09. Pulang Dengan Air Mata

1765 Kata
Sumi tak berhenti keluar masuk di kontrakannya. Perasaannya benar-benar cemas malam ini. Sudah hampir jam 10 malam. Namun, anak gadisnya belum juga tiba di kontrakan. Belum lagi, nomor Ranti yang tidak bisa dihubungi lagi saat ini. Perasaan khawatir dan takut semakin menguasai pikiran Sumi malam ini. Padahal sebelumnya, Sumi masih bisa menghubungi Ranti. Keadaan Ranti juga baik-baik saja. Ranti juga sudah berjanji pada Sumi akan segera pulang ke kontrakan. Namun, sudah 3 jam berlalu Ranti belum juga tiba di kontrakan. “Ibu, mbok duduk sini! Tenangkan pikiran Ibu!” Bujuk Waluyo pada Sumi. “Owalah Pak, mau tenang bagaimana? Wong anak gadisnya sampai sekarang belum pulang kok bisa tenang!” Sumi ketus. “Makanya Ibu duduk dulu! Kita berdoa saja semoga Ranti bisa cepat pulang dengan selamat! Ibu percaya sama Bapak!” Waluyo berusaha menenangkan. Mendengar Waluyo yang terus meminta Sumi duduk. Sumi menurut. Sumi berusaha duduk sebentar dan mencoba menenangkan pikirannya. Belum ada 5 menit Sumi duduk. Sumi kembali beranjak dari kursi ruang tamu sekaligus ruang serbaguna di kontrakan mereka. Sumi berjalan ke arah pintu dan jendela kaca. Membuka tirai jendela. Berharap Ranti muncul di depan kontrakan mereka. Harapan itu lagi-lagi musnah. Hanya harapan kosong yang diterima Sumi. Ranti masih belum juga muncul di sana. Sumi kembali ke belakang. Lalu berjalan lagi ke depan. “Pak, bagaimana ini Pak? Kok Ranti gak sampai-sampai to?” Sumi kembali bertanya pada Waluyo. “Sabar to Bu! Ibu tenang! Bapak juga khawatir sama Ranti. Tapi apa yang bisa kita lakukan? Menghubungi Ranti gak bisa! Ranti di mana, kita juga gak tahu to Bu? Jakarta itu luas dan gak gampang juga mencari satu orang di tengah keramaian kota Jakarta!” Waluyo memberi pengertian. “Ya Bapak usaha to! Bapak coba ke depan atau tanya siapa! Siapa tahu ada info tentang Ranti.” Sumi emosi. “Yo wis, Bapak tak cari ke depan! Ibu gak usah ke mana-mana! Nanti kalau Ranti pulang ndak bingung gak ada orang!” Waluyo menuruti perintah Sumi. “Nah gitu to Pak, usaha! Jangan diam terus di rumah! Kapan ketemunya kalau begitu! Iya, Ibu di rumah tunggu Ranti pulang!” Sumi sedikit senang. Sesuai permintaan Sumi, Waluyo akhirnya ke luar kontrakan. Waluyo berniat mencari Ranti ke depan jalan besar. Siapa tahu Waluyo bisa menemukan di tempat itu. Sepeninggal suaminya mencari Ranti, Sumi masih tetap gelisah. Sumi tak mau berhenti berusaha. Sumi mencoba menghubungi nomor Ranti kembali. Berharap nomor Ranti sudah kembali bisa dihubungi. Lagi-lagi, Sumi harus menelan pil pahit. Harapannya kembali sirna. Nomor Ranti masih belum bisa dihubungi. “Ya Tuhan, kamu ke mana to Ran? Mbok cepat pulang! Jangan membuat Ibu terus khawatir sama kamu!” Sumi berucap sendiri. “Ibu kan sudah menuruti keinginan kamu. Sekarang gantian kamu, turuti permintaan ibu! Permintaan ibu hanya ingin kamu segera pulang dengan selamat tanpa kurang apa pun!” Sumi kembali berucap. Tiba-tiba Sumi menitikkan air mata. Pikirannya makin tidak karuan. Jantungnya juga berdegup lebih kencang. “Apa yang terjadi sama Ranti? Kenapa tiba-tiba pikiranku tidak enak seperti ini?” Sumi terus berucap sendiri. Ikatan batin antara ibu dan anak memang lebih terikat dibanding bapak dan anak. Karena Sumi yang sudah melahirkan Ranti. Ikatan batin Sumi pun begitu dekat dengan Ranti. Saat ini, batin Sumi terasa sakit. Sumi yakin, saat ini Ranti sedang mengalami hal buruk. “Ya Tuhan, kenapa tiba-tiba hatiku terasa sakit? Ranti kenapa? Tolong lindungi anak gadisku Ya Allah!” Sumi memohon. Untuk menenangkan pikirannya, Sumi memilih mengambil air wudu. Menurut Sumi, menghadap Yang Kuasa adalah jalan terbaik saat ini. Meminta keselamatan untuk Ranti hanya Tuhan yang bisa mengabulkannya. *** Waluyo menyusuri gang-gang sempit di sekitar kontrakannya. Mulutnya tak berhenti bertanya pada siapa saja yang dilewatinya. Sudah berpuluh-puluh orang, Waluyo tanya. Tak satupun di antara mereka yang melihat Ranti. Waluyo tak mau putus harapan. Waluyo kembali melangkahkan kedua kakinya penuh harap. Waluyo menuju gang menuju jalan besar. Gang yang sering dihindari orang-orang selama ini. Sampai di gang Waluyo dikejutkan dengan sekumpulan banyak orang. Dengan penuh penasaran, Waluyo mendatangi sekumpulan orang-orang itu. “Maaf, ini ada apa ya kok ramai banget?” Tanya Waluyo ingin tahu. “Ini Pak, tadi ada anak gadis yang menjadi korban preman sini. Kasihan deh itu gadis, pakaiannya sudah sobek. Rambutnya berantakan. Kasihan pokoknya nasib gadis itu!” Salah satu menjelaskan. “Gadis? Ibu tahu gak ciri-ciri gadis yang menjadi korban itu seperti apa?” Waluyo penasaran. Waluyo berharap gadis malang itu bukanlah Ranti. Apa yang akan terjadi dengan Sumi jika sampai kejadian gadis malang itu terjadi pada Ranti. Aku juga tak akan memaafkan diri aku sendiri sebagai bapak! Bapak yang tidak bisa bertanggung jawab dan menjaga anak gadisnya sendiri. “Yang pasti gadis itu cantik. Sangat cantik malah. Tingginya sekitar segini.” Ibu tadi menjelaskan sekaligus menunjukkan setinggi mana gadis itu. “Terus-terus Bu! Ada ciri-ciri yang lebih gak yang ibu tahu?” Tanya Waluyo lagi. Tinggi Ranti memang sekitar yang ditunjukkan ibu tadi. Ranti juga terbilang gadis cantik. Banyak yang sudah memuji kecantikan Ranti selama ini. Tapi Waluyo tetap berharap gadis malang yang diceritakan ibu ini bukanlah Ranti. Ranti pasti baik-baik saja. Meski Waluyo berusaha menolak bahwa gadis malang itu bukan Ranti. Namun, ciri-ciri gadis itu hampir sama dengan Ranti. “Oh ya Pak! Saya ingat, gadis itu mempunyai lesung pipit. Terus rambutnya panjang segini!” Ibu tadi menunjuk bawah bahunya. Tubuh Waluyo langsung lemas seketika. Waluyo yakin gadis malang yang diceritakan ibu ini adalah Ranti. Mendengar ciri-ciri yang sama dengan Ranti. “Pak, Bapak gak papa?” Tanya ibu tadi pada Waluyo. “Gak papa Bu! Terus ke mana gadis malang itu sekarang?” Waluyo bertanya lagi tanpa daya. “Gadis itu dibawa laki-laki yang menolongnya ke arah sana! Katanya mau diantar pulang ke kontrakan gadis itu.” Ibu tadi menunjuk ujung gang. “Oh, sudah dari tadi Bu? Kalau begitu saya permisi, terima kasih atas infonya!” Waluyo ingin cepat-cepat mengejar gadis dan laki-laki yang menolongnya itu. “Baru saja kok Pak.” Ibu tadi kembali menjelaskan. Tanpa mengulur waktu, Waluyo kembali ke arah yang dia lewati tadi. Waluyo ingin segera menemukan gadis malang serta laki-laki yang sudah menolongnya. Waluyo ingin memastikan kebenaran gadis itu. Meski hatinya berusaha menolak, Waluyo harus bisa kuat menerima apa pun yang sudah terjadi. Karena semua ini terjadi di luar kuasanya. Waluyo berjalan cepat menyusuri gang menuju kontrakannya. Berharap Waluyo bisa menemukan gadis malang serta laki-laki yang sudah menolongnya itu. Waluyo memang sudah berusaha berjalan cepat. Namun, Waluyo tak menemukan gadis serta laki-laki yang diceritakan ibu tadi. Waluyo juga sudah berputar melewati gang-gang sempit lain menuju kontrakannya. Tapi jejak gadis serta laki-laki itu juga tak dijumpainya. Waluyo jadi yakin, kalau gadis malang itu bukanlah Ranti. Dia yakin gadis malang itu hanya ada kemiripan dengan anak gadisnya. Karena Waluyo tak berhasil menemukan jejak gadis malang serta kaki-laki penolongnya di sekitar gang kontrakannya. Kalau benar itu Ranti, pasti Waluyo sudah menemukannya. Karena semua gang masuk kontrakannya sudah Waluyo lewati dengan cepat. Ibu tadi juga bilang gadis malang serta laki-laki penolongnya baru saja pergi. Harusnya, Waluyo masih bisa menjumpai jika itu benar Ranti. *** Kedua kaki Waluyo sudah terasa lelah. Dari tadi, dia sudah bolak-balik memutari beberapa gang menuju kontrakannya. Mencari gadis malang serta laki-laki penolongnya. Waluyo ingin memastikan siapa gadis malang itu. Namun, karena tak berhasil menemukannya Waluyo yakin kalau itu bukan Ranti. Sampai saat ini Waluyo belum berhasil menemukan keberadaan Ranti. Rasa lelah Waluyo membuatnya ingin kembali ke kontrakannya dulu. Dia ingin meluruskan kakinya sebentar sekaligus menyiram tenggorokannya yang kering. Waluyo juga berharap sekembalinya dia, Ranti sudah berada di kontrakan. Sesampai di depan kontrakan, Waluyo terperanjat. Kedua telinganya mendengar tangisan dua orang wanita yang sangat dia cintai. Waluyo yakin itu suara tangis istri dan anak gadisnya. Waluyo mempercepat langkah kakinya. Detak jantungnya semakin cepat. Rasa ingin tahunya semakin besar. Tangan kanan Waluyo langsung membuka pintu dengan sekuat tenaga. Kedua mata Waluyo terbelalak melihat pemandangan di ruang tamu kontrakannya. Tubuhnya seketika lemas. Melihat Sumi dan Ranti menangis berpelukan. Sementara di kursi ruang tamu sekaligus ruang serba guna mereka, duduk laki-laki muda seumuran Ranti. Waluyo teringat ucapan ibu tadi di gang depan. Keyakinan Waluyo bertambah saat melihat kondisi pakaian Ranti yang terkoyak serta rambut berantakan. “Jadi gadis malang yang tadi diceritakan ibu-ibu di depan gang itu benar Ranti! Ya Tuhan, apa yang sudah terjadi pada anak gadisku? Kenapa Engkau memberi cobaan begitu berat pada keluargaku? Terutama Ranti, anak gadisku? Apa salah kami?” Waluyo berucap sendiri. Waluyo belum bisa berucap apa pun. Mulutnya seolah terkunci sendiri. Melihat kejadian besar yang sudah menimpa anak gadis serta keluarganya. Waluyo merasa tidak bisa bertanggung jawab serta menjaga anak gadis serta keluarganya. Waluyo bukanlah suami serta bapak yang baik bagi Sumi dan Ranti. Waluyo benar-benar menyesal atas kejadian yang menimpa Ranti. Waluyo memang lega karena Ranti sudah kembali di tengah-tengah mereka. Tapi kenapa harus dalam keadaan seperti ini. Andai saja waktu bisa diputar kembali. Rasanya Waluyo ingin segera memutarnya. Mengubah semua kejadian buruk yang sudah Ranti alami menjadi kejadian indah yang akan selalu Ranti kenang sepanjang hidupnya. “Pak, Ranti Pak!” Ucap Sumi sembari menitikkan air mata. “Pak!” Panggil Sumi lagi sembari beruraian air mata. Waluyo benar-benar tak bisa menerima kejadian ini. Dia tak sanggup melihat Sumi dan Ranti menangis. Apalagi Waluyo sampai mendengar apa yang sebenarnya sudah terjadi pada Ranti. Waluyo tetap tak bisa membuka mulutnya. Panggilan dari Sumi tak dipedulikannya. Karena saat ini yang ada di pikiran Waluyo hanya nasib Ranti. “Ya Tuhan, bagaimana nasib Ranti selanjutnya? Apa mungkin ada laki-laki yang mau menerima Ranti yang sudah tidak memiliki kesuciannya lagi? Harta Ranti satu-satunya sudah diambil preman-preman sialan itu! Belum lagi kalau sampai terjadi hal buruk pada Ranti? Siapa yang akan bertanggung jawab?” Waluyo membayangkan nasib yang akan dialami Ranti nanti. “Pak! Ranti sudah pulang Pak!” Sumi kembali berucap dengan berurai air mata. “I... iya Bu!” Waluyo membuka mulut meski sangat sulit. Waluyo pun tak bisa menahan air matanya lagi. Dia tak peduli meski ada laki-laki tak dikenal di dalam kontrakannya. Karena bagi Waluyo, hanya menangis yang bisa dikakukannya saat ini. Menyesali sudah tidak ada artinya lagi. Karena semua yang sudah terjadi tidak akan kembali lagi. Waluyo masih bersyukur karena Ranti masih diberi keselamatan. Ranti masih bisa kembali ke tengah-tengah mereka. Meski saat ini Ranti sudah cacat dan tak mungkin bisa diperbaiki lagi. Waluyo akan berusaha ikhlas menerima cobaan ini. Meski hatinya berontak dan akan membalas rasa sakit atas perlakuan dua preman pada anak gadisnya. Waluyo berjanji akan mencari dua preman yang sudah mengambil kesucian anak gadisnya. Dia tidak akan memaafkan mereka yang sudah menyakiti keluarganya. Sampai kapanpun, Waluyo akan mencarinya. Hingga yang berwajib serta Tuhan membalas apa yang sudah diperbuat mereka pada anak gadisnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN