26

1047 Kata
Gahar tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Ia bukan orang yang terlalu ambil pusing jika seseorang mudah tersinggung akan sesuatu, tapi kali ini Gahar seperti menyesal telah membuat Puspa kesal. Padahal ia bisa saja berdalih bahwa ucapannya wajar, berlindung di dalih tidak tahu. Menjelang sore suasana di dalam supermarket itu sangat ramai karena kebetulan sedang ada event yang digelar. Gahar sempat kelihangan Puspa diantara banyaknya orang-orang itu lantaran dia cepat sekali jalannya, badannya yang ramping memudadahkan Puspa menyelinap. Dalam urusan cara makan, Puspa mungkin memang beda dengan wanita kebanyakan. Tapi urusan emosi, tentu saja sama seperti mereka, gampang sensi. Terlebih Gahar baru ingat kalau Puspa masih dalam masa PMS. Biasanya pula, banyak wanita memakai dalih PMS itu boleh marah berlebihan, bahkan untuk sebab tak jelas sekalipun. Demi mencegah hal-hal aneh terjadi, Gahar terpaksa berkeliling hanya untuk menemukan keberadaan Puspa. Orang yang tengah dicari-cari Gahar itu rupanya tengah berada di tengah-tengah keramaian di depan panggung rendah, tempat event bertajuk 'Berapa Liter Cintamu'. Itu adalah semacam lomba khusus pasangan yang disponsori oleh sebuah brang minuman bersoda baru yang belakangan tengah gencar-gencarnya melakukan pengenalan produk. Yang membuat lomba ini menarik tentu saja karena dibumbui romansa cinta, dimana hanya pasangan kekasih atau suami istri yang boleh mengikuti. Maka tak heran jika sekitar panggung itu sangat ramai. Puspa merasa ini ide yang sangat menarik meski hadiah yang ditawarkan hanya voucher belanja senilai tiga ratus ribu rupiah dan dua galon lima liter minuman bersoda tersebut bagi pemenang pertama. Sepanjang ingatannya, Gunamart belum pernah mengadakan event semacam ini. Puspa segera berbalik badan, bermaksud mencari Gahar agar dia melihat ini, barangkali nantinya bisa mereka adopsi idenya. Puspa sengaja meninggalkan Gahar tadi lantaran masih kesal, ia memilih menjauh daripada nantinya mengatakan hal-hal yang akan ia sesali keesokan hari. "Puspa?" Gerak Puspa otomatis tertahan saat mendengar suara lelaki yang terdengar tak asing menyerukan namanya. Tentu saja Puspa tidak salah mengenali, lantaran suara itu telah mengisi hari-harinya tak sebulan atau dua bulan. Mereka bahkan pernah tinggal di bawah atap yang sama. Ibarat kata, suara pertama dan terakhir yang didengarnya adalah suara lelaki yang tak lain adalah Nando. Si brengsekk yang sayangnya harus Puspa akui sebagai mantan pacar. Nando tidak sendiri, tangan kanannya menggandeng tangan selingkuhan yang kini sepertinya telah resmi jadi kekasih lelaki itu. Puspa menghela napas pendek. Mimpi apa ia semalam sampai dipertemukan lagi dengan pasangan menjijikkan ini? "Oh, hai. Nando, kan?" balas Puspa berlagak nama dan wajah lelaki itu telah terhapus dari memori ingatannya. Selly tampak mendengus, seolah menertawai lagak Puspa. Namun, Puspa sama sekali tidak menggubrisnya. Melirik sekilaspun tidak. Pasangan bahagia itu maju beberapa langkah hingga kini berdiri berhadapan dengan Puspa. "Kamu ngapain di sini?" tanya Nando . "Kayaknya ini supermarket, deh. Kayaknya udah jelas tujuan aku ke sini nggak mungkin buat numpang mandi, kan." Terbiasa bergaul dengan Tina dan Oliv yang suka nyinyir, Puspa akhirnya bisa mempraktekkan kemampuan terpendamnya ini di tempat dan waktu yang tepat. Akibatnya, senyum Nando tak lagi serileks sebelumnya. Agaknya kalimat terakhir Puspa berhasil menentil pasangan itu. "Maksud aku, kamu kan nggak pernah belanja di supermarket lain soalnya kamu kerja di suparmarket juga." "Ih, sok tahu." "Kamu dulu—" "Nggak usah bawa-bawa yang udah lalu. Nggak enak sama pacar kamu,” potong Puspa, sengaja melirikkan mata pada Selly sekilas. “Kalau belanja, mana belanjaan kamu?” Selly akhirnya ikut melibatkan diri dalam obrolan. “Kalian sendiri? Mana belanjaan kalian?” Puspa membalikkan pertanyaan, alih-alih merepotkan diri mengarang alasan. Selly makin merapatkan tubuh pada Nando, bersamaan dengan mengubah pegangan tangannya menjadi memeluk lengan Nando posesif. “Kami baru datang dan mau ikut acara itu.” Puspa menoleh sebentar ke acara yang dimaksud. “Wah, punya pacar. Enaknya bisa ikutan.” “Apaan, sih, ngeselin banget diajak ngobrol baik-baik,” keluh Selly dengan wajah tertekuk sebal. “Udah lah, Yang, ayo kita pergi aja. Aku bilang juga apa, nggak usah sapa dia.“ "Lah kok marah? Ucapan aku salahnya di mana? Aku kan tadi muji kalian, dan mengasihani diri karena aku nggak bisa ikutan." Ah, payah pikir Puspa. Baru segitu saja Selly sudah marah. Puspa saja yang pacarnya dia curi, tidak parah. Hanya sedih sebentar, tapi tidak tahu kapan siap lagi untuk pacaran. Puspa butuh laki-laki. Seperti kebanyakan wanita, Puspa punya angan-angan membangun sebuah keluarga bahagia. Hanya saja, untuk memulai hubungan baru, Puspa sepertinya butuh waktu. Dua kali terjebak ditipu laki-laki membuat Puspa saat ini sedang berada dalam fase mempertanyakan, memangnya laki-laki baik masih ada? "Aku bukan orang bodoh ya, Puspa, aku tahu dari tadi kamu sengaja nyindir-nyindir kami." "Siapa yang bilang kamu bodoh? Kamu pintar, kok. Aku yang bodoh. Karena kalau aku pintar, aku pasti nggak akan nunggu mergoki kamu numpang mandi buat putus dari pacarmu ini." Puspa tak lagi menyindir, sekalian saja main terang-terangan. Selly melepas pelukannya di lengan Nando dan beralih melipat di daada, menatap Puspa dengan tatapan angkuh. "Apa kamu tahu kenapa Nando ninggalin kamu?" "Sel, apa, sih—" Nando berusaha menghentikan sebelum terjadi keributan lebih besar. Namun, tak bisa karena Puspa tak mau mundur begitu saja. "Karena titiitnya nggak betah diam di kandang. Dia butuh lubang, sayangnya aku nggak mau buka segel sama orang sembarangan." "Halah, sok suci," ejek Selly. Nando berusaha melerai dengan menarik tangan Selly. "Udah, kalian ini kenapa?" "Itu namanya prinsip," tendas Puspa, mengabaikan Nando. "Buat kamu mungkin seks cuma sekadar kebutuhan biologis. Tapi buat aku, maknanya lebih dari itu." Selly menertawakan Puspa sinis. "Ya ya ya, memang kamu doang orang paling berprinsip di dunia ini. Itulah yang Nando nggak suka dari kamu. Karena kamu terlalu banyak omong, sok pintar sama teori-teori. Kok bisa sih, Yang, kamu dulu pacaran sama orang ini?" "Selly," tegur Nanto yang tampak mulai tak tahan dengan situasi ini. "Selly, dengar, ya, jodoh itu cerminan diri, itulah kenapa Nando ninggalin aku dan lebih milih kamu Karena kalian cocok. Nando yang begitu, ya sudah cocok banget berpasangan sama kamu yang begini." Puspa sengaja menatap Selly menilai dari ujung kepala hingga kaki. Sebetulnya, salah Puspa sendiri lantatan meladeni. Padahal tadi ia bisa saja langsung pergi sehingga ia tidak perlu adu urat si tengah keramaian seperti ini. Selly menipiskan bibir, seolah tengah berusaha keras menahan diri agar tak menjambak rambut Puspa. "Oh ya? Aku jadi penasaran siapa jodoh kamu. Ceminan kamu itu. Paling-paling juga teman kerjamu sesama karyawan supermarket." Dan, sekarang Puspa lah yang tak tahan tak menjambak rambut Selly. Harga diri Puspa tak membiarkan dirinya diinjak-injak oleh seorang 'pelakor'. Telat di saat Puspa memutar otak bagaimana membungkam mulut Selly, Tuhan seolah memberinya jalan keluar. "Puspa," panggil suara Gahar. Mungkin besok Puspa akan menyesali perbuatannya ini, tapi ia tak peduli. Ia akan mengurusnya besok.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN