Alea masuk ke dalam ruang inap ayahnya. Matanya menelusuri ruang inap ini. Bukan sesuatu yang bisa membuat dirinya terkejut masuk ke dalam sini. Dulu saat mendiang ibunya dirawat di rumah sakit. Ibunya menempati kamar terbaik di rumah sakit. Itu dulu. Saat mereka punya segalanya dan uang yang masih bisa untuk mengatur dunia.
Ya. Uang bukan segalanya tapi segalanya membutuhkan uang. Uang juga bisa membeli harga diri bukan? Cih! Hanya orang munafik yang mengatakan jangan terus-terusan untuk memikirkan uang. Karena uang hanya sementara dan tidak terlalu penting.
Siapa yang berkata seperti itu? Mengatakan uang tidak penting. Lihat, sekarang Alea menjadi menjual mahkotanya dan menjadi pemuas hasrat mantan suaminya karena apa? Karena uang. Alea tergelak dan menggeleng pelan.
Alea menatap pada ayahnya yang berbaring di atas ranjang tempat tidur. Alea berjalan mendekati ayahnya, lalu memegang tangan ayahnya. Alea kembali menangis. Sangat mudah sekali dirinya menangis karena ayahnya ini. Semua tentang ayahnya sangatlah berarti untuk dirinya. Alea tidak bisa membayankan kalau oeperasi ayahnya gagal. Maka seluruh perjuangan dirinya akan sia-sia saja.
Uang habis dan Alea tetap menjadi pemuas hasrat Vanno— mantan suaminya itu.
“Pa…”
Alea terkejut melihat ayahnya yang sudah membuka mata. Dengan cepat Alea menekan tombol di atas ranjang ayahnya. Alea tersenyum senang melihat ayahnya yang sudah siuman sekarang.
“Papa sudah sadar?” tanya Alea.
Dave tersenyum pada putrinya, tangan Dave mencoba untuk terangkat menyentuh wajah putrinya. Alea segera menggenggam tangan ayahnya lalu menggeleng pelan, “jangan paksain untuk gerakin badannya dulu, Pa. Alea nggak mau Papa kenapa-napa lagi.” Alea tersenyum pada ayahnya yang ada di depannya.
“Kamu dapat darimana uang untuk biaya rumah sakit dan Papa operasi, Nak? Dan ini ruangannya? Mahal sekali Alea.” Mata Dave menatap sekeliling ruangan yang ada di depannya ini. Ia menatap pada putrinya kembali, darimana uang yang didapatkan oleh putrinya ini untuk semua biaya rumah sakit, yang tidaklah murah.
“Papa sudah tidak punya uang, lalu pekerjaan kamu tidak cukup untuk membayar semuanya. Kamu dapat darimana sayang?” tanya Dave menuntut penjelasan dari putrinya sekarang.
Alea terdiam mendengar pertanyaan dari ayahnya. Apa yang harus dijawab oleh dirinya sekarang, apakah Alea harus menjawab kalau semua uang yang didapatkan oleh dirinya dari Vanno dengan menyerahkan tubuhnya untuk disentuh oleh lelaki tersebut?
Alea menarik nafasnya perlahan dan melepaskan secara perlahan lalu tersenyum lembut pada ayahnya. “Papa jangan memikirkan Alea dapat uangnya darimana, ya, Pa. Yang Papa pikiran itu sekarang, bagaimana Papa sembuh. Itu yang harus Papa pikirkan, kalau Papa pikirkan Alea dapat uang darinana, maka itu bisa membuat Papa tambah sakit. Alea mau Papa cepat sembuh.”
Dave mengangguk pelan, namun di dalam hatinya masih bertanya darimana putrinya mendapatkan uang sebanyak ini. Untuk biaya ruang rawat inap dan juga operasi. Tidaklah murah. Itu bisa menghabiskan uang hampir lima ratus juta. Dave tidak buta dengan biaya seluruh rumah sakit yang mewah ini. Rumah sakit yang memang terkenal terjaminnya kalau orang yang dirawat di sini mendapatkan pelayanan kesehatan dari dokter ternama dan terbaik.
“Nona, bisa mundur lebih dulu, saya mau periksa ayah anda.”
Alea mengangguk, lalu memundurkan tubuhnya dan menatap pada ayahnya yang diperiksa oleh Dokter sekarang. Alea menatap ayahnya dengan senyumannya. Lalu melihat Dokter yang mulai memeriksa ayahnya.
“Dok, ayah saya bagaimana? Kapan boleh pulang Dok?”
Alea terdiam setelah bertanya seperti itu. Pulang? Mereka mau pulang kemana? Alea tidak punya rumah. Yang ada dia hanya punya kost yang ditempati oleh dirinya bersama dengan orang yang kost lainnya.
“Ayah anda sudah mulai membaik. Untuk pulang, sabar dulu, mungkin dua minggu lagi sudah boleh pulang.” Dokter tersenyum dan setelahnya berpamit untuk keluar dari ruangan pasiennya.
Alea mendengar itu tersenyum. Nanti dia pikirkan mau mencari rumah yang mana, ia bisa mengontrak rumah yang lumayan murah dan yang terpenting bisa ditinggali oleh ayahnya.
“Pa, nanti kalau kita pindah ke rumah yang sederhana dan tidak semewah rumah kita yang dulu, Papa nggak papa ‘kan?” tanya Alea.
Dave menggeleng, “Alea, Papa bakalan terima mau tinggal dimana saja. Papa tidak tahu bagaimana harus membalas jasa kamu Alea. Kamu rela untuk menjadi pelayan setelah empat bulan perusahaan kita yang bermasalah dan kemarin—”
Dave tidak sanggup untuk melanjutkan ucapannya.
“Sudah, jangan dipikirkan lagi Pa. Alea tidak mau mendengar apa yang Papa katakan barusan. Untuk apa Papa membalas. Alea ini anak Papa, sudah seharusnya Alea melakukan ini. Alea itu sayang sama Papa. Hanya Papa yang Alea punya di dunia ini. Pa…” Alea menatap pada ayahnya, ia ragu untuk mengatakan ini.
Tapi dia harus mengatakan pada ayahnya. “Istri Papa…” Alea menunggu reaksi ayahnya untuk melihat apa yang dikatakan oleh ayahnya tentang ibu tirinya yang sudah pergi.
“Istri Papa sudah pergi. Dia tidak mau hidup susah bersama kita katanya, tidak mau berhubungan lagi dengan Papa.” Ucap Alea.
Dave tersenyum kecut. Ia sudah tahu itu akan terjadi, melihat Genya yang selalu saja meminta uang membeli barang-barang mahal dan tidak pernah mendengarkan apa yang dikatakan oleh Dave padanya. Saat perusahaan mereka sedang bermasalah juga, Genya tetap meminta uang yang begitu banyak sekali.
“Papa sudah tahu akan dilakukan oleh Mama kamu.”
“Dia bukan Mama Alea.” Sela Alea, tidak pernah menganggap wanita jahat itu sebagai ibunya.
“Maaf, Papa telah salah memilih istri. Lalu Papa juga buta, kalau Genya tidak pernah sayang sama kamu. Selalu memperlakukan kamu dengan kasar. Mungkin ini karma untuk Papa, karena Papa juga memaksa kamu menikah dengan Vanno dulunya.” Dave menangisi kesalahannya yang dilakukan oleh dirinya pada putrinya ini.
Alea menggeleng. “Papa jangan menangis. Papa tidak boleh mengatakan kalau ini adalah karma. Alea tidak suka mendengar apa yang Papa katakan barusan. Papa, roda hidup itu berputar. Dulu kita berada di atas dan punya segalanya. Sekarang kita berada di bawah dan tidak punya segalanya seperti dulu. Papa jangan merasa bersalah pada Alea. Semuanya sudah terjadi, walau Genya tidak pernah sayang sama Alea. Tapi dia pernah membuat Papa bahagia.”
Dave tersenyum, melihat kebaikan hati putrinya sama seperti kebaikan hati mendiang istrinya dulu. Semuanya menurun pada Alea. Kecantikan dan kebaikan hati mendiang istrinya.