Sebuah Penilaian

1420 Kata
Seperti kebanyakan para pemilik uang yang tidak berseri, Lily membawa Mayang mengunjungi salah satu mall terbesar di Jakarta. Sebagai seorang tuan rumah yang melayani kliennya, Mayang memiliki kesenangan tersendiri yang mungkin tidak bisa dia temukan bila dia pergi sendirian. Mayang tidak pernah tahu dan menduga kalau tujuan Lily bukan hanya berbelanja tetapi dia juga memiliki rencana untuk menyewa salah satu toko yang ada di mall tersebut. Lily membawa Mayang bertemu dengan manager mall yang sudah dikenal akrab oleh Lily untuk menandatangani sewa tempat. Mayang tidak perlu tahu apa yang akan dilakukan Lily dengan menyewa tempat tersebut karena dari ukurannya tidak mungkin untuk menjadikan tempat tersebut sebagai showroom furniture. “Senang, ya, Bu, bisa memiliki tempat yang sangat bagus seperti ini,” kata Mayang untuk mengungkapkan kalau dia perhatian pada tempat yang disewa oleh Lily. “Sebenarnya tempat ini sudah begitu lama aku inginkan. Hanya saja baru sekarang saya baru bisa melakukannya. Kau pasti bisa menebak berapa besar harga sewa di sini. Rencananya tempat ini akan aku serahkan pada menantuku. Aku ingin dia mempunyai kegiatan bukan hanya duduk menunggu suami di rumah,” jawab Lily pelan. Mayang tidak tahu mengapa Lily bicara dengan nada seperti wanita yang membutuhkan tempat untuk curhat sementara dia sendiri merasa tidak layak mendapatkan kepercayaan yang begitu besar. “Kau sendiri, sudah punya kekasih?” tanya Lily yang kini berusaha lebih dekat dengan Mayang. “Aku terlalu sibuk bekerja hingga lupa mencari kekasih,” jawab Mayang tertawa. “Berapa usiamu?” “Usiaku sekarang sudah 22 tahun. Cukup tua bila aku belum mempunyai kekasih sementara yang usianya di bawahku sudah berkali-kali ganti pasangan,” katanya lagi tanpa melepaskan senyumnya. “Jangan menjadikan usia sebagai alasan untuk bertindak gegabah. Kau masih cukup muda juga memiliki kecantikan yang menarik. Aku yakin kau akan menemukan lelaki yang tepat.” “Aamiin, semoga doa ibu segera menjadi kenyataan dan berharap hari itu akan segera datang,” jawab Mayang. “Kamu pasti akan mendapatkan jodoh yang terbaik, Mayang. Dia akan menyayangi kamu karena kamu adalah wanita yang baik,” kata Lily membuat Mayang sekali lagi hanya bisa tertawa. Hari itu Mayang menemani Lily di mall. Bukan hanya menemui manager mall tetapi juga berburu barang-barang branded yang harganya cukup membuat Mayang tidak berani bermimpi. “Berhubung acara belanja kita sudah selesai, bagaimana kalau sekarang kita makan?” tanya Lily. Menikmati makan siang di salah satu restoran yang besar dan terkenal yang berada di dalam mall memberi kesempatan pada Lily untuk mengetahui siapa Mayang. Wanita yang menurutnya begitu tenang seolah-olah tidak memiliki emosi. “Kalau aku boleh tahu, sudah berapa lama kau bekerja di Dorama?” "Aku mulai bekerja di Dorama sejak masuk SMA, tepatnya sejak aku tinggal bersama keluarga Pak Allen. Sebenarnya beliau tidak memaksa saya untuk bekerja, tapi saya ingin mempunyai uang jajan sendiri, jadi setiap pulang sekolah saya langsung ke pabrik atau kami biasanya bilang workshop." “Tinggal bersama keluarga Pak Allen, apakah kalian mempunyai hubungan kerabat?” “Benar Bu. Saya adalah keponakan istrinya Pak Allen.” “Tunggu. Kalau tidak salah, Stella dan juga Hanna juga keponakan dari Pak Allen bukan, tapi kenapa aku lihat ada rasa dengki pada mereka?” “Kalau mereka adalah keponakan langsung dari Pak Allen. Dan aku rasa bukan dengki bu, tetapi tidak puas karena saya yang lebih dulu bekerja di sana sehingga sudah mempunyai jabatan dan juga dikenal oleh para pemilik toko. Sama seperti ibu mengenal saya,” jawab Mayang. “Kalau saya sih, terus terang lebih suka kenal dan kerja sama dengan mu, Mayang. Mereka berdua membuat tidak nyaman dengan setiap kata-katanya.” “Aku tidak tahu mengapa cara mereka membujuk pembeli dengan cara mendesak, sementara aku bukan orang yang mudah menerima desakan apalagi dipaksa.” “Mengapa aku harus mengikuti desakan penjual sementara masih banyak produsen yang juga memiliki produk yang tidak jauh berbeda,” sahut Lily membuat Mayang terkesiap. Apakah sikap Stella dan Hanna sudah membuat Dorama kehilangan pelanggan? Selama ini dia terlalu sibuk dengan tugasnya sendiri hingga dia tidak memperhatikan perusahaan. Namun, apakah semua itu kesalahannya sementara mereka berdua tidak ada yang pernah bersedia mendengar ucapannya. Sepertinya menjanjikan untuk memberikan pengarahan adalah kesempatan yang sangat tepat. Tidak mungkin Dorama harus kehilangan pelanggan hanya karena tindakan 2 orang yang tidak bertanggung jawab. Setelah istirahat dan makan siang, mereka melanjutkan acara belanja sesuai dengan keinginan Lily. Mayang tidak habis pikir apakah Lily akan memborong semua barang yang ada karena setiap kali mereka memasuki toko, begitu keluar pasti sudah membawa barang belanjaan. Mereka sudah berbelanja cukup banyak saat Lily membawa Mayang memasuki sebuah toko perhiasan yang cukup terkenal. Mayang tidak tahu apa yang dipikirkan oleh pegawai toko perhiasan begitu melihat Lily perhatian padanya. Senyum Mayang membias di bibirnya saat pikiran ngelantur singgah di kepalanya. Apa mungkin pegawai toko tersebut berpikir kalau dia adalah anak perempuan wanita yang begitu sibuk memperhatian perhiasan dengan berbagai model tersebut. “Mayang, menurutmu mana yang indah?” tanya Lily. Mayang ikut memperhatikan perhiasan yang dipegang Lily untuk di nilai Mayang. “Kalau saya lebih suka yang ini Bu. Coba ibu perhatikan model tersebut? Detailnya sangat unik seperti dikerjakan oleh seorang ahli design perhiasan yang sudah terkenal,” jawab Mayang. “Wah…wah, saya tidak mengira kalau kakak ini sangat pandai menilai barang. Memang barang ini adalah hasil kerajinan tangan yang sangat indah dan halus,” jawab pemilik toko. “Dia memang sangat pandai dan pintar,” beritahu Lily membuat wajah Mayang memerah. “Saya hanya orang awam yang hanya mengerti sedikit tapi sudah menjadi sok pintar,” jawab Mayang malu. Mayang memperhatikan Lily yang membeli perhiasan seolah-olah di daerahnya tidak ada toko perhiasan. Apa yang dilakukan atau apa yang diharapkan oleh Lily saat dia membawanya ikut serta memilih salah satu perhiasan. Mayang tahu bahwa Lily adalah wanita yang sangat royal terutama pada dirinya. Sudah banyak dia mendapatkan hadiah dari wanita yang terkesan ketus dan sulit mendapatkan pujian darinya. Pada awal Mayang mengenal Lily sebagai customer Dorama, Lily ditemani oleh Allen dan Stella dan dia hanya memesan sedikit barang saja bahkan kalau dia datang ke Jakarta dan tidak bertemu dengan Allen, maka tidak ada barang yang dipesan hingga Allen memutuskan agar Mayang yang melayani wanita yang selalu memiliki banyak pertanyaan pada setiap produk buatan Dorama. “Mayang, bagaimana kalau kau juga memilih perhiasan yang kau inginkan. Kau tidak perlu khawatir, aku yang akan membayarnya,” terdengar suara Lily yang menawarkan Mayang agar memilih perhiasan yang dia sukai. “Terima kasih Bu. Aku rasa tidak perlu,” kata Mayang menolak pemberian Lily. “Perlu. Kau sudah menemaniku cukup lama hingga kau mungkin harus membatalkan beberapa janji. Jadi ijinkan aku untuk memberimu hadiah.” “Tapi tidak perlu barang semewah ini Bu. Ibu memesan barang di tempat kami sudah cukup,” katanya. “Cukup bagi Dorama tapi bukan buatmu. Aku akan tetap memberimu hadiah. Coba kau pakai gelang ini, sepertinya pas untuk pergelangan tanganmu,” perintah Lily tidak menerima penolakan. Dengan berat hati akhirnya Mayang menerima hadiah tersebut karena begitu gelang tersebut melingkar di pergelangannya, Lily melarang Mayang untuk melepasnya. “Aku sangat bahagia kalau kau memakainya setiap hari gelang yang aku berikan padamu, Mayang. Kau sudah memberikan keuntungan yang sangat besar padaku,” kata Lily tulus. “Terima kasih Bu, walaupun aku harus bertanya apa yang sudah aku perbuat untuk ibu. Tidak ada satu pun yang sudah aku kerjakan apalagi memberi keuntungan seperti yang barusan ibu katakan.” “Kau tidak perlu tahu, cukup aku saja yang berterima kasih padamu.” Setelah mendapatkan semua yang diinginkan Lily, mereka keluar dari mall dan sudah berada di dalam mobil Ali ketika ponsel yang berada di dalam tas Lily berdering. “Anakku menelepon,” kata Lily tanpa ditanya. Mayang tidak tahu apa yang sedang dibicarakan oleh Lily di telepon karena mereka menggunakan bahasa daerah hingga Mayang dan Ali hanya berdiam diri saja. “Anakku memberi kabar kalau dia juga berada di Jakarta. Tadi dia minta supaya menunggunya di sini,” beritahu Lily pada Mayang. “Kalau begitu aku akan menemani ibu sampai putra itu datang. Ibu tidak keberatan bukan kalau aku temani?” “Tentu saja tidak, tapi kau bisa kembali kalau memang ada pekerjaan lain.” “Tidak ada Bu. Hari ini kebetulan tidak ada janji dengan siapa pun,” jawab Mayang. “Terima kasih Mayang. Bagaimana kalau kita menunggu putraku di dalam saja.” Mayang dan Lily akhirnya menunggu putra dari Lily yang akan datang menjemputnya hingga Mayang dan Ali tidak perlu mengantarnya ke tempat Lily menginap sedangkan jam di workshop sudah lama selesai. Tidak ada alasan bagi Mayang untuk kembali ke tempat kerja dan dia bisa langsung pulang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN