Lily Haryanto sangat puas mendengar penjelasan dari Mayang sehingga dengan senang hati ia membuat pesanan dalam jumlah yang besar.
Namun, seperti pembeli yang lainnya, dia juga mengharapkan ketegasan dan kepastian kapan pengiriman barang dimulai.
“Berapa lama semua pesanan saya bisa dikirim. Terus terang biaya ekpedisi tidak pernah ada penurunan yang ada semakin naik. Bayangkan kami yang ada di luar pulau jawa harus berpikir keras bagaimana agar pesanan dari Jakarta harganya tidak melambung tinggi.”
“Menurutmu, bisa tidak sebelum akhir bulan semuanya selesai dikirim? Dari informasi ekspedisi, awal bulan sudah mulai dikenakan harga baru.”
Mayang tersenyum mendengar permintaan dari Lily. “Saya yakin bisa dilakukan Bu. Karena pesanan kali ini, semuanya adalah barang yang sudah siap packing jadi tidak ada penundaan waktu. Kami akan berusaha lebih cepat untuk pengiriman tersebut. Omong-omong, ibu masih memakai ekspedisi yang biasanya, kan?”
“Masih. Semoga tidak ada yang diganti atau dibuat baru ya, Mba. Saya mau barang yang sudah siap yang sudah saya lihat. Jangan sampai ada pergantian,” jawab Lily.
“Kalau begitu saya bisa mengatur jadwal pengiriman sesuai dengan permintaan ibu setelah membuat nota pesanan.”
“Terima kasih Mayang. Saya sangat puas dengan pelayanannya. Tidak sia-sia saya melakukan kunjungan ini.”
Sebagai custumer, Lily serasa dimanjakan oleh Mayang. Dari caranya memberikan penjelasan hingga tidak ragu-ragu memberikan pendapatnya saat dia tertarik dengan barang yang menurutnya sangat menarik tetapi Mayang mengatakan bahwa model tersebut sebaiknya tidak langsung di pesan dalam jumlah yang banyak karena tidak cocok dengan masyarakat di kotanya yang mengutamakan barang yang memiliki ukuran besar.
“Sama-sama Bu. Kalau begitu bagaimana kalau kita ke kantor untuk membuat pesanan,” kata Mayang mengarahkan Lily untuk masuk ke kantornya.
“Omong-omong, apa ibu ada tempat yang harus dituju setelah ini? Kalau ibu tidak keberatan saya bersedia menemani ibu,” kata Mayang ramah setelah dia menyelesaikan nota pesanan sementara Lily membacanya untuk memastikan tidak ada kesalahan.
“Saya memang ada tempat yang harus saya kunjungi setelah dari pameran, tetapi saya rasa tidak perlu. Kau tentu sudah memiliki kesibukan sendiri,” jawab Lily tidak enak hati.
“Ibu tidak perlu khawatir. Ibu adalah custumer dan juga tamu kami, tentu saja kami akan memberikan pelayanan terbaik untuk ibu,” jawab Mayang.
“Sekali lagi terima kasih ya. Terus terang saya menyukai Dorama karena pelayanan yang diberikan pada customer-lah yang membuat saya yakin bahwa Dorama akan memberikan barang dengan kwalitas terbaik.”
“Saya hanya bisa mengucapkan terima kasih atas apresiai ibu.”
“Ini adalah uang muka untuk pesanan saya. Setelah saya kembali dan pengiriman pertama sudah masuk ekspedisi, saya akan menyelesaikan p********n, seperti yang biasa saya lakukan selama ini.”
“Baik Bu. Kalau begitu saya harap ibu tidak keberatan kalau saya menemui Hana sebelum kita keluar.”
“Silahkah. Saya menunggu di luar ya,” jawab Lily ikut keluar dari ruang kerja Mayang.
Mayang segera masuk ke ruang kerja Hana melihat gadis itu sibuk dengan kukunya.
“Kau tahu jam berapa Om datang?” tanya Mayang.
“Ga tau. Kenapa?”
“Ini pesanan Bu Lily dan ini cek kontan untuk uang muka,” beritahu Mayang menyerahkan cek kontan pada Hana sementara nota pesanan masih dia pegang.
Mayang ragu kalau Hana akan memperhatikan pesanan yang dia berikan sementara dia terlalu sibuk dengan cat kukunya.
“Aku kasihan sama Om Alen yang sudah membayar kalian. Apa yang kalian lakukan di sini membuatku muak. Aku akan bicara pada kalian setelah mengantar Bu Lily,” katanya mengambil kembali cek kontan yang dibiarkan Hana tetap berada di atas meja dekat dengan botol cat kuku yang terbuka.
“Mau bicara apa sih. Sok berkuasa banget kamu. Mau bilang kalau kami ga becus kerja? Silahkan….” Sahut Hana dengan mencibir.
Mayang tidak bicara apa pun melainkan menghubungi Alen. Dia harus minta ijin keluar menemani Lily walaupun Alen sudah memberikan perintahnya.
“Pagi Om. Bu Lily sudah membuat nota pesanan dengan jumlah yang cukup besar. Dan saya minta ijin untuk mengantar Bu Lily,” kata Mayang pada Alen melalui sambungan telepon.
“Silahkan. Seperti yang sudah om perintahkan, kamu temani dan antar kemana pun Bu Lily mau pergi. Buat dia puas dengan pelayanan kita.”
“Baik Om.”
“Untuk pesanannya, apa sudah kamu berikan pada Stella?”
“Belum Om. Karena memerlukan penjelasan, masih saya simpan di laci meja saya sementara untuk cek kontan akan saya berikan pada Hana,” beritahu Mayang.
“Oke saya ngerti. Untuk cek kontan, kamu berikan saja pada Hery kebetulan dia mau ke rumah.”
“Baik Om, kalau begitu saya pergi dulu.”
“Silahkan. Jangan lupa bilang sama Hery langsung ke rumah saya.”
Setelah minta ijin pada Alen, Mayang memanggil Hery dan memberikan perintah seperti yang dikatakan Alen.
“Aku akan bicara pada kalian berdua bagaimana menjaga kepercayaan orang,” kata Mayang sebelum dia keluar dari kantor Hana.
Dalam hati Mayang tertawa. Apa mereka adik dan kakak tidak tahu kalau di ruangan yang sebelumnya adalah kantornya dipasang cctv?
Saat di pasang cctv di ruangannya, Mayang tahu maksud dan tujuan Alen. Yaitu mengawasi Mayang yang selalu bekerja lupa waktu. Indah yang merupakan tantenya tidak mau Mayang lupa waktu. Dan kini pimpinan perusahaan akan tahu apa yang selama ini dilakukan oleh keponakannya.
“Bu Lily, maaf kalau ibu sudah menunggu terlalu lama,” kata Mayang menghampiri Lily.
“Tidak masalah Mayang. Saya yakin banyak yang harus dijelaskan sebelum kamu keluar kantor,” jawab Lily ramah.
Sepanjang perjalanan Lily bercerita bagaimana dia memulai usahanya. Sebagai seorang wanita yang terbiasa hidup mewah dan tidak pernah merasakan kerja, tiba-tiba dia ingin membangun usaha sendiri. Bermodal kepercayaan yang diberikan oleh keluarganya membuat Lily yakin dia bisa melakukan yang menjadi impiannya.
“Dan ibu berhasil mewujudkan impian Ibu. Saya salut mendengarnya,” kata Mayang dengan kagum.
“Terima kasih. .Sekarang saya tinggal memetik keuntungan dari kerja keras selama bertahun-tahun. Kau sendiri sudah lama kerja di Dorama?”
“Lumayan cukup lama. Saya mulai kerja di Dorama begitu lulus SMA. Bagi orang lain mungkin aneh kenapa saya langsung kerja bukannya kuliah. Saya memang kerja, tetapi saya juga kuliah dengan mengambil kelas karyawan. Dan saya bersyukur sudah menyelesaikannya.”
“Kalau begitu giliran saya yang salut sama Mayang. Bekerja sambil kuliah. Hebat!”
“Tidak sehebat ibu tentunya.”
“Bagaimana dengan Stella dan Hana. Sudah berapa lama mereka bekerja. Terus terang saya tidak suka dengan sikap mereka. Sepertinya mereka tidak memiliki etika bekerja yang baik.”
“Saya yakin mereka bisa lebih baik lagi. Mereka masih belajar bekerja di bawah orang lain.”
“Apa sebelumnya mereka adalah anak-anak pengusaha sukses?”
Mayang dan Ali yang mendengarnya tertawa geli.
“Bukan Bu. Mereka adalah keponakan Pak Alen.”
“Oh…jadi mereka memanfaatkan status mereka sebagai keponakan. Tapi Pak Alen harusnya menegur mereka berdua bila melayani tamu. Kalau seperti itu dan kau tidak ada di tempat…saya tidak yakin Dorama masih menerima pesanan.”
“Saya yakin mereka akan berubah.”
“Kau ada niat untuk pindah atau buka usaha sendiri? Saya akan memberimu modal kalau kau mau.”
“Terima kasih Bu. Sampai saat ini saya masih nyaman bekerja di sini. Dan saya juga bukan anak baru yang bisa menerima ucapan maupun tekanan yang Hana dan Stela berikan pada saya.”
“Syukurlah. Kau memang kuat dan percaya diri Mayang. Dan…kau tidak keberatan bukan kalau kita mengunjungi salah satu mall terbesar di Jakarta ini?”
“Tentu saja tidak Bu. Kami akan mengantar ibu.”
“Terima kasih Mayang.”
Ternyata tujuan pergi ke pameran furniture berubah dengan pergi ke mall yang cukup besar, bergengsi dan terkenal di Jakarta.