11. Jaga Jarak

1767 Kata
Malam ini Ranti tak mau tidur sendiri. Ranti masih terbayang kejadian tadi yang belum lama dia alami. Rasa takut masih cukup kuat memenuhi perasaan Ranti. Ranti meminta Sumi untuk menemaninya tidur. Malam yang gelap berubah menjadi langit cerah. Saatnya Sumi dan Waluyo untuk kembali mengais rezeki. Berjualan bakso di warung emperan pinggir jalan. Ranti masih tertidur lelap. Karena rasa takut semalam membuat Ranti susah memejamkan kedua matanya. Sumi terus membujuk dan menenangkan Ranti agar bisa melupakan kejadian buruk yang masih membekas di pikiran Ranti. Dini hari Ranti baru bisa terlelap. Itupun karena rasa lelah yang dia rasakan. Ranti tak tersadar hingga dirinya tertidur. Pagi ini Ranti pun tampak masih terlelap karena kurang tidur semalam. “Pak, itu si Ranti gimana? Kalau kita tinggal, kira-kira dia cari kita gak?” Ucap Sumi pada Waluyo. “Ranti kan sudah tahu kalau kita biasa jualan. Paling nanti kalau dia bangun, mandi terus nyusul ke warung.” Waluyo menjelaskan. “Iya Pak, tapi kan kemarin-kemarin Ranti belum mengalami kejadian semalam Sejak kejadian semalam, Ranti jadi gampang ketakutan. Semalam saja gak tidur-tidur katanya takut. Terus Ibu juga gak boleh tinggalkan Ranti sendiri.” Sumi menyampaikan alasannya. “Kalau gak kita tanya Ranti dulu bagaimana? Mau ditinggal apa ikut kita jualan?” Waluyo menyarankan. “Ya sudah, Ibu tanya Ranti sebentar Pak!” Sumi menuju kamar Ranti. “Ran... Ranti! Ibu sama bapak mau berangkat jualan dulu! Kamu di kontrakan sendiri gak papa kan?” Sumi membangunkan Ranti. “Tapi Bu? Ranti takut!” Ranti tak ingin ditinggal sendiri. “Gak ada apa-apa! Nanti kamu kunci aja semua pintu sama jendela kalau kamu takut. Kalau ada apa-apa, kamu teriak saja sekuat-kuatnya! Pasti tetangga pada dengar terus datangi kamu!” Sumi berpesan. “Atau kamu mau ikut Ibu jualan saja? Nanti Ibu tunggu, biar bapakmu suruh berangkat duluan.” Sumi memberikan saran. “Ikut Ibu?” Ranti terdiam. Rasanya Ranti sudah malas ikut orang tuanya jualan. Pasti, nanti Ranti bakal ketemu Anton. Karena sejak ada Ranti, Anton CS tak pernah absen dari warung bakso Sumi. Kalau di kontrakan sendiri, rasanya Ranti belum siap. Pikiran Ranti masih tertuju pada kejadian semalam. Ranti cemas dan takut sendiri. Kalau-kalau dua preman semalam mengikutinya. Dua preman semalam tahu tempat Ranti. “Bagaimana Ranti? Kamu kok malah diam? Ranti mau di rumah sendiri apa ikut Ibu sama bapak jualan? Kasihan bapakmu sudah tungguin.” Sumi kembali bertanya. “Ranti ikut Ibu saja! Ranti gak mau di kontrakan sendiri Bu. Ranti takut, nanti kalau kedua laki-laki semalam datang lagi bagaimana?” Ranti terus ketakutan. “Ya wis buruan kamu mandi terus sarapan! Ibu ke depan sebentar, ngomong sama bapakmu biar berangkat dulu. Jangan lama-lama ya Ran, kasihan bapakmu siapin dagangan sendiri.” Sumi keluar dari kamar Ranti. Ranti beranjak dari tempat tidur. Dia harus segera mandi. Karena Sumi, ibunya sudah menunggunya. Saat ini, Ranti memang tak ingin bertemu Anton. Tapi Ranti lebih takut dengan dua laki-laki semalam, jika Ranti tinggal di kontrakan sendiri. *** Pagi ini Waluyo menyiapkan dagangan sendiri. Sumi masih menunggu Ranti yang tak mau ditinggal sendiri. Kejadian buruk tadi malam sangat berpengaruh pada pikiran Ranti. Rasa takut Ranti terus memenuhi pikirannya. Hingga Ranti tak berani sendirian, baik di kontrakan ataupun di luar rumah. Satu jam sudah berlalu. Satu, dua pembeli juga sudah mulai datang ke warung bakso Solo Sumi. Namun, Sumi dan Ranti belum juga tiba di warung. Waluyo pun melayani pembeli sendiri. Tak lama, Ranti dan Sumi pun tiba di warung. Seperti biasa, meski sedang ada masalah, Ranti tetap tampil menawan. Karena bagi Ranti penampilan yang utama. Penampilan adalah modal utama dalam mencari pasangan. “Maaf ya Pak, lama?” Ucap Sumi sesampainya di warung. “Iya Bu, gak papa! Masih sepi pembeli, jadi Bapak sendiri gak masalah.” Waluyo sedikit menerangkan. “Iya sih. Itu tunggu si Ranti, lamanya minta ampun! Belum pasang ini, pakai ini, ribet!” Sumi sedikit kesal. “Sabar Bu, namanya juga anak gadis! Sudah biasa kalau dandan itu lama! Kita laki-laki terkadang sampai jamuran nuggunya! Sama kaya pas Ibu muda dulu!” Waluyo menenangkan lalu meledek Sumi. “Cinta gak? Kalau cinta harus rela berkorban perasaan to Pak? Seperti menunggu itu! Harus sabar menunggu sang pujaan hati merias diri. Lagian, si wanita itu kan lama karena mesti banyak yang dipakai! Ya lipstik, bedak, belum perona pipi. Beda sama laki-laki, tinggal pakai baju sudah! Sisiran juga bisa pakai jari!” Sumi membela diri. “Terus kalau si wanita berpenampilan cantik, yang senang siapa coba? Pasangannya juga kan? Jadi laki-laki jangan egois, meski sabar menunggu wanita!” Sumi melanjutkan ucapannya. “Iya-iya, begitu saja Ibu emosi. Bapak cuma bercanda, jangan diambil hati!” Waluyo merayu. “Menurut Bapak, Ranti memang lebih baik ikut jualan kita Bu. Di sini, dia bisa ngobrol sama kita, sama pembeli juga. Jadi kan pikirannya tidak terus pada kejadian semalam. Bisa buat hiburan begitu Bu!” Waluyo kembali berucap. “Iya sih Pak! Tapi... memang Bapak gak dengar? Ranti sama Anton kan sedang ada slek. Gak tahu nanti kalau mereka ketemu! Mudah-mudahan, Ranti sama Anton bisa bersikap seperti biasanya. Mereka bisa berteman tanpa memandang masalah yang sudah terjadi di antara mereka berdua.” Sumi hanya bisa berharap. “Oh ya, Bapak lupa Bu! Bapak gak ingat masalah itu! Yo wis Bu, benar kata Ibu semoga mereka tetap bisa berteman.” Waluyo menimpali. “Bapak sama Ibu ngomongin apa to? Kenapa bisik-bisik begitu?” Pertanyaan Ranti mengagetkan Waluyo dan Sumi. “Gak, Ibu sama bapak ndak ngomong apa-apa! Ibu sama bapak lega karena kamu sudah kembali di tengah-tengah kita. Kita akan selalu menjaga kamu Ran!” Sumi mengalihkan pembicaraan. “Oh, kirain ngomong soal Ranti! Nanti Ranti di belakang saja bikin minum ya Bu? Biar bapak yang ngantar ke meja-meja! Soalnya pikiran Ranti masih belum tenang. Takutnya nanti salah memberikan pesanan kan kasihan pembelinya.” Ranti beralasan. “Terserah Ranti saja! Yang penting Ranti senang. Ibu sama bapak nurut sama kamu.” Sumi memberi senyum. Sebenarnya Sumi sendiri tahu maksud Ranti memilih di belakang. Ranti ingin menghindari Anton. Ranti sengaja memilih di belakang membuat minuman. Dia tak ingin bertemu Anton CS. Karena kejadian tadi malam masih cukup terlihat jelas di pandangan mata Ranti. Ranti tak ingin mengingat kejadian tadi malam dengan melihat Anton. *** Jam istirahat siang sudah tiba. Seperti biasa, setiap istirahat warung bakso Sumi di serbu pembeli. Ciri khas rasa bakso yang berbeda dengan rasa bakso lain di Jakarta, membuat bakso Sumi jadi idola saat jam istirahat. Seperti biasa, Anton CS datang ke warung bakso Sumi. Seringnya datang ke warung bakso, Sumi dan Waluyo sampai hafal pesanan mereka. “Biasa ya Bu!” Ucap Angga memesan pesanan mereka. “Siap Mas Angga! Ditunggu sebentar ya!” Jawab Sumi sembari meracik bakso untuk pembeli lain. Minuman untuk Anton CS sudah diantar. Hari ini ada yang berbeda pada pengantar minuman. “Eh Bapak, tumben Bapak yang antar minuman?” Tanya Dicky sopan. “Iya, ganti suasana biar gak bosan Mas! Tapi Mas Dicky tenang saja, rasa tetap sama seperti biasa.” Waluyo menegaskan sembari sedikit bercanda. “Bapak bisa saja. Biasanya kan neng Ranti yang antar-antar minuman. Memangnya hari ini gak ikut jualan?” Tanya Dicky lagi. “Ikut, Ranti di belakang bikin minuman. Ya sudah Mas, Bapak permisi dulu!” Waluyo berpamitan ke belakang karena dia harus melayani pembeli lain yang sudah mengantre juga. “Lo kenapa Ton, tumben lo hari ini banyak diam gak kaya biasanya? Lo sariawan?” Tanya Dicky heran. “Iya tumben, biasanya lo paling heboh di sini. Rasanya dunia ini aneh kalau lo diam begitu!” Angga menimpali. “Gua gak papa. Gua lagi malas saja.” Anton singkat. “Lo gak usah tutupi dari kita! Kita ini sahabat lo. Lo pasti ada masalah, karena tak biasanya lo seperti ini. Lo habis berantem sama cewek lo? Secara lo kan semalam habis jalan bareng sama cewek lo.” Dicky menebak. “Gak! Gua baik-baik saja sama cewek gua.” Anton kembali singkat. “Terus, lo kenapa diam begini? Aneh tahu, lo yang biasanya paling banyak omong kali ini hanya diam membisu.” Dicky kembali bertanya. “Sudah Ky, mungkin Anton gak ingin berbagi sama kita! Itu urusan Anton sendiri, kita gak usah ikut campur!” Angga meminta Dicky berhenti mencari tahu soal Anton. Waluyo kembali mendatangi meja mereka. Sembari membawa nampan berisi 3 mangkok bakso sesuai selera masing-masing. “Terima kasih Pak!” Ucap Angga dan Dicky bersamaan. “Ya, sama-sama! Silakan Mas Anton! Mas Anton lagi sakit, kok diam saja!” Tanya Waluyo pada Anton. “Gak papa Pak!” Jawab Anton masih singkat. “Anton lagi sakit gigi Pak, makanya hari ini lebih sering menutup mulut.” Dicky menimpali. Waluyo tak melanjutkan lagi pertanyaannya. Waluyo berlalu dari meja mereka. Sebenarnya Waluyo dan Sumi sudah tahu. Apa yang sudah terjadi tadi malam. Karena Ranti sudah bercerita. Sebagai orang tua, masalah mereka masih bisa diselesaikan berdua. Waluyo dan Sumi tak mau ikut campur. *** Sembari menikmat bakso, ketiganya berbincang. Terutama Dicky dan Angga. Sementara Anton sendiri masih memilih diam. Hanya sesekali dia berbicara. Itupun dengan kata-kata singkat. “Gua heran sama hari ini, Ngga? Anton banyak diam. Ranti juga gak muncul. Padahal biasanya mereka berdua kan akrab. Terus Ranti yang biasanya mengantar minuman serta bakso hari ini berganti pak Waluyo. Jangan-jangan ada sesuatu antara mereka berdua?” Dicky menebak “Lo gak usah menebak-tebak begitu Ky! Nanti kalau salah, bisa timbul fitnah. Sudah! Seperti yang tadi gua bilang, kita gak usah ikut campur urusan mereka! Kali aja kejadian ini suatu kebetulan. Anton lagi banyak diam. Ranti lagi pengin di dalam.” Angga menasihati. “Habisnya aneh banget! Tapi benar, antara Anton dan Ranti seolah menyambung. Anton diam, biasanya dia paling bersemangat mencari Ranti. Ranti juga biasanya melayani Anton biar sebentar. Wah pasti benar ada sesuatu di antara mereka! Makanya hari ini mereka jaga jarak!” Dicky yakin. “Ngomong apa sih lo Ky? Gua sama Ranti gak ada apa-apa! Mungkin kebetulan saja!” Anton menutupi. Anton memang belum ada cerita soal kejadian tadi malam. Bagi Anton itu masalah pribadi, tak perlu diumbar. Kalau besok Angga dan Dicky tahu sendiri, tak jadi masalah bagi Anton. Yang penting Anton malas bercerita hari ini. Anton juga belum ingin menemui Ranti dulu. Karena Anton tahu, Ranti pasti masih marah dengannya. Percuma Anton mendekati Ranti saat ini. Yang ada masalah mereka akan semakin banyak orang tahu. Untuk saat ini, Anton memilih diam dulu. Menenangkan pikirannya juga pikiran Ranti. Anton ingin masalah ini diselesaikan berdua dengan Ranti. Bukan dalam keadaan ramai seperti ini. Anton juga punya perasaan. Perasaan tidak enak pada orang tua Ranti. Karena ini tempat usaha, Anton tak ingin membuat keributan. Jika dirinya memaksa bertemu Ranti saat ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN