Darko

1272 Kata
Mobil Suv mewah masuk ke dalam mansion penguasa Itali. Pria dewasa dengan tubuh kekar menggunakan kaca mata hitam bertengger elegan di hidung mancung tersebut. Pria bertubuh atletis itu keluar dari dalam mobil dengan setelan jas berwarna hitam, kemeja hitam dan sedikit terbuka di bagian dadaanya. Pria bernama Darko itu adalah pengusaha bertangan dingin. Darko penguasa Itali, banyak usaha yang ia jalankan seperti bisnis legal maupun ilegal. Darko melayani penjualan senjata, obat- obatan terlarang, ekspor impor minuman keras antar negara. Pria bertubuh kekar itu melangkah masuk ke dalam mansion pribadi miliknya. Darko duduk di sofa sambil menghisap cerutu di tangannya. Alex asisten pribadi Darko mendekati pria itu lalu berbisik di telinganya. "Bos, barang yang anda kirim ke perairan Asia sukses mendarat dengan aman!" Darko menganggukkan kepalanya mengerti. "Tuangkan minuman untukku!" Alex dengan sigap menatap pelayan yang berdiri khusus melayani Darko. Pria Itali itu menyesap minumannya setelah menghirup wangi khas dari minuman keras tersebut. "Kau sudah menemukan dimana alamat lengkap wanita asia itu?" Darko memutar gelasnya menatap nya sambil bertanya pada Alex. "Sudah Bos, tapi dia baru saja pergi dari tempat tinggalnya!" Darko menghentikan tangannya, ia mengerutkan dahinya lalu menatap Alex "Maksudmu?" "Maksudku, dia baru saja pergi meninggalkan Apartemennya, kami tidak tahu dia pindah kemana, tapi pencarian masih terus kami lakukan!" Darko menggenggam erat gelas bertangkai itu di tangannya. Ia mendesis kesal, sudah hampir seminggu ia mencari gadis asia yang menumpahkan air minum di kemeja miliknya. "Lakukan secepatnya, aku tidak ingin mendengar jika kau tidak bisa menemukannya!" Darko bangkit dari duduknya berjalan menuju kamarnya. "Bos, anda ada pertemuan dengan Mr. Chan dua jam lagi!" Darko mengangkat tangannya tanda mengerti tanpa menghentikan langkahnya. Pria itu masuk ke dalam kamarnya lalu membuka jas dan kemejanya. Tubuh berotot itu masuk ke dalam kamar mandi mengguyur tubuhnya denan air hangat. Darko memejamkan matanya, ia tetap mengingat gadis asia berwajah manis menatapnya dengan kedua matanya yang lentik. Gadis itu tampak terkejut bercampur gugup, namun tatapan matanya tak terlihat jika ia takut menatap Darko di hadapannya. Mengapa ia tidak bisa melupakan gadis itu, meskipun hanya beberapa menit berada di hadapannya. Ia mengangguk saat Darko bertanya jika ia bukan orang Itali. Darko yakin jika gadis itu dari Asia, kulitnya menunjukkan jika ia bukan gadis dari Itali. Darko mengadahkan wajahnya merasakan rintikan air shower membasahi wajahnya. Ia tetap terbayang wajah gadis cantik yang terlihat lain dari wanita yang pernah ia temui. Darko mempercepat mandinya, ia menggunakan handuk dan keluar dari kamar mandi. *** Kinan mempersilahkan Satya masuk ke dalam rumahnya. Ia tidak menghiraukan Romi yang keluar dari rumah itu. Romi membawa barang- barangnya dari dalam mobil lalu berjalan ke sebelah rumah yang berada di samping rumah Kinan. Ia menatap tajam ke arah rumah Kinan, Romi membuka rumahnya lalu masuk ke dalam. Ia meletakkan iPad nya lalu menatap Kinan dari jendela yang bersebelahan dengan Kinan. Ia bisa melihat dengan jelas Kinan dan Satya duduk sambil berbicara. Romi hanya bisa menatap gerak- gerik mereka. Ia tidak bisa mendengar apa yang sedang Kinan dan Satya bicarakan. Romi menghela nafasnya kasar, ia berdiri sambil memasukkan kedua tangannya di sakunya menatap lurus ke depan. Menatap dua orang yang tampak sedang asik menikmati waktunya. Kinan tertawa kecil, ia seperti sedang di awasi. Gadis itu menatap ke arah jendela melihat Romi tengah menatapnya. Kinan seketika melotot menatap Romi di seberang sana. Romi menunjuk kedua matanya dengan jari telunjuk dan jari tengahnya lalu mengarahkannya pada Kinan. Memberitahu jika ia sedang mengawasinya. Kinan menunjukkan wajah kesalnya, lalu bangkit dari duduknya menutup kain jendela membuat Romi mengusap dagunya. Ingin tertawa tapi ia tak ingin orang melihatnya aneh. Tapi itulah yang ia rasakan, seperti anak kecil saat berurusan dengan Kinan. Meskipun ia masih bisa melihat Kinan dan Satya masih berada di sana. Tapi Romi merasa ia tidak perlu seketat itu pada Kinan Gadis itu juga butuh privasi untuknya beberapa saat. Romi memilih untuk masuk ke dalam kamarnya membersihkan dirinya. "Ada apa?" Satya bertanya pada Kinan yang tiba- tiba berdiri menutup kain jendela rumahnya. "Tidak ada, anginnya dingin!" ucap Kinan spontan. Satya hanya tersenyum lalu meraih tangan Kinan untuk duduk kembali di dekatnya. "Kemarilah, aku akan bicara serius denganmu." Kinan mendekati Satya dan duduk disamping pria itu. "Ada apa Chef?" "Maafkan aku karena terlalu keras padamu, seharusnya saat itu aku harus bersabar sedikit lagi!" Satya mengusap tangan Kinan dengan lembut. "Maksud Chef?" "Aku ingin kita menjalin hubungan lebih serius lagi Kinan!" Kinan mengerjabkan matanya bingung mendengar ungkapan Satya. "T-tapi Chef, aku tidak bisa!" ucapnya dengan nada lirih. "Aku mengerti, kamu masih ingin melanjutkan kuliahmu?" Kinan mengangguk di hadapan Satya. "Aku tahu Kinan, aku akan menunggu kamu sampai kamu selesai!" Kinan cukup terkejut mendengar ucapan Satya. "Tapi Chef, dua tahun itu cukup lama, bagaimana kalau orang tua Chef tidak mau menunggu?" Satya tersenyum, ia mengusap rambut Kinan, merapikan rambut Kinan yang keluar dari ikat rambutnya. "Kamu tidak sadar? Jika aku kesini karena mereka, dan karena kemauan mereka!" Kinan tersenyum kaku di hadapan Satya. Mengapa hatinya seakan menolak Satya saat ini. "Ahh, iya. Apa Chef yakin tidak masalah menungguku?" Satya menggelengkan kepalanya sambil mengusap pipi Kinan. "Tidak sayang, aku akan tetap menunggumu!" Kinan tersenyum tipis mengangguk. "Baiklah!" "Tapi bisakah kamu tidak perlu pergi bersama pria menyebalkan itu, kita butuh privasi sayang!" Kinan menatap Satya, ia tersenyum singkat lalu menunduk. "Kalau hal itu, aku harus bertanya dengan Papa, Romi di perintahkan oleh Papa, jika aku yang memintanya. Romi tidak akan berhenti!" Satya mengusap dagunya berpikir. "Aku akan menghubungi Papa kamu, aku akan meminta ijinnya saat bersamamu!" Kinan menatap Satya tak percaya. "Chef kenal Papa aku?" Satya mengangguk tersenyum. "Ya, orang tuaku rekan bisnis Papa kamu sayang!" Kinan teringat kedua orang tua Satya yang berada di kediamannya saat itu. Kinan tersenyum mengerti sekarang. "Kamu sudah makan malam?" Kinan menggelengkan kepalanya. "Belum Chef!" Satya mengacak puncak kepala Kinan. "Mau makanan Itali atau Indonesia?" tanya Satya sambil menggoda Kinan. Kinan tersipu malu menatap Satya sambil tersenyum. "Apa saja, yang penting Chef yang masak, pasti semuanya lezat!" Satya mengangguk lalu menarik Kinan berdiri. "Ayo, kita buat sekarang!" Kinan mengangguk antusias, ia sangat senang memasak. Apalagi dengan pria yang ia kagumi selama ini. Di lain tempat. Romi selesai dengan acara mandinya, ia kembali menatap ke arah jendela rumah Kinan sambil membawa secangkir kopi. Ia menatap lekat ke ruangan itu, namun Kinan dan Satya tidak ada di sana. Romi meletakkan kopinya lalu berjalan keluar menuju rumah Kinan. Mobil Satya masih terparkir jelas di jalanan. Sudah jelas pria itu belum kembali dari rumah itu. Romi bergerak cepat, ia tidak ingin Satya melakukan hal- hal di luar batas. Romi masuk ke dalam rumah Kinan. Ia tidak menemukan dua orang itu di sana. Tapi Romi bisa mendengar suara Kinan tertawa dan suara mereka berbicara. Romi juga mencium aroma masakan yang membuat perut kosongnya keroncongan. Romi mendekati dapur ia bisa melihat beberapa makanan sudah berada di atas meja makan. Kinan terlihat sedang memotong beberapa buah, Satya memeluknya dari arah belakang. Posisi mereka menghadap ke arah Romi. Kinan tak menyadari jika Romi berdiri di hadapannya menatap keduanya. Romi memejamkan matanya, mengapa ia harus merasa kesal melihat hal itu. Ia mengepalkan tangannya menatap Kinan tampak senang tengah berpeluk mesra dengan pria bernama Satya itu. "Apa yang kalian lakukan?" Kinan dan Satya mendongak menatap Romi di hadapannya. Kinan tersenyum kaku, ia mencoba melepas pelukan Satya, tapi pria itu malah mengeratkan pelukannya pada Kinan. Ia mencium pipi Kinan lalu tersenyum pada Romi. "Kami sedang menikmati waktu berdua, kamu sendiri pasti tahu, dua orang dewasa laki- laki dan perempuan sedang bersama, apa lagi? Kami sedang berpacaran!" Satya seolah mengolok- olok Romi di hadapannya. Romi menatap Satya datar, rahangnya mengeras tatapannya beralih pada Kinan. Gadis itu terlihat jelas tak nyaman di peluk Satya, apalagi di hadapan Romi. Bahkan tatapan pria itu menyiratkan ketidaksukaannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN