banyak aktivitas di lantai dua. Tapi Aida tidak peduli. Dia bergegas langsung ke dapur mencoba mencari makanan yang bisa diambilnya "Kulkasnya kosong. Dia bilang aku bisa mengambil makanan apapun di kulkas tapi yang ada di kulkas hanya air minum, s**u dan keju segitiga beberapa potong. Haduh." Terpaksa Aida harus membuka kabinet, seperti maling malam-malam menggeledah mencari harta karun. "Di mana makanan? Mana aku nggak tahu lagi beli makan di sini di mana." Mau keluar pun dia tidak tahu mau beli makanan di mana. Lagi pula Aida punya uang juga cukup terbatas dan Aida juga tidak tahu berapa pin apartemen itu. Dan bukankah dia harus izin dulu sebelum pergi? 'Pesan ojek online juga mahal kan? Aku harus hemat uang,' pikirnya lagi yang harus struggling dengan kondisinya. "Ah, syukurlah, di sini ada beras sisa. Dan ada bumbu nasi goreng di laci atasnya. Tapi nggak ada telur dan yang lainnya. Berarti kalau begini ceritanya aku harus masak nasi dulu dong? Nggak mungkin kan aku makan beras?” Terpaksa. Perutnya yang sudah keroncongan membuat Aida tidak punya pilihan lain. "Kita masak nasi dulu aja lah." Aida gumam-gumam pelan yang hanya bisa didengar oleh telinganya saat menyiapkan beras itu. Hingga nasi siap sudah masuk ke dalam magic com Aida melihat satu tempat lagi yang membuatnya penasaran apakah ada sesuatu di sana yang mungkin bisa dimakan? "Wah, harta karunku. Di freezer-nya ada ayam fillet. Apa aku bisa pakai ayam ini ya? Sedikit saja buat nasi goreng biar ga cuma nasi doang ama minyak, hihi." Untungnya Aida membuka freezer dan menemukan sesuatu yang bisa membuat dirinya tersenyum. "Ah, tak perlu dipikirkan boleh atau tidaklah. Lagi pula dia bilang aku boleh mengambil makanan di sini." Setelah menenggak air minumnya Aida pun segera mungkin melakukan niatnya itu. Dia men-defrost ayamnya. Untung saja Aida tidak termasuk orang yang gaptek teknologi. Dia memang suka menonton video memasak dengan host menggunakan alat-alat canggih yang sekarang digunakannya. Aida juga pandai bahasa Inggris sehingga segala perintah untuk menjalankan alat-alat dapur tidak ada masalah untuknya "Akhirnya nasi gorengnya matang juga. " Setelah menunggu hampir sejam hingga nasinya tanak Aida bisa memasak nasi goreng dan kini makanan itu sudah membuatnya bahagia dan tersenyum saat menyiapkan piring. Beruntung di apartemen itu masih ada minyak. "Akhirnya perutku bisa diisi juga. Wah, laper berat." Perutnya semakin tak sabar ketika tangannya memindahkan nasi gorengnya dari penggorengan ke piring. Ingin sudah dirinya melahap makanan itu. Tapi "Kamu masak apa?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN