HOME SICK

1613 Kata
"Ah, tapi masa bodo ah. Aku udah lapar banget. Lagian aku juga udah nggak tahan sama hausnya." Aida sudah melipat mukenanya dan menentukan pilihannya. "Kalau ditanya, aku juga cuman pengen ngambil makanan sama air aja kok, bukan mau ngintipin mereka." Beginilah manusia kalau kebutuhan dasarnya sudah terdesak. Rasa lapar itu memberikan keberanian bagi Aida yang tadinya memang hanya ingin tinggal di kamar itu, untuk memenuhi hasrat bertahan hidupnya. Aida yang sudah melipat sajadahnya pun kini sudah hendak bersiap keluar Tapi dreet dreet dreet Handphonenya yang bergetar segera mungkin membuat Aida mendekat ke tasnya dan sesuai dengan dugaannya. "Duuuh, ini nomor ibu." Bibir Aida berbisik lirih, dengan semua rasa yang membuat hatinya tak tenang. Ingin rasanya dia tidak mengangkat telepon yang kini bergetar dan juga berbunyi ring tone-nya. Tapi apakah ibunya tidak akan khawatir kalau dia tidak mengangkatnya? Aida: Assalamualaikum Bu? Terpaksa Aida tidak mengikuti kata hatinya. Tak tega dirinya kalau sang ibu harus kepikiran tentang kondisi anaknya yang kini sudah memiliki kehidupan sendiri. Lingga: Tuh kan bu, kataku juga mbak Aida pasti nggak lagi ngapa-ngapain, bener kan kita telepon aja pasti diangkat kok. Ratna: Hus, Lingga, mbakyu-mu baru saja mengucapkan salam bukan dijawab dulu waalaikumsalam, kok malah ngomong ke mana-mana gitu toh? Lingga: Hehe, itu salamnya udah Ibu jawab kan? Jawab salam itu kan fardhu kifayah, soalnya kan salamnya diperuntukkan buat kita dan ini juga teleponnya kan aku loudspeaker, tadi juga aku liat Tari jawab kok salam dari Mbak Aida. 'Kenapa tiba-tiba aku sangat merindukan mereka ya? Padahal kalau dekat, aku berantem terus, ada aja yang diributin. Tapi sekarang aku malah kebayang manjanya Lestari kalau tidur selalu saja minta aku temenin dan aku nggak boleh tidur lebih dulu sebelum dia tidur, membuat mataku sepet dan pasti mengomelinya. Bagaimana Arum selalu saja memintaku untuk membantunya mengerjakan PR, ujungnya malah aku yang mengerjakan tugasnya. Lingga juga sering banget iseng dan jahil. Kenapa tiba-tiba aku jadi ingin kembali ke rumah dan tinggal bersama mereka lagi? Merasakan hangatnya kebersamaan dengan ibu yang membuatku selalu merasa tenang dan nyaman berada dalam lingkupan kasih sayangnya.' Senyum pun tersemat di bibir Aida berbarengan dengan setetes air mata rindu yang segera dihapus oleh punggung tangannya. Aida tak ingin suaranya nanti berubah jadi serak dan mengkhawatirkan orang-orang di rumahnya. Belum ada sehari meninggalkan zona nyaman di rumahnya, tapi Aida sudah merasakan homesick. 'Ah, aku tak boleh lemah demi semua mimpi, lima tahun lagi.' Aida mengingatkan hatinya untuk segera mungkin bicara sebelum dia tak lagi bisa mengendalikan emosinya. Aida: Ibu menelepon ada apa? Jelas aku angkatlah kalau telepon Ibu. Kalau telepon Lingga baru nggak aku angkat. Palingan dia iseng doang sama aku. Lingga: Dih, kapan aku iseng sama Mbak Aida? Aida: Maling nggak teriak maling, Lingga. Lingga: Jiaahahah, tapi kan aku bukan maling. Aida: Kalau bukan maling ngapain nelepon mbak pakai telepon Ibu? Bilang aja kamu kangen sama mbak-mu ini dan takut teleponnya nggak diangkat kalau pakai nomor kamu sendiri kaaaaaan? Lingga: Dih, diiiiih, ge-er banget Mbak Aida nih, Bu. Padahal kan Ibu dari tadi nangis terus soalnya kangen sama Mbak Aida. Makanya aku telepon, abis ibu nggak mau mau terus sih disuruh telepon. Aida: Ish, Ibu, aku nggak apa-apa loh. Kenapa juga Ibu pakai harus nangis segala? 'Aduh apa ada ikatan batin antara aku sama ibu ya? Dia jadi ngerasain sedihnya aku karena aku disini juga tadi sempat galau? Aku harus hati-hati dengan feeling ini. Orang tua perempuan itu kontak batinnya kuat banget sama anaknya.' Aida tak tahu apakah yang dikatakan Lingga itu benar atau salah. Tapi mendengar selentingan dari adiknya itu benar-benar dia tidak enak. Khawatir sekali Aida pada ibunya Ratna: Lingga kamu tuh ngomongnya sembarangan aja. Kamu bikin kakakmu jadi kepikiran. Lingga: Tapi kan Lingga nggak berbohong, Bu. Aida: Ibu nggak usah khawatir. Mas Reiko nggak akan marah kalau ibu mau telepon. Ratna: Ibu tidak apa-apa kok. Tadi adikmu aja ini jahil. Tidak mungkin. Aku yakin sekali Ibu memang sedang bersedih dan galau. Aida tahu ibunya memang sangat pintar sekali menyimpan segala sesuatu dan dia bukan orang yang ingin membuat anak-anaknya khawatir. Makanya ini cemas tersendiri dalam batin Aida. Aida: Iya Ibu aku tahu emang kejahilan Lingga Lingga: Wah, aku kena lagi? Aida: Hihi, puluhan tahun mbak kenal sama kamu dan tinggal sama kamu masa iya mbak mu yang serba tahu kebiasaanmu itu nggak tahu kamu tuh jahil, Lingga? Tapi makasih ya karena kamu telepon, jadinya mbak bisa ngobrol sama Ibu. Lingga: Hemm, jahilku bermanfaat kan mbak? Aida: Huehehe, terserah kamu aja deh. Tapi Ibu, Aida cuman pengen ngingetin nih kalau mau telepon Aida, ya udah langsung telepon aja. Lagian Aida juga dari tadi cuma sibuk beres beres baju aja, Bu. Soalnya nggak enak kalau apartemennya mas Reiko jadi berantakan. Dan mungkin hari-hari Aida juga nggak akan sibuk banget kok kalau mas Reiko kerja. Jadi Ibu bisa telepon Aida kapan aja. Lestari: Mbak Aida sekarang tinggal di apartemen? Berarti bisa lihat gedung-gedung tinggi dong? Belum sempat Ratna menjawab pernyataan putrinya, lagi adik bungsu Aida sudah memotong karena kata kunci apartemen adalah sesuatu yang memang menarik sekali untuknya. Aida: Iya. Di kamar mbak sekarang ada jendelanya besar banget terus bisa ngeliat gedung-gedung tinggi, Tari. Sekarang banyak lampu-lampu di gedung-gedung itu yang udah nyala loh. Cantik banget di malam hari. Lestari: Wah bagus banget. Pasti apartemennya bagus ya mbak? Video call bisa nggak? Permintaan yang membuat Aida meringis dalam diamnya Aida: Maaf, Tari. Mas Reiko lagi tidur di kamar, jadi besok aja ya mbak fotoin. 'Maaf Tari bukan aku berniat untuk membohongimu. Maafkan aku juga Tuhan, bukan aku berniat berdusta. Tapi gimana dong? Aku kan nggak mungkin fotoin ruangan di kamar ini di mana aku sendirian dan ini seperti ruangan di kamar tamu. Nggak ada barang-barang suamiku, eh salah, mana ada suami. Bukan, barang si Royco,' protes hati Aida yang memang merasa bersalah karena dirinya berbohong dan juga menampik permintaan adiknya. Itu menyakitkan untuknya. Apalagi memang Aida tahu apartemen di lantai tinggi dengan pemandangan lampu-lampu indah itu adalah sesuatu yang ingin dilihat adiknya sejak lama. Arum: Tari permintaanmu aneh-aneh aja. Lestari: Yah, Aku kan nggak tahu kalau mas Reiko lagi tidur. Lingga: Ya iyalah tidur, capek kan abis olahraga di kasur. Ratna: Jaga omonganmu, Lingga. Istighfar. Lingga: Hihihi, iya Bu, astaghfirulloh, aku dimarahin lagi deh. Padahal aku kan cuman mengatakan sesuai keadaan. bener kan mbak yu kuuuu? Pasti habis olahraga kasur makanya kecapean terus tidur ya mas Reiko? Plaak. Lingga: Aduuh, sakit buuuu." Ratna: Bukan urusanmu. Jangan tanya yang aneh-aneh, usil aja kamu nih. 'Untung saja ada Ibu. Kalau tidak adikku yang satu ini pasti akan bertanya lebih detail lagi. Tapi dia tidak salah juga kataku mah. Si Royco pasti di atas sana masih lelah setelah mendapat sengatan dari ratu lebah.' Tadinya Aida tidak mau memikirkan hal ini. Tapi karena ucapan Lingga yang ada-ada saja, dia jadi kepikiran ke sesuatu yang seharusnya tak perlu diingat-ingat lagi apalagi sekarang hatinya sudah merasa tenang dan damai. Lestari: Tau nih mas Lingga. Ngapain sih ngebahas kayak gituan? Aku kan masih di bawah umur, lagian kan aku juga pengen dengar masalah apartemen. Kan aku ngebayangin kayak di sinetron gitu. Aida: Iya. Memang apartemennya sama kayak di sinetron yang suka ibu tonton itu, Tari. Aida memilih masuk membicarakan ini daripada terus diteror adik laki-lakinya. Lestari: Waaah, keren mbak. Aida: Barang-barang di sini juga semuanya barang-barang modern, canggih-canggih. Mbak mau cuci tangan aja nggak harus pegang kerannya. Arum: Berarti kayak di bioskop-bioskop 21 itu ya Mbak? yang kalau kita mau cuci tangan tinggal taruh di bawah keran airnya ngalir sendiri? Aida: Iya bener, Rum. Pintu rumahnya juga udah nggak pakai kunci cuman masukin pin aja. nyalain AC gak pake dipencet kayak AC punya kita dulu yang udah dijual. Masuk ruangan AC nyala sendiri. Arum: Wah, aku pengen coba masuk ruangan kayak gitu mbak. Kalo cuci tangan aku udah pernah. Lestari: Mbak Arum emang udah pernah cuci tangan di yang kayak gitu? Lestari makin kepo dan tentu saja obrolan ini tetap terdengar oleh Aida. Arum: Udah. Nanti ya kalau aku udah punya uang aku ajakin kamu ke bioskop itu tuh. Ratna: Hush, kamu ini. Adikku masih dibawah umur sudah dibawa ke bioskop. Lingga: Nonton kartun Bu, banyak di bioskop film kartun. Gak apa-apalah kan bioskop zaman sekarang bukan kayak film-film zaman dulu gitu Bu. Lagi-lagi obrolan ini membuat Aida senyum-senyum. Ibunya memang berhati-hati sekali kalau anaknya sudah membicarakan tentang kemajuan dan segala bersangkutan dengan dunia hiburan zaman sekarang. Ratna bukan orang yang suka jalan-jalan ke mall dan menghabiskan semua waktu untuk menjelajah mall atau nonton film maupun melihat kemajuan zaman. Dia ini agak sedikit kuper dan memang selama ini hiburan mereka lebih sering ke acara-acara kampung saja, baik undangan masjid, tetangga nikahan tanggap hiburan atau pasar malam. Jauh dari bioskop-bioskop yang banyak sekali digandrungi anak-anak muda zaman sekarang. Ratna: Tetap aja. Apa faedahnya? Lebih baik kalian di rumah habis salat doakan ayah dan kakak kalian, Aisyah. Mereka di sana menunggu doa kalian. Lestari: Maaf bu, abisnya kan tadi aku kepengen bisa cuci tangan di wastafel yang gak perlu dibuka kerannya, Bu. Ratna: Haish, buang-buang uang mubazir itu temannya setan. Kalau mau cuci tangan dikeran belakang itu aja. "Hahahhaa." Jawaban yang membuat Lestari mencebik di saat suara gelak tawa terdengar dari Arum dan Lingga. Diam-diam Aida pun juga tertawa mendengar bagaimana larangan ibunya Lestari: Kalian jahat banget sama aku malah ngetawain gitu. Aku kan cuman pengen cobain keran yang bisa ngalir airnya sendiri doang. Lingga: Gampang itu mah. Nanti aja pas nganterin aku pindahan sekolah pilot di Tangerang, kalian nginep di rumahnya mbak Aida, di sana kan bisa cuci tangan sebanyak apapun tanpa harus bayar ongkos ke mall. Ide yang menurut Lingga adalah sebuah pilihan yang tepat Makanya Lingga: Saranku ini bener kan Mbak Aida? Nanti kita bisa cobain cuci tangan dan pake AC nyala sendiri di apartemennya Mas Reiko.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN