Yuna beneran turun dipertigaan seperti perintah Pangeran. Tepat didepan sebuah mini market. Mulai terlihat moge merah lengkap dengan pemiliknya yang menatapnya tanpa expresi sedikitpun.
Pangeran berhenti tepat didepan Yuna berdiri. Membuka kaca helm.
“Kuy, naik.” Perintahnya.
Yuna memanyunkan bibir. Memegang bahu Pangeran untuk bisa naik kejok belakang yang cukup tinggi.
“Beib!”
Panggilan yang membuat Yuna mengurungkan niatnya. Melepaskan pegangannya dan berbalik menatap kearah datangnya suara.
Intan, Caca dan Zia baru saja keluar dari mini market. Ketiganya menatap Yuna tak suka. Pangeran memejamkan mata, membuang nya dengan kasar.
Intan berjalan dengan cepat menghampiri Pangeran dan Yuna.
“Kamu bohong ya! Katanya ada janji sama bokap. Kok malah sama ni bocah?” menunjuk Yuna dengan sengit.
Pangeran menatap Yuna yang membuang muka. “Nggak bohong kok.” Elaknya.
“Tadi aku lihat, dia hampir aja mau ngeboncek kamu.” Terus aja Intan menyerang Pangeran.
Pangeran tersenyum dengan sangat terpaksa. “Kebetulan aja aku lewat, kasihan kan dia ini. Salah turun. Rumahnya kan masih jauh. Dia baru pertama kali di Jakarta.”
Intan melirik Yuna dengan sengit. “Ya udah, biar Yuna naik taxi sama Zia dan Caca. Kamu anterin aku pulang dulu.”
Pangeran kembali melirik Yuna. Yang dilirik tetep nggak mau balik natap. Dengan cepat Intan naik keboncengan, lalu menatap kedua temannya yang tersenyum penuh kemenangan.
“Nitip Yuna ya, gaes. Bantuin dia pulang kerumahnya.” Ucapnya sambil ngedipin satu mata. Ngasih kode sesuatu.
Yuna melipat kedua tangan didepan d**a. Wajahnya memerah menahan marah. Menyesal karna sudah menuruti perintah Pangeran yang berakhir menelantarkannya. Ada segumpal amarah yang membuncah didada.
Intan melingkarkan kedua tangan diperut pangeran, tubuhnya mepet nempel kepunggung Pangeran. “Ayok, Beib.”
Pangeran melirik Yuna yang cemberut. Pengen nolak Intan, tapi nggak mampu. Akhirnya menurut, menjalankan moge menjauh dari mini market itu.
Zia memepet Yuna, langsung mentonyor kepala. “Ganjen!”
Gantian Caca yang nonyor kepala Yuna. “Genit!”
“Pangeran itu milik Intan! Best couple seantero SMA Srikandi! Belom paham lo?” Yuna tetep santai, suara lantang Zia sama sekali nggak membuatnya ciut nyali.
Yuna balas menatap Zia. “Oh, maaf. Aku nggak tau.” Melambaikan tangan, menghadang angkot yang kebetulan lewat. Menatap Caca dan Zia. “Duluan ya, kak.”
Yuna merasa sedikit lega karna terhindar dari dua kakak kelas yang menyebalkan. Duduk memangku tas selempangnya. Mulai mengamati sekeliling. Di dalam angkot itu ada dua preman bertubuh kekar dengan kalung rantai dileher. Ada beberapa gambar dilengannya. Menyeringai saat menatap Yuna. Untuk kali ini, Yuna mulai merasa takut.
Kedua preman ini mulai pindah posisi. Duduk mengapit Yuna. Mencolek paha Yuna dengan senyum mesumnya.
“Jangan sentuh, Bang!” teriak Yuna.
Preman yang satunya mencolek lengan Yuna. “Jangan jual mahal, dek. Main sama Abang bentar yuk.”
Yuna gemetar, memeluk tasnya dengan erat untuk menutupi d**a. “Pliis, Bang. Jangan gangguin saya! Saya punya uang, Abang bisa pakai uangnya. Tapi jangan gangguin saya.” Suaranya serak, dia sangat ketakutan.
“Kita nggak Cuma butuh uang, dek. Kita juga butuh kamu. Puasin kita dikit aja, ya.” Kembali si abang mencolek pipi Yuna.
Yuna mengusap pipinya kasar. “Pak, berhenti, pak!” Teriaknya.
“Gue bunuh kalo sampai lo berhenti!” ancam si preman pada pak sopir.
“Lewat pinggir sawah!” perintah preman yang satunya.
Si sopir angkot nurut, ngambil jalan simpang yang sepi. Bahkan tak ada rumah ataupun orang yang berlalu lalang.
Yuna makin gemetar, matanya mulai berkaca-kaca. Perasaannya sangat tak menentu.
Ponsel yang ada didalam tas bergetar. Ada panggilan telfon masuk. Yuna merogoh tas, melirik ponsel dan langsung mendial tombol warna hijau tanpa mengambil ponsel.
“Izroil! Tolongin aku!” teriaknya asal. Bulir bening mulai menetes dikedua pipi. “Pliiss, Bang. Jangan gangguin saya! Biarin saya pergi.” Mohon Yuna dengan mengiba. Mengeratkan pelukannya pada tas.
Si Abang preman mulai mengelus paha Yuna, sedikit menyibak rok yang selutut itu. Dengan kasar Yuna menepis tangannya. Preman yang satu mengelus pundak Yuna. Kali ini Yuna menangis terisak.
“Jangan, Bang! Aku mohon!” rengeknya lagi. Tapi si abang nggak peduli.
Bhuukk!
Angkot berhenti mendadak, membuat kedua preman ini terjungkal kedepan.
“Bajinngan! Bisa nyeting nggak sih!” umpat preman itu.
Kedua preman itu melirik kedepan, ada ninja putih yang menghadang jalan. Seorang bocah yang memakai seragam putih abu-abu turun dari motor.
Brrakk!
Awan menggebrak pintu angkot. Menarik tangan Yuna untuk turun. Kedua preman ini tak terima, mereka ikut turun dan melotot dengan marahnya.
Yuna bersembunyi dibelakang tubuh Awan. “Aku takut, Wan.” Ucapnya serak. Tangannya sibuk ngusap mata yang basah.
“Menjauh, Na. Biar gue beresin dua bajiingan ini.” Bisik Awan dengan menatap Yuna teduh.
“Hey bocah! Nyari mati lo ya!” si preman mulai menggulung lengan jaketnya.
“Ciih!” Awan meludah kesamping. “Inget umur, om! Udah tua, bukannya tobat, malah mau mainin anak SMA. Nggak takut di bakar ya?”
“Banyak bacoot lo!”
Preman yang berambut pirang itu maju, mulai melayangkan pukulan ke Awan. Namun Awan berhasil menghindar.
Yuna kembali menangis, ketakutan saat melihat Awan jatuh terkena pukulan di wajahnya.
“Anjeeng! Preman nyali sempak! Beraninya keroyokan!” umpat Awan, menyeka sudut bibir yang berdarah.
Kedua preman itu tertawa penuh kemenangan. Si rambut pirang menginjak lengan Awan, sedangkan yang satunya mengepalkan tangan, bersiap melayangkan bogem keperut Awan.
Bhuukk!
Preman itu tersungkur cukup jauh. Keningnya memar karna terkena lemparan helm oleh Pangeran yang baru aja datang. Seperti kesetanan, Pangeran menghajar kedua preman itu hingga babak belur.
Merasa tak kuat lagi, kedua preman itu berlari meninggalkan area. Pangeran mendekati Yuna yang jongkok menangis disamping motor Awan. Memegang bahunya pelan.
“Ay, elo nggak papa kan?” tanyanya dengan sangat khawatir.
Mendengar suara Pangeran, Yuna mengangkat kepala, berdiri dan berhambur memeluk suaminya. Menumpahkan tangis ketakutan didada Pangeran.
“Aku takut, hiks hiks ... Aku takut.” Ungkapnya disela isak tangis.
Pangeran membalas pelukan Yuna. Mengelus rambut panjang itu. “Maafin gue. Maaf.” Kata-kata yang terdengar penuh penyesalan.
Yuna mengurai pelukan, mengusap mata dan pipi yang sangat basah. Bahkan seragam putih pangeran ikutan basah.
“Emang dasarnya izroil itu jahat! Menaburkan kesedihan dimana-mana.” Mulutnya manyun dan ngeloyor ninggalin Pangeran yang menatapnya nanar.
Mendekati Awan yang masih duduk diatas rumput. Ngambil tissu dan jongkok disamping Awan.
“Wan, bibir kamu berdarah.” Tangannya terulur, menempelkan tissu disudut bibir Awan.
Awan menatap wajah cantik Yuna tanpa kedip. Jarak yang begitu dekat membuatnya bisa dengan puas menatap setiap pori-pori wajah Yuna.
“Kenapa liatin gitu?” tanya Yuna yang menyadari sedang diperhatikan.
Awan nyengir. “Cantik.”
Yuna mengerutkan kening. Menyerahkan tisu didepan wajah Awan. “Nih, elap sendiri.” Kembali mulutnya manyun.
“Ayok, balik!” seru Pangeran yang dari tadi nahan sesuatunya.
“Enggak! Aku kapok balik sama kamu! Aku mending balik sama Awan.” Yuna membuang muka.
Pangeran menghela nafasnya. Sedangkan Awan tersenyum senang.
**
Dengan wajah tertekuk, dan beberapa kali mulutnya mengumpat kesal. Pangeran membuntuti ninja putih yang membawa Yuna pulang. Raut jelous itu sangat terlihat nyata. Awan tertawa kecil menatap Pangeran dari kaca spion.
“Makasih ya, Wan. Tadi udah nolongin.” Ucap Yuna saat sudah turun dari motor.
Awan tersenyum kecil. Bibirnya yang sobek terasa sangat perih jika terlalu banyak gerak. “Jan naik angkot lagi ya. Bahaya! Besok pulang bareng gue aja, jan bareng cowok yang udah punya pacar. Elo bisa dikatain penikung!” Menasehati Yuna sambil melirik Pangeran yang berdiri diteras rumah. Pangeran memilih membuang muka.
Yuna tak menanggapi. “Obati lukamu saat udah sampai rumah. Itu bisa memar kalo nggak langsung kamu obati.”
Kembali Awan tersenyum. “Makasih udah perhatian.” Nyengir lagi, meraba sudut bibir yang terluka. “Ini luka yang paling bikin gue seneng.”
“Iisshh!” Yuna mencibirkan bibirnya.
“Na, besok gue jemput lagi ya. Kita berangkat bareng, biar elo aman.”
“Buruan masuk!” Pangeran memotong obrolan kedua manusia didepannya.
Yuna noleh, emanyunkan mulut. “Kamu kalo mau masuk ya masuk sana! Kenapa harus nungguin aku? Kek nggak tau jalan aja.” Kembali menatap Awan. “Ok, besok aku tunggu.”
Awan tersenyum lebar, lalu meringis karna sudut bibirnya sangat perih. “Ya udah, sampai jumpa besok. Eh, liat ponsel elo.” Menengadahkan tangan.
Yuna merogoh tas, ngambil ponsel warna biru itu dan mengulurkan ke Awan. Pangeran menatapnya dengan gemas.
Sreett!!
Merebut ponsel itu sebelum beneran jatuh ketangan awan, lalu membawanya masuk kedalam rumah.
Yuna dan Awan sama-sama melotot dibuatnya.
“Izroil!” teriak Yuna dengan sangat kesal.
Awan mengerutkan keningnya. ‘Apa itu nama kesayangan?’ batinnya.
“Maaf ya, Wan. Aku nggak hafal nomornya.”
Awan tetap tersenyum. “Iya, nggak apa. Besok kan masih bisa.”
Yuna membalas senyumannya, beneran ngerasa nggak enak banget. Awan segera memakai helm, menghidupkan mesin.
“Gue cabut ya.” Menutup kaca setelah melihat anggukan dari Yuna.
**
Berlari masuk kedalam rumah, bahkan sampai nggak lihat ada mamanya yang bengong lihatin. Menaiki tangga dengan tergesa dan segera masuk kekamar, lalu mengunci pintunya dari dalam. Melemparkan tas keatas meja belajar yang lebih mirip tempat bermain, karna isinya Cuma mobil-mobilan dan motor-motoran kecil yang jadi koleksi. Nyopot baju seragam lebih dulu, menyisakan kaos dalam tipis yang berwarna putih.
Duduk diatas tempat tidur bersandar papan ranjang dengan nyaman. Mulai membuka ponsel Yuna yang berhasil direbut.
Keningnya berkerut saat melihat chat paling atas. Ada nama Arga disana. Membuka profil Arga, foto seorang cowok yang sangat tampan dengan topi terbalik. Pangeran menatapnya dengan sangat tak suka.
“Ternyata udah bisa chat an sama si cowok bucin.” Ngedumel sama ponsel.
“Izroil! Buka pintunya!” teriakan dari luar, dan itu suara Yuna.
Brak! Brak!
“Balikin hapeku!” teriaknya lagi.
Pangeran tersenyum menatap pintu. Ganti posisi, bobok tengkurep dan kembali berselancar mengecek pesan masuk.
“Anyiing! Nama gue diganti jadi Izroil!” terkejut saat nama kontaknya adalah Izroil. Detik kemudian, tersenyum sendiri. “Nggak apa sih, anggap aja ini nama kesayangan. Iya kan, ay. Ay-yuna maksudnya.” Terkekeh sendiri sama omongannya.
Keluar dari aplikasi hijau, lalu membuka galery.
“Hahhahh ....”
Ngakak saat melihat foto Yuna dan Selly. Foto dengan expresi manyun dan dibuat semanis mungkin.
Tetiba tangan Yuna terulur merebut ponsel yang Pangeran pegang dari belakang. Tapi Pangeran memegangnya erat, hingga Yuna jatuh menindih tubuhnya, tetap saling tarik menarik, guling sana sini. Tanpa sengaja tangan Pangeran menyenggol salah satu d**a Yuna.
Tubuhnya kaku seperti tersengat listrik.nggak fokus lagi memegang ponsel, hingga Yuna bisa merebutnya dengan mudah. Yuna tersenyum penuh kemenangan. Masih diatas pangeran, dengan posisi itu d**a nempel d**a Pangeran.
Susah payah Pangeran menelan saliva. Lalu menatap wajah cantik Yuna yang tepat ada didepannya.
“Hape ini udah dikasih ke aku. Jadi kamu nggak bisa seenak udel ngambil!” ucap Yuna masih dengan tersenyum. Sesaat mata mereka beradu, hanya saling diam dan saling menikmati debaran yang ada.
Sigap Pangeran membalikkan posisi. Sekarang, Yuna yang berada dibawahnya. Masih dengan saling tatap, lama-lama wajah mereka semakin dekat. Yuna bisa merasakan hembusan nafas hangat dari Pangeran.
Reflek, Yuna memejamkan mata. Membuat sudut bibir Pangeran terangkat keatas, menjadi sebuah senyuman yang sangat manis. Wajah Yuna terlihat sangat manis dan cantik saat terpejam. Bulu mata lentik dan hidungnya sedikit mancung. Pipinya yang dulu tirus itu sekarang sedikit berisi. Bahkan wajahnya tak terdapat bekas jerawat maupun komedo.
Tangan pangeran terulur, mencolek hidung Yuna dengan sangat gemas. “Kenapa merem? Pengen dicium, ya?”
Yuna langsung melek, matanya membulat, kedua pipi terlihat merona. Entah, dia malu atau marah. Kembali mata mereka beradu, saling diam merasakan sesuatu yang mulai berbeda.
“Ngapain liatin aku begitu! Mau diculek?” ketus Yuna.
Pangeran tertawa kecil. “Elo juga liatin gue. Kenapa? Ganteng?”
Yuna mendorong tubuh Pangeran, tapi kekuatannya tak sebanding. “Minggir! Kamu tuh berat! Izroil!”
Pangeran kembali tertawa kecil. “Manyun aja terus! Lama-lama gue cipok!”
Yuna mengerutkan kening. “Apa itu, cipok?”
Ddrrtt....ddrrrtt
Ponsel Pangeran bergetar dan berdering dengan nyaring. Membuat keduanya tak bisa fokus saling tatap lagi. Pangeran segera berdiri, meraih ponselnya yang ada diatas meja.
“ppcckk!” berdesis kesal. Dengan sangat malas dia mendial tombol yang berwarna hijau.
“Hallo,” sapanya tak semangat.
“Beib, ntar malam ke club ya.” Suara intan yang membuat Yuna sangat kesal.
Segera Yuna melangkah pergi dari kamar Pangeran. Melalui pintu balkon, ia masuk kembali ke kamarnya. Merebahkan tubuh dengan kasar keatas ranjang. Matanya terpejam, wajah ganteng suaminya terus saja muncul didepan mata. Tetiba senyum manis khas Pangeran dengan kedipan satu mata itu muncul, serasa ada didepannya setiap waktu.
Menarik bantal terdekat, lalu menutup kepala dengan bantal. Berharap bayangan izroil tampan itu pergi dari otak.
“Astaga! Apa saking bencinya, sampai aku nggak bisa hilangin dia dari kepalaku?!”
Pindah posisi, tengkurep sambil menutup kedua telinga.
“Aaaaa! Pergi kamu dari otakku!” teriaknya kencang.
*
Buat yang ngeluh koin,
pernah mikir nggak seperti apa susahnya menulis? Pernah ngalamin? Kalau emang nggak mau baca pakai koin, mending g usah baca aja deh dari pada ngomel-ngomel. Andai kalian nanya gimana cara dapat coiins gratizz ato cara bheli coiins, itu pasti kita bantu. Beda halnya cuma ngomel nggak jelas. Sama sekali nggak ada paksaan untuk kalian membacanya.