BAB 05

979 Kata
Alea menatap pada Dokter yang keluar dari ruang operasi tersenyum pada dirinya. Alea membalas senyuman dokter tersebut. Menunggu ucapan dari sang Dokter tentang keadaan ayahnya. “Operasinya berhasil. Ayah anda akan dipindahkan ke ruang rawat satu jam lagi.” Alea menangis mendengar itu dan mengucap syukur. Perjuangannya untuk menyelamatkan ayahnya tidaklah sia-sia. Kini ayahnya selamat dan tetap bersama dengannya. Alea menatap pada ruang operasi dengan mengintip kecil. Apakah dirinya boleh masuk ke dalam sana? Ia mau bertemu dengan ayahnya. “Anda mau masuk?” tanya Dokter. Alea mengangguk semangat dan tersenyum lebar. “Apakah boleh?” Dokter mengangguk. “Silahkan, tapi tidak lama.” Ucap Dokter. Alea mengangguk sekali lagi. Menghapus air mata penuh bahagianya. Ketika dia berjalan masuk ke dalam ruang operasi. Matanya menatap pada ayahnya yang berbaring memejamkan mata. Alea tersenyum melihat ayahnya, memegang tangan ayahnya dan mencium punggung tangan ayahnya berulang kali. “Makasih Pa, sudah mau bertahan demi Alea. Alea sayang sama Papa. Alea bakalan lakuin apa saja untuk buat Papa di sini bersama dengan Alea. Cuman Papa yang Alea punya di dunia ini. Semua orang jahat sama Alea, Pa. Papa tahu, istri Papa sudah pergi dan tidak mau untuk merawat Papa. Alea benci sama dia Pa. Saat Papa sehat dan kaya raya, dia selalu saja menempel dan bersikap baik pada Papa.” Alea menghapus air matanya berdiri lalu keluar dari dalam ruangan operasi. Ia menunggu di kursi depan ruangan. Helaan nafas beberapa kali terdengar darinya. Memikirkan tentang dirinya yang setelah ini harus menemui Vanno— mantan suaminya yang begitu kejam sekali, meminta Alea untuk menjadi pemuas hasrat lelaki itu sebagai syarat. Tidak ada yang gratis di dunia ini. Alea tertawa sumbang. Padahal dia tidak meminta semua uang itu gratis. Malahan Alea berniat untuk mengangsurnya. Alea akan bekerja lebih keras lagi untuk melunasi semua hutangnya pada Vanno, namun ternyata, lelaki itu menolak dan menawarkan hal yang mampu membuat harga diri Alea terinjak. “Aku tidak mau. Tapi aku sudah menerima tawaran itu.” Alea berbicara sendiri mengusap wajahnya beberapa kali. “Ayah anda sudah dipindahkan ke ruang rawat.” Alea mengangkat wajahnya dan mengangguk. “Dok, ruangan mana?” tanya Alea, memang tidak mengetahui ruangan mana ayahnya dirawat. Ia meminta kamar yang diisi dua atau tiga orang. Agar tidak terlalu mahal membayar. “Ruang VVIP Satu. Berada di lantai tiga.” Jawaban Dokter barusan membuat Alea terkejut mendengarnya. VVIP SATU? Berapa satu malam ruangan itu yang harus dibayar olehnya. Alea tidak punya uang sebanyak itu untuk membayar ruangan yang nyaman dan luasnya minta ampun. “Dok, tidak salah? Saya minta ruangan yang biasa saja. Di dalam sana ada tiga atau empat pasien yang dirawat. Saya tidak punya uang untuk membayar ruangan itu.” Air mata Alea sudah terjatuh, memikirkan nasib keuangannya. Masalah dengan Vanno saja belum selesai, bagaimana dirinya bisa mencari uang untuk membayar ruangan itu? Dokter tersenyum. “Ruangan itu sudah dibayar selama satu bulan untuk ayah anda. Kami pihak rumah sakit mengikuti apa yang diminta oleh kerabat pasien. Mungkin ada saudara anda yang membayarnya, kalau begitu saya permisi dulu.” Tubuh Alea mematung mendengar penuturan dokter yang sudah pergi dari hadapannya. Sudah dibayar selama satu bulan? Hanya satu nama yang terpikirkan oleh Alea di dalam otaknya sekarang. Ya. Dan itu adalah Vanno— mantan suaminya. Hanya lelaki itu yang dipikirkan olehnya. Mana mungkin orang lain atau ibu tirinya berbaik hati untuk membayarkan ruang inap yang mahalnya minta ampun. Apalagi ini satu bulan lamanya! Sudah dibayar lunas. “Aku semakin banyak hutan padanya.” Ratap Alea menghapus air mata kasar. Memejamkan matanya dan menyandarkan tubuhnya tanpa berminat untuk beranjak dulu dan ke ruang rawat inap ayahnya. Alea tidak mau nanti sampai di ruang inap ayahnya, ia masih memikirkan masalahnya tentang uang yang diminta bantu pada Vanno. Maka ia sama saja tidak ikhlas melakukan itu semua demi ayahnya. Alea tidak mau menyalahkan ayahnya yang sakit dan bangkrut lantas menyusahkan dirinya sekarang. Ia tidak mau menjadi anak durhaka untuk ayahnya. *** “Bagaimana lelaki tua itu selamat?” Vanno memggoyangkan tangkai gelas yang ada di tangannya, lalu matanya menatap ke depan dengan pandangan lurus dan senyuman yang penuh seringaian. Lelaki di depan Vanno— orang kepercayaan Vanno mengangguk. “Iya, operasinya sudah selesai dan ayahnya Nona Alea selamat Tuan. Ayah Nona Alea juga sudah dipindahkan di ruangan inap yang sudah anda siapkan.” Jawabnya begitu tegas dan lantang. Vanno semakin tersenyum senang mendengar apa yang dikatakan oleh anak buahnya itu. Ternyata lelaki tua itu selamat juga pada akhirnya. Ia kira lelaki tua itu mati dan tidak selamat. Namun salah, harapannya tidak terkabul ternyata. “Kamu awasi Alea. Jangan sampai wanita itu lolos, kalau dia berani untuk mengingkari janjinya, hem … dia akan tahu akibatnya. Dia tidak bisa untuk bebas dariku.” Vanno minum wine satu teguk dan matanya menyeringai. Orang kepercayaan Vanno hanya diam saja, tidak mau menyela atau mengatakan apapun pada boss nya itu. Yang ada dirinya yang salah nantinya. Kalau dia salah ucap pada atasannya itu. “Kau bisa keluar sekarang. Laporkan terus apa yang dilakukan oleh Alea, jangan sampai kau juga ikut menyembunyikan dan tidak mau mengatakan apa saja dilakukan oleh wanita itu. Kau tahu sendiri bukan-“ “Baik Tuan! Saya akan mendengar apa yang anda katakan. Saya pasti memantau Nona Alea, melaporkan apa yang dia lakukan. Juga kesehatan dari-“ “Tidak perlu. Saya tidak perlu kau melaporkan tentang kesehatan lelaki tua itu. Untuk apa gunanya melaporkan tentang lelaki tua itu, saya tidak peduli. Dia mau mati atau tidak. Bukan urusan saya. Yang saya pedulikan itu hanya Alea saja.” Sela Vanno. Lelaki itu mengangguk kembali mendengar apa yang dikatakan oleh Vanno. Setelahnya ia undur diri dan keluar dari dalam ruangan Vanno. Vanno mengetukan jarinya di atas meja. “Sayang sekali, lelaki tua itu tidak mati. Padahal aku sangat ingin sekali melihat Alea terpuruk dan menangis tersedu-sedu memalangkan nasibnya yang memang sudah malang dan tidak berguna.” Ucap Vanno tertawa kecil.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN