Owie Pov
Akhirnya aku bisa berdua saja sama cewek yang dari dulu sering aku amati diam-diam. Cewek cuek yang terlihat selalu ceria, dan memiliki suara bagus serta paras yang cantik. Sayangnya dia tidak pernah memperlihatkan kecantikannya yang tertutup dengan kecuekannya. Sempat ingin mendekatinya waktu kelas X akhir dulu, tapi perhatianku terganggu oleh Luna yang lebih agresif dan terlihat sangat menyukaiku.
Aku bukan tidak berani mendekati Priska, tapi karena memang aku terlalu sibuk dengan urusan basket dan osis membuatku tidak memiliki waktu sekedar pendekatan untuk sesuatu yang belum pasti. Dan sepertinya Priska pun tidak pernah menunjukkan bahwa dia memiliki ketertarikan kepadaku. Apalagi Ario waktu itu begitu kuat mendorongku untuk jadian sama Luna salah satu cewek cantik dan terkenal di sekolah kami. Luna juga agak intensif mendekatiku.
Akhirnya aku berpacaran sama Luna waktu kelas XI. Awalnya Luna sangat perhatian dan lemah lembut. Tapi entah kenapa beberapa bulan ini Aku mulai merasakan tidak nyaman didekatnya. Selain suka memaksa kehendaknya dia juga suka merasa dirinya terkenal di sekolah kami dan terlihat agak sombong. Aku tidak suka dengan perubahan ini. Akhirnya ada rasa tidak nyaman lagi.
Walaupun aku berpacaran dengan Luna, tapi bukan berarti aku melupakan rasaku pada Priska. Aku sering memperhatikan ketika Priska ngobrol di kantin sama Wendy, kadang sama Nandi dan juga teman kami yang lain. sebenarnya aku pun ingin sekali-sekali ikut ngobrol dengannya, tapi Luna selalu menempel didekatku. Yang bisa kulakukan adalah memberi perhatian dengan jalan lain. Untuk hal -hal kecil seperti dia belum mengerjakan PR atau macet mengerjakan tugasnya, pasti aku bantu walau tidak banyak bicara. Karena aku tidak mau ada salah paham, apalagi Luna lumayan cemburuan. Aku khawatir Priska akan jadi bulan-bulanan Luna dan membahayakan dirinya kalo nanti terlalu dekat denganku. Biarlah rasa untuk Priska aku sisihkan diruang hati yang lain.
Sampai suatu hari panitia memintaku untuk mengiringi Priska bernyanyi diacara perpisahan angkatan kami di Villa milik papa yang sangat luas di Cisarua. Tentu saja aku sambut dengan bahagia, walau sempat ditingkahi ketidaksukaan Luna. Awalnya aku katakan pada Nandi bahwa aku sibuk dan akan berpikir dulu dengan maksud supaya tidak terlalu kelihatan bahwa aku sebenarnya sangat bahagia dengan tawaran Nandi. Buktinya belum cukup 24 jam aku sudah menyetujui tawaran Nandi. Duh sepertinya hatiku sedang berkhianat dengan hubunganku dan Luna. Tapi perasaan bahagia bisa bersama Priska tidak bisa aku hindari.
"Hei.. Kok melamun.. kalo kamu bosen nggak apa-apa kok aku ditinggal aja, lagian ini masih jam delapan lho ... mama masih lama pulangnya." Priska menegurku mungkin melihat aku melamun.
Dia terlihat segar karena baru selesai mandi . Dan wangi nya aku suka.
"Nggak apa-apa, aku tungguin sampe mama kamu pulang. O iya ... kita kan ada pr Fisika, kamu sudah ngerjain nggak? Ayo sini kerjain sama aku."
"Wah iya juga ya .. sebentar aku ambil bukunya di kamar."
Aku menunggu di ruang keluarga sambil duduk di atas karpet. Rumah Priska tidak terlalu besar, tapi nyaman dan apik. Ada beberapa pigura foto keluarga Priska waktu masih lengkap.
Priska keluar kamar dengan buku-bukunya.
"Mumpung ada kamu .. Fisika dan Matematika ya." dia tersenyum lucu membuatku gemas.
"Kamu kenapa gak pernah selesain pr?"
"Pusing aku mikirnya."
"Kamu gak suka pelajaran Ipa? "
"Biasa aja sih." Jawabnya ragu
"Kenapa nggak pindah ke Ips aja kalo gitu."
Dia menggeleng sambil tersenyum.
"Tadinya aku mau ke kedokteran pas lulus sma, tapi setelah diskusi sama mama, aku berubah haluan tapi sudah terlanjur di ipa. Waktu itu masih kelas sepuluh sih .. belum telat buat pindah, cuma akunya yang gak mau pindah."
"Alasan gak mau pindah?" semoga karena ada Aku.
"Kasih tau nggak yaaaa ... ada deeehhhh." Ucapnya sok punya rahasia.
"Ya harus punya alasan dong. Ngapain kamu bela-belain tetap di ipa kalo kamu sendiri nggak enjoy di apa?"
"Pengen aja, lagian sudah terbiasa dengan teman-teman di ipa, aneh aja rasanya kalo harus pindah ke ips lagi," jawabmya.
"Tapi harus tanggung jawab dengan pilihan dong, pr dan tugasnya dikerjain." Aku mencoba menasehatinya.
"Aku yang nanggung, kamu yang jawab ya."
"Maksudnya?"
"Aku yang nanggung malunya setiap hari minta contekan, kamu yang bantu jawab semua soal-soal prnya."
Aku tertawa dengan teori yang dikarangnya sendiri.
"Ya udah mau ngerjain yang mana dulu."
"Matematika ya ... Selain bikin pr, kamu mau nggak ajarin aku sampe ngerti?"
"Hmmmm... Kalo cocok bayarannya boleh-boleh aja." Jawabku mengganggu nya.
"Iisshh.. Owie Matre banget siihh "
"Hahaha ... baru ini ada yang ngatain aku matre." Aku tertawa mendengar pilihan katanya.
"Sama temen gak boleh gitu ... harus saling tolong menolong." Jawabnya agak merajuk.
"Aku udah sering nolongin kamu bikin PR ... bantuin tugas juga. Kamu nolongin aku apa? Katanya saling menolong."
"Hmmm ... Kalo gitu sekarang aku tolongin kamu dengan doa aja ... semoga kamu jadi Pilot yang sukses ... gimana? Doa itu lebih dahsyat lho."
"Ya ... ya ... aku butuh doa memang. Paling nggak udah dapat satu yang mendoakan selain mamaku. "
"Ehm ... emang Luna nggak doa in kamu? Dihitung dong."
"Sini buku Matematikanya., kita mulai dari awal ya biar kamu paham." Aku langsung mengalihkan pembicaraan. Aku lagi nggak mau membahas Luna.
*
"Beneran udah ngerti?" Tanyaku setelah menjelaskan rumus yang lumayan sulit ini.
"Ngerti banget. Gampang ya ternyata. kok waktu bu Marni jelasin aku nggak mudeng ya?"
"Kamunya aja yang nggak perhatiin."
"Ya perhatiin dong, cuma kepalaku langsung cenat-cenut kalo lihat Bu Marni ngejelasin rumusnya. Kalo kamu jelasin clear banget. Kenapa nggak kamu aja jadi guru Matematikanya Wie? Pasti nilaiku bisa seratus deh," ucapnya sambil memberiku senyum.
"Masak aku jadi guru ... ada - ada aja kamu."
"Kamu yang ngajarin aku dong, siapa tahu ujian akhir nanti nilaiku membaik. Kalau perlu Bimbel buat UTBK aja sekalian, lumayan aku menghemat nggak usah bayar bimbel lagi ...hehe."
"Boleh ... tapi nggak gratis ya."
"Yaahh ... aku lagi nyari gratisan masak kamu malah minta bayaran sih?"
"Murah kok ... harga teman, traktir aku nonton sama beliin popcorn tiap akhir bulan."
"Wah murah ya, berapa kali pertemuan tuh belajarnya?"
"Tiap hari juga boleh, kan sekalian aku belajar juga."
"Beneran Wie? Pasti nanti Wendy takjub lihat nilai - nilai ujian akhirku yang melejit to the moon," ucapnya sambil mengarahkan telunjuk ku ke arah atas.
"Judul lagu Talking to the moon, trus nilai-nilai melejit to the moon, kamu ada apa dengan The Moon?"
"Ada hubungan yang tak terdeteksi ... cuma pake perasaan, nggak ada yang bisa melihat yang ngerasain cuma aku dan The moon."
"Apa sih ... hubungan tak terdeteksi, ayo buka buku Fisika kamu, siapa tahu nanti ada korelasi antara kamu dengan the Moon." ucapku menunjuk buku fisikanya.
"Jangan serius amat pak, sekali-sekali becanda dong. Pacar kamu nggak garing kalo kamu serius-serius gitu?"
"Ya kalo nggak suka kan tinggal putus aja, kenapa harus pusing."
"Duh sadisnya ..."
"Kenapa sadis? Pacaran kan gitu, nggak cocok ya putus. Kamu sama pacar kamu gimana?"
Dia kaget aku tanyai seperti itu.
"Aku? Sejak kapan aku punya pacar?" Ini yang mau aku dengar.
"Hmm ... bagus deh kalo nggak punya pacar."
"Bagusnya kenapa?"
"Ya bagus aja."
"Tapi nanti abis lulus sma baru aku cari pacar."
"Jangan!" sahutku cepat tanpa bisa menahan. Egois banget ya aku.
"Kenapa?"
"Fokus aja kuliah, ntar selesai kuliah langsung nikah."
"Lha ... pacaran nggak kok langsung nikah, ta'aruf maksudnya?"
"Pokoknya jangan pacaran aja .. fokus aja kuliah nanti."
"Lho ... kamu aja punya pacar, kenapa nggak fokus sekolah?"
"Ini juga sudah mau putus."
"Lhaaa?"
"Nggak usah lha ... lha ... ayo belajar, mau mulai dari mana?" Aku mengalihkan pembicaraan lagi.
Aku menjelaskan dulu beberapa materi Fisika yang menjadi pr kami. Setelah dia bilang mengerti aku membiarkan dia mengerjakan sendiri dan aku puas memandangnya sambil bersandar disofa.
Dia mengerjakan pr Fisika dalam waktu singkat.
"Mendadak jadi einstein deh rasanya," ucapnya ketika selesai menuliskan jawaban untuk pertanyaan terakhir.
"Kamu tuh pinter Pris, kenapa nggak dimaksimalkan waktu belajarnya?"
"Nggak tau juga, perasaan di sekolah aku susah banget buat paham."
"Mulai besok kamu tukeran sama Ario duduk disebelahku, jadi kalo ada yang nggak ngerti bisa aku bantu. Atau jangan-jangan kamu sama Wendy kebanyakan ngobrol ya? Aku lihat kalian berdua sering banget bisik-bisik dan cekikikan berdua."
Dia tersenyum mendengar ucapanku. Mungkin benar tebakanku soal dia sering ngobrol sama Wendy.
"Aku sama Wendy itu ibarat Bulan dan Bintang, saling menemani"
"Dalem banget kayaknya."
"Iyalah ... itu persahabatan yang sebenarnya. sekarang tambah Nandi yang sejak semester lalu sudah sering jalan sama aku dan Wendy. Dalam gelap malam dia bagian meteornya deh ... on off gitu," jelasnya sambil tertawa.
"Eh tapi jangan bilang ke Nandi dia bagian meteornya ya ... ngamuk lagi tuh anak dapat peran meteor, aslinya sih dia jadi bulan-bulanan aku dan Wendy," lanjutnya.
"Kamu nggak bisa bilangin ke Nandi supaya dia jangan kayak cewek gitu ... nyalahin kodrat tuh."
"Udah sering kaliii, apalagi Wendy kalo ngomong nggak pake tega-tegaan, tapi tetep aja dia gitu. Sepertinya udah bawaan orok."
"Kasihan juga kalo dia begitu terus, orangtuanya juga pasti ada rasa kecewa lihat anaknya gitu."
"Ya semoga aja dia nanti berubah. untuk saat ini nggak nambah-nambah aja udah syukur."
"Jadi kamu mau pindah duduk dekat aku nggak? Nanti aku bilang Ario biar dia pindah gantiin kamu ke sebelah Wendy."
"Jangan deh Wie, aku nggak enak sama Wendy. Lagian kan kamu mau bimbelin aku, jadi apa nggak?" Tanyanya melihat ke arahku.
"Boleh, kita kan latihan selasa kamis, karena kita udah klop latihannya, tinggal ngulang -ngulang dikit jadi kita bisa latihan tiap sabtu aja, selasa kamis kita belajar, kamu kan selasa kamis sabtu freenya?"
Dia agak terdiam sesaat.
"Lho kok malah bengong? "
"Eh...kamu bilang apa tadi?"
"Kita latihannya Sabtu aja, selasa kamis kita belajar bareng"
"Hmm..sabtu bukannya acara kamu sama Luna, nanti malah ganggu"
"Siapa bilang?"
"Nebak, kan biasanya orang pacaran acaranya weekend."
"Emang Kamu begitu sama pacar kamu?"
"Iissh apaan sih, kan aku bilang aku nggak pernah pacaran, mana aku tahu. Weekendku kan sama Wendy dan Nandi atau sama mama. Kamu lah yang tahu, kamu yang punya pacar."
"Itu dulu, sekarang udah nggak pernah lagi."
"Kok gitu?"
"Pokoknya gitu deh. Kita latihan sabtu siang jam duaan gitu, mau disini atau di rumahku?"
"Terserah kamu aja, aku sih bebas."
"Ya udah kalo belajar di sini selasa dan kamis, kalo latihan sabtu di rumahku."
"Ya boleh."
Maaf Lun..Aku mulai menemukan jalan dan jadwal baruku sepertinya.