Gara-gara Mabuk

1274 Kata
“Satu bulan!” jawab Allen jujur. “Baru kali ini!” bohong Aaron. Mereka menjawab serempak namun dengan jawaban yang berbeda. Mendengar kebohongan Aaron, Allen pun memicingkan matanya pada pria itu. Sedangkan Joyce tersenyum miring menatap mereka berdua bergantian. “Allen, jangan berbohong kau!” hardik Aaron pada Allen. “Kau!” geram Allen menatapnya sinis dengan napas yang memburu. Padahal pria itu pernah mengatakan padanya bahwa jika suatu saat pengkhianatan mereka diketahui oleh Joyce, Aaron akan mengakhiri hubungannya dengan Joyce, dan menikahinya. Namun, sekarang ia sadar, ternyata itu semua hanya kebohongan semata. “Sweetheart, dia berbohong. Jangan dengarkan dia,” kilah Aaron. Joyce berdecih, “Cih ... sayangnya aku lebih percaya pada perkataannya dari pada perkataanmu,” cibir Joyce menatap Aaron dengan tatapan jijik. Mendengar itu, Allen merasa sedikit lebih tenang, ia merasa Joyce masih mempercayainya. “Tapi Sweetheart ....” “Stop Aaron!” Joyce mulai menjerit karena kesabarannya yang sudah benar-benar habis, ia sudah muak pada semua kebohongan pria yang telah menjalin kasih dengannya tiga tahun belakangan ini, “jangan panggil aku dengan panggilan menjijikkan seperti itu lagi! Mulai detik ini, hubungan kita sudah berakhir! Dan kau, Allen ...,” Joyce mengalihkan pandangannya pada Allen dengan tatapan tajam, “kemasi barang-barang mu dan pergi dari sini, karena mulai sekarang kau sudah bukan manajerku lagi!” tegasnya. “Tapi aku masih sahabatmu ‘kan, Joyce?” tanya Allen menatap Joyce dengan tatapan sendu dan penuh harap. Joyce tersenyum sinis, “Setelah apa yang kau lakukan padaku, kau masih berharap aku masih mau menganggapmu sebagai sahabatku? Aku tidak senaif itu, Allen!” “Tapi Joyce ....” “Stop! Jangan katakan apa pun lagi padaku! Cepat kalian pergi dari sini!” jerit Joyce seraya menutup telinganya dengan kedua belah telapak tangan. “Joyce, aku mohon, maafkan aku, aku janji aku tidak akan mengulanginya lagi. Enam bulan lagi adalah hari pernikahan kita, Joyce. Tidak mungkin kita membatalkannya, ‘kan?” Aaron mencoba membujuk Joyce dengan berlutut di hadapannya. “Aku tidak peduli! Aku akan membatalkan semuanya. Aku tidak sudi memiliki suami sepertimu!” “Joyce, aku sangat mencintaimu, yang tadi aku lakukan hanya sebuah kesalahan. Bukan karena aku mencintainya.” Joyce tersenyum smirk, “Cinta? Cinta kau bilang? Cinta itu tidak akan mengkhianati, Aaron. Kau juga tahu, ‘kan? Seberapa banyak pria yang jauh lebih mapan darimu yang mendekatiku? Tapi, apa? Apa aku pernah mengkhianatimu, Aaron? Apa pernah, huh? Jawab!” jerit Joyce dengan air matanya yang mengalir deras di wajah cantiknya. Gadis itu sudah tak mampu lagi untuk membendung air matanya sekarang. “Joyce, maafkan aku. Aku berjanji aku tidak akan melakukannya lagi, Joyce. Aku mencintaimu, aku mohon, maafkan aku sekali ini saja. Tolong berikan aku kesempatan untuk membuktikannya padamu,” Aaron terus mencoba memohon pada Joyce dengan menggenggam jemarinya. Namun, dengan segera di tepis kasar oleh Joyce. Ia sungguh merasa jijik jika Aaron menyentuhnya. "Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi, Aaron! Aku sudah melihat semuanya dengan mataku sendiri!" "Tapi, Joyce ...." Joyce bangkit dari duduknya, membuat Aaron menghentikan kalimatnya. Kemudian berjalan ke arah pintu dan membuka pintunya, lalu menarik Luke yang sedang berdiri di depan pintu untuk masuk. Gadis itu terus berjalan sambil menarik pergelangan tangan Luke sampai di hadapan Aaron. “Usir mereka berdua! Aku mau, dalam waktu sepuluh menit, mereka harus sudah angkat kaki dari sini!” titahnya pada Luke tanpa menyebutkan namanya. "Baik, Nona!" sahut Luke. "Apa dia Bryan bodyguard baru Joyce? Mengapa dia terus menggunakan masker seperti itu?" gumam Allen dalam batinnya sambil menatap pria itu dari ujung kepala hingga ujung kakinya. "Tunggu apa lagi? Cepat kemasi barang-barang mu!" hardik Joyce berteriak pada manajer sekaligus sahabatnya itu, saat melihat Allen masih duduk di sofa sambil memicingkan matanya pada bodyguardnya. "I-iya, Joyce," sahut Allen beranjak dari duduknya menuju kamar yang ia tinggali tiga tahun belakangan sejak ia bekerja bersama Joyce. Joyce kembali masuk ke dalam kamar sambil membanting pintunya. Ia sungguh sudah muak melihat wajah kedua pengkhianat itu. Setelah sepuluh menit berlalu, bodyguard barunya itu benar-benar berhasil mengusir Aaron dan Allen. Karena keadaaan di apartemennya sudah tak terdengar lagi suara Aaron yang mengamuk karena Luke mengusirnya, akhirnya Joyce keluar dari kamarnya. Gadis pemilik manik mata berwarna abu itu mendapati sang bodyguard sedang membereskan ruang keluarganya yang berantakan karena amukan Aaron saat dipaksa untuk keluar dari unit apartemen Joyce. Joyce mengulurkan tangannya memberikan kartu debitnya pada Luke, “Tolong belikan dua botol Red Wine!” titahnya. Pria yang diyakini Joyce bernama Bryan itu, mengangguk kecil kemudian pergi keluar untuk membeli Red Wine yang Joyce minta, setelah selesai merapikan apartemen dengan desain interior bernuansa elegan itu. Pria tersebut keluar dari apartemen Joyce dengan menggunakan topi baseball dan masker berwarna hitam untuk menutupi wajahnya lagi. Sebelumnya, ketika ia hendak turun dari mobil untuk mengejar Joyce yang berlari karena sudah tidak sabar untuk memergoki perselingkuhan Aaron dan Allen, ia melihat sekelompok pria bertubuh kekar dan berpakaian serba hitam yang tadi menangkap sosok Bryan asli. Luke sangat yakin jika orang-orang itu sudah salah menangkap orang, dan mereka baru menyadarinya. Mereka salah tangkap karena bodyguard baru Joyce yang asli memiliki ciri-ciri fisik yang hampir terlihat sama jika dilihat dari belakang. Bentuk tubuh dan tinggi badannya pun terlihat sama persis. Luke tidak ragu lagi, mereka adalah orang-orang bayaran sang paman, Jason Myers, yang berniat untuk menghabisi nyawanya. Ia sungguh harus menyembunyikan identitasnya sekarang agar kakak dari ayahnya itu tidak dapat menemukan keberadaannya untuk sementara waktu, sampai ia berhasil mendapatkan bukti-bukti untuk melenyapkan pria tua yang licik itu. Luke masuk ke dalam mobil Maybach edisi terbatas miliknya yang terparkir tak jauh dari tempat parkir mobil Joyce. Diletakkannya dompet yang berisi kartu debit dan juga ponsel miliknya di dalam mobilnya, agar keberadaannya tak bisa dilacak. Ia hanya mengambil semua uang tunai yang ada di dompet itu. Tiga puluh menit berlalu, ia datang membawa dua botol Red Wine seperti permintaan Joyce. Pria bertubuh atletis itu mengambil gelas wine di mini bar yang ada di dalam unit apartemen itu, kemudian menghampiri Joyce yang sedang melamun di sofa yang ada di balkon, dan meletakkan botol wine beserta gelasnya di meja yang ada di hadapan Joyce, kemudian berbalik hendak meninggalkan Joyce. Namun, suara aktris cantik itu berhasil menghentikan langkahnya. “Duduklah! Temani aku minum,” ucapnya sambil menatap langit yang tampak mendung seperti suasana hatinya saat ini. Drrrt ... Drrrt ... Drrrt ... Suara ponsel Joyce terus bergetar. Namun, Joyce sama sekali tidak menjawab panggilannya. Karena dia tak tahu harus menjawab apa pada mommy-nya, gadis itu benar-benar tidak bisa pergi untuk mengunjunginya hari ini. Karena suasana hatinya yang sedang sangat kacau. Luke kembali ke mini bar untuk mengambil satu buah gelas lagi, kemudian ia membukakan botol wine itu dan menuangkannya ke dalam gelas Joyce dan gelasnya. Joyce mengambil gelas itu dan mendentingkan gelasnya ke gelas pria itu, lalu mulai menyesapnya. “Kau memiliki kekasih?” tanya Joyce memulai percakapannya dengan Luke tanpa menoleh padanya. “Tidak, Nona,” jawab Luke menatap wajah cantik sang aktris yang sedang menatap awan dengan tatapan sendu. Joyce tidak bertanya apapun lagi, ia hanya menenggak wine di gelasnya dengan sekali teguk. Dia meminta pria di hadapannya itu menuangkannya lagi, kemudian lagi-lagi gadis itu menenggaknya sekaligus. Joyce terus meminta Luke menuangkannya lagi dan lagi hingga satu botol wine itu dihabiskan oleh Joyce sendiri. Gadis itu pun menjadi mabuk, karena ia memang tak terbiasa minum minuman beralkohol. Batasnya minum alkohol hanya satu gelas saja, tidak lebih dari itu. Joyce tertidur di sofa karena mabuk. Karena cuaca yang sedang mendung dan berangin, Luke menggendongnya ala bridal style ke kamarnya dan membaringkannya di tempat tidur king size milik Joyce. Saat Luke sedang menarik selimut untuk menutupi tubuhnya, tiba-tiba saja Joyce mengalungkan lengan di lehernya dan melumat bibirnya dengan begitu berg*irah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN