Penolakan

1006 Kata
Kinan melepas pelukan Satya dengan gerakan lembut. Ia tidak ingin Satya merasa jika dirinya menolak sentuhannya. Romi memilih untuk pergi meninggalkan dapur dan mendekati ruang tamu. Ia duduk disana dan Kinan mendekati Romi yang tengah duduk di ruang utama. "Kamu belum makan sesuatu, ayo ikutlah dengan kami!" ajak Kinan pada pria yang memiliki tatapan serius itu. Romi hanya menatap Kinan berdiri di hadapannya. "Tidak perlu, aku kembali saja!" Romi bangkit dari duduknya hendak pergi, tapi Kinan seperti menahannya. "Kamu belum makan apapun Romi, kamu juga tidak bisa memasak, ayo kita makan bersama!" bujuk Kinan pada pria bertubuh tinggi itu. Romi mendengus mendengar ucapan Kinan, tidak bisa masak, yang benar saja. Romi bahkan bisa memasak untuknya sendiri. "Aku tidak lapar!" ucap Romi dengan wajah datar. "Sudahlah, ayo!" ajak Kinan memaksa Romi ikut bergabung bersamanya dan Satya. Pria itu tidak menjawab namun berdiri mendekati Kinan. Romi mengulurkan tangannya mempersilahkan Kinan untuk jalan lebih dulu. Kinan yang mengerti langsung melangkah ke dapur dan melihat Satya sudah menuang anggur ke dalam gelasnya. Pria manis itu tersenyum pada Kinan lalu mempersilahkan Kinan dengan menarik kursinya untuk duduk di dekatnya. Romi menarik kursinya dan duduk di hadapan dua orang yang katanya tengah pacaran. Kinan melirik Romi yang tetap seperti biasa, cuek, datar dan tidak terbaca. Satya meraih piring Kinan karena hanya terdiam tak bergerak. Pria itu mulai meletakkan makanan di dalam piring Kinan membuat gadis itu menatap ke arahnya. "Sikit saja!" ucap Kinan membuat Satya mengangguk. Satya mengambil bagiannya sendiri sementara Romi masih tampak diam tidak bergerak. Kinan menatap Romi yang hanya memandang makanan yang ada di hadapannya. "Kamu tidak makan?" pertanyaan Kinan membuat Satya menatap Kinan lalu mengikuti arah pandang Kinan yang sedang menatap Romi. Romi tampak membalas tatapan Kinan dan mengangguk. "Sini, aku ambilkan!" ucap Kinan sembari mengambil piring di hadapan Romi. Romi menghentikan gerakan tangan Kinan. Pria itu mengambil alih piringnya dan mengambil sedikit bagian makanan yang ada di hadapannya. Satya mendengus melihat Romi, pria itu menatap Romi dengan tatapan sinis lalu melanjutkan makannya. "Dia sudah dewasa sayang, tidak perlu khawatir dia makan atau tidak!" ucap Satya bernada menyindir sambil menatap makanannya. Kinan menatap Satya yang bicara padanya. "Bukan begitu Chef, aku hanya tidak ingin dia kelaparan saat bekerja bersamaku!" ucap Kinan dengan nada gugup menatap Satya dan Romi satu sama lain. Romi hanya diam tidak menghiraukan ucapan Satya. Ia selesai menyantap makanan yang ada di piringnya. Menyesap anggur itu hingga tandas lalu bangkit dari duduknya hendak pergi meninggalkan Kinan dan Satya. "Ahh, tampaknya kamu tidak tahu cara berterimakasih!" suara Satya membuat Romi menghentikan langkahnya. Pria itu tersenyum miring tanpa menatap Satya, ia melanjutkan langkahnya meninggalkan Satya dan Kinan disana. "Lihat asisten kamu, dia terlalu sombong. Bertingkah seperti seorang bos!" gerutu Satya di hadapan Kinan. Kinan memejamkan matanya menghela nafasnya panjang. "Sudahlah, biarkan Romi pergi. Dia memang seperti itu!" ucap Kinan tidak nyaman dengan pembahasan yang Satya katakan. "Oh iya, kapan kamu punya waktu keluar? Kamu harus tahu tempat- tempat indah di kota Itali sayang!" Satya mengusap tangan Kinan sambil menatapnya tersenyum. "Aku tidak bisa pastikan Chef, tapi saat aku ada waktu akan aku beritahu!" ucap Kinan menjawab ucapan Satya. Acara makan malam itu selesai dan Satya masih tampak betah berada disana. Romi sendiri sudah keluar dari rumah itu dan memantau Kinan dari rumahnya. *** Sarah membanting semua barang- barangnya di kamar. Ia tidak terima jika keluarga Satya membatalkan pernikahannya secara sepihak. Gadis berambut panjang itu terisak sambil menunduk di lantai merasa kesal dan terasa begitu sakit. Satya seperti mencampakkannya, pria itu tidak menepati janjinya. Wina tak berhenti mengetuk pintu kamar Sarah karena putrinya terdengar kacau dan membanting barang- barangnya. "Sarah, tenangkan pikiran kamu sayang. Jangan seperti ini!" teriak Wina dari luar kamar. Sarah menekuk lututnya menundukkan wajahnya diantara kedua lututnya. "Sarah, buka sayang, Mama ingin bicara, dengarkan kata- kata Mama dulu Nak!" Wina terus membujuk Sarah yang tetap mengunci dirinya di dalam kamarnya. Sarah menatap pecahan kaca vas bunga yang ada di dekatnya. Ia meraih pecahan kaca itu lalu menatap pergelangan tangannya bersiap untuk menggores tangannya. "Sarah, dengarkan Mama Nak, Mama tidak ingin kamu mencelakai dirimu sendiri. Masih ada Mama yang sayang sama kamu Sarah!" Sarah memejamkan matanya meneteskan air matanya pilu. Satya benar- benar sukses membuat hidupnya hancur. Pria itu pergi meninggalkannya begitu saja, tanpa kejelasan yang pasti. Bahkan di hari pernikahan mereka yang hampir mendekati. Sarah membuang pecahan kaca itu lalu menangis di memeluk kakinya. Wina terus menggedor pintu kamar Sarah agar putrinya tidak melakukan hal yang membahayakan dirinya. "Sarah, buka Nak!" panggil Wina dengan nada lesu, tidak terdengar lagi suara dari dalam kamar itu. Wina benar- benar panik karena takut jika Sarah melukai dirinya sendiri. "Sarah!" suara kunci di buka membuat Wina memejamkan matanya menghela nafasnya lega. Ia langsung masuk ke dalam kamar yang sudah tak terbentuk lagi. Wina masuk dan langsung memeluk Sarah yang tampak kacau di hadapannya. Meskipun ia bukanlah ibu kandung Sarah. Tapi Wina yang membesarkan Sarah dengan kedua tangannya. Wina ikut menangis memeluk Sarah yang benar- benar terpukul. Satya seperti menghina hidup putrinya, mempermainkan Sarah dan malah meninggalkan Sarah tanpa penjelasan apapun. Wina mengusap punggung Sarah yang terisak di pelukannya. "Apa salah Sarah Ma, apa Sarah tidak boleh bahagia?" tanya gadis itu dengan nada sengau menangis sesegukan di pelukan Wina. "Kamu tidak salah sayang, Allah tahu jika Satya bukan jodoh kamu. Kamu harus kuat Nak, Mama yakin masih banyak yang jauh lebih baik dari Satya yang bisa menyayangi kamu sayang!" jelas Wina mencoba menguatkan putrinya. Sarah menjauhkan tubuhnya menatap sang ibu. "Kenapa Tante Jessi bisa membatalkan pernikahan ini Ma, ada apa?" tanya Sarah dengan wajah bingung dan sembab. Wina menggeleng tidak tahu, ia juga tidak tahu apa yang membuat Jessi membatalkan semua ini secara mendadak. Jessi yang dulu menginginkan putrinya dan pernikahan ini. Namun malah membatalkan pernikahan ini. "Mama juga tidak tahu sayang, tapi akan Mama cari tahu, kamu jangan terlalu memikirkan hal ini. Terus berbahagia Nak, masih ada Mama yang selalu menginginkan kebahagiaan dan senyuman mu!" Sarah memeluk erat tubuh Wina membenamkan wajahnya mencari tempat ternyaman yang bisa membuatnya tenang. Ia harus benar- benar menerima kenyataan bahwa Satya pergi meninggalkannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN