Jempol

2529 Kata
"Ma, kayaknya Princess lebih baik lanjut homeschooling aja deh. Princess juga nggak butuh sekolah umum. Dia udah punya Abang ABC yang jadi guru jeniusnya Princess. Jadi, Princess biar belajar di rumah aja, ya?" Cendric memeluk kaki Riri yang tengah sibuk memotong-motong sayur. Bungsu dari kembar tiga itu memang tengah mencoba untuk membujuk ibunya agar mengurungkan niatnya, yang memang sudah merencanakan untuk mendaftarkan Princess pada sekolah umum. Riri memang tengah menyiapkan sarapan yang spesial dibantu oleh Gwen. Kenapa hari ini Riri membuat sarapan spesial? Karena hari ini Princess pertama kali masuk SD. Selain itu, kembar ABC juga pertama kali masuk SMA. Padahal sebenarnya, kembar ABC seharusnya masuk SMA dua tahun yang lalu. Namun, mereka tak mendaftar SMA dengan alasan ingin mengajar Princess di rumah. Alasan yang semula terasa tidak terasa masuk akal, tetapi jika dipikirkan lebih seksama memang ketiganya sudah memiliki kecerdasan yang bahkan sudah bisa melampaui kecerdasan orang dewasa pada umumnya. "Ingat perjanjian Abang sama Papa dulu? Abang ABC kan janjinya kalo Princess udah waktunya masuk SD, abang gak boleh ngelarang lagi. Kalian juga harus masuk SMA," ucap Riri dengan tegas menepis gagasan yang diajukan oleh Hendrik. Tentu saja Riri dan Farrell sebelumnya sudah membicarakan hal ini. Keduanya juga sudah mendapatkan sebuah keputusan bulat yang sama sekali tidak bisa diganggu gugat oleh siapa pun, termasuk ketiga putra kembar mereka. Cendric mencebik saat sadar dirinya tidak bisa mempengaruhi keputusan ibunya itu. Ia menciumi betis polos Mamanya dengan sayang. Padahal saat ini, Aio dan Benny tengah mengandalkan dirinya untuk membujuk Mama mereka. Namun sayangnya, bujukan Cendric kali ini tidak mempan. Cendric tidak mau menyerah dengan mudah. Kini, benaknya tengah bekerja keras demi mendapatkan sebuah ide yang brilian yang tentunya akan membuat ibunya mendengarkan apa yang ia katakan. Cendric tiba-tiba memekik saat merasakan bokongnya yang masih menempel di lantai, ditendang dengan lumayan keras. Ia menoleh dan melihat Papanya yang memasang wajah murka. Farrell menggerakkan tangannya, memberikan isyarat agar Cendric melepaskan kaki Riri. Namun Cendric menggeleng, dan tetap memeluk kaki Riri dengan erat. Riri sendiri belum menyadari kehadiran Farrell dan masih sibuk dengan kegiatan memasaknya. "Sayang, lepasin dulu ya. Mama lagi masak, bahaya." Riri memang merasa cemas. Takut jika tingkah putranya ini bisa melukai orang lain bahkan melukai dirinya sendiri. Kini, Riri mencoba melepaskan kakinya dari pelukan anak laki-lakinya itu. Tentu saja, kini Farrell serta Cendric, terlibat adu tatapan tajam. Hingga, Cendric mengalihkan pandangannya dan melepaskan pelukannya di betis Riri. Namun tindakannya yang tiba-tiba, membuat Riri hilang keseimbangan dan hampir jatuh jika Farrell tidak sigap menangkap pinggang Riri. "Cencen!" Farrell melotot kesal pada Cendric. Putranya satu itu, memang sangat ceroboh dan selalu bertindak tanpa memikirkan risiko. Bayangkan jika dirinya tidak ada di sana? Pasti Riri dan putranya itu sudah celaka karena tindakan cerobohnya. Tentu saja Farrell sama sekali tidak bisa menahan kemarahannya pada Cendric. Mungkin, selama ini Farrell memang sudah terlalu membiarkan putranya itu. Cendric mengkerut mendapat kemarahan yang jelas diberikan oleh ayahnya itu dan lalu Cendric pun berdiri. "Maaf Ma, Cencen gak sengaja," ucap Cendric sungguh-sungguh memohon maaf atas tindakannya yang memang hampir mencelakai ibunya sendiri. Riri menahan Farrell yang akan melangkah mendekat pada Cendric. Tentu saja Riri tahu jika Farrell pasti akan meledakkan kemarahannya. Jika sudah seperti ini, tentu saja Riri yang harus turun tangan dan membuat kemarahan Farrell reda. Riri menatap Cendric dan mengangguk pada putranya, "Iya, tidak apa-apa. Cepat, panggil Abang sama Princess! Sarapan sudah siap." Cendric mengangguk dan segera berlari menghindari pelototan Farrell yang membuat bulu kuduknya meremang. Gwen, dan pelayan lainnya segera membereskan menu sarapan di atas meja di ruang makan. Semua itu di bawah pengawasan Hendrik. Sedangkan Riri tengah sibuk menenangkan Farrell. Dan cara menenangkannya, tak lain dengan kecupan manis serta ringan. Tidak diiringi nafsu. Hanya sebatas menyalurkan kasih sayang di pagi hari. Setelah tenang, Riri mengusap rahang Farrell dengan lembut. "Jangan seperti itu lagi, Kang Mas harus bisa lebih pengertian pada jagoan kita. Mereka hanya ingin yang terbaik untuk Princess," ucap Riri mencoba untuk membuat suaminya ini lebih mengerti dengan karakter ketiga jagoan kembar mereka. Riri sendiri heran, padahal Farrell juga sama-sama memiliki sifat protektif yang luar biasa pada putri mereka itu. Lalu kenapa suaminya itu tidak mengerti dengan apa yang dirasakan oleh ketiga putranya? "Tapi hal yang terbaik untuk Princess adalah, belajar di sekolah umum agar dia bisa belajar bersosialisasi. Lagi pula, sekolah yang akan Princess masuki terjamin keamanan serta sistem pendidikannya. Lalu, kembar ABC juga bersekolah di sana, ingat sekolah itu berbentuk yayasan. Dari sekolah dasar hingga sekolah menengah, semua terdapat di sana. "Jika takut Princess akan menjadi sasaran empuk para penjilat, tenanglah! Princess terdaftar tanpa nama keluarga kita. Itu akan mengantisipasi para penjilat dan lintah yang bisa menempel pada putri kita. Nanti, setelah Princess bisa membedakan mana yang tulus dan palsu, kita bisa mengumumkan identitas asli dari Princess secara resmi," ucap Farrell panjang. Ia menunduk dan memberikan kecupan hangat di kening Riri. Riri mengangguk dan tersenyum. Jika sudah seperti ini, Riri tidak bisa melakukan hal lebih dari ini. Dibantu oleh Farrell, Riri pun melepas celemek yang melindungi pakaiannya sebelum melangkah menuju ruang makan. Mereka harus mulai sarapan sekarang juga, atau Princess dan kembar ABC akan terlambat di hari pertama mereka sekolah. *** Farrell dan Riri kembali mencium pipi Princess dengan sayang, sebelum benar-benar melepaskan Princess turun dari mobil bersama dengan kembar ABC. Riri terlihat meneteskan air matanya haru. Princess telah tumbuh secepat ini, Riri merasa baru saja kemarin ia menggendong Princess yang mungil. Namun kini, Princess telah bisa melangkah seorang diri dan berangkat sekolah. Farrell hanya tersenyum dan mencium pelipis Riri. Ia mengisyaratkan Hendrik untuk melajukan mobilnya segera, mereka tidak bisa terlalu lama di sini, atau mereka akan menarik perhatian. Sedangkan Princess yang kini telah menginjak usia tujuh tahun, semakin menggemaskan. Sosoknya tumbuh cerdas dan cantik. Pipinya tampak penuh dan kemerahan. Bibirnya juga terlihat merekah. Kedua manik matanya terlihat berbinar indah. Tangan Princess yang gemuk tak berhenti menunjuk ke sana ke mari dan bertanya tak henti-hentinya pada ketiga kakaknya. Tentu saja kembar ABC sama sekali tidak keberatan untuk menjawab satu persatu pertanyaan yang diberikan oleh Princess. Ketiganya bergantian menjawab pertanyaan Princess. "Abang itu apa?" Princess menunjuk tong sampah yang berjejer dengan bermacam-macam warna. Hal itu memang terasa baru bagi Princess, karena selama ini Princess tidak pernah melihat benda berbentuk seperti itu. "Itu tong sampah. Apa yang harus dibuang ke tempat sampah?" Benny menjawab, sekaligus bertanya mengetes pengetahuan dasar dari adik cantiknya itu. "Mantan. Kata bang Cencen, buanglah mantan pada tempatnya," jawab Princess dengan raut wajah yang serius. Cendric yang mendengar jawaban Princess tertawa bahagia dan bertepuk tangan heboh. Sedangkan Aio dan Benny secara kompak segera memukul kepala bagian belakang Cendric, karena mengajarkan hal tidak-tidak pada adik mereka. Tentu saja, tingkah mereka sukses menarik perhatian para siswa-siswi yang masih berada di lorong sekolah. Ah siapa yang tak mengenal kembar ABC yang luar biasa itu? Setelah cuti sekolah, kini kembar ABC secara mengejutkan kembali melanjutkan sekolah mereka. Dan kedatangan mereka, disambut dengan antusias oleh para siswi dari berbagai angkatan. Kembar ABC menggiring Princess yang mengenakan seragam sekolah dasar yang mirip seperti seragam pelaut. Kemejanya berwarna putih, sedangkan roknya berwarna biru tua. Rambut hitam nan tebal Princess diikat menjadi dua, di atas tengkuknya. Saat Princess berjalan cepat, Princess terlihat sangat menggemaskan. Apalagi, tubuh Princess yang pendek dan berisi, membuat tampilan Princess semakin lucu. Perhatian orang-orang juga terbagi. Tak hanya menatap penuh kagum pada kembar ABC, mereka juga menatap gemas dan penasaran pada Princess. Mereka penasaran siapa anak kecil berpipi gembil tersebut. Setahu mereka, kembar ABC tidak memiliki adik.  "Abang, itu apa? Kok kayak lampu taman di rumah? Bikin silau, ih!" seru Princess sembari dengan polosnya menunjuk sesuatu yang ia kira lampu taman. Benny dan Cencen segera tertawa dengan keras, sedangkan Aio hanya tersenyum tipis melihat tingkah adik perempuan mereka. "Itu, kepalanya kepala sekolah Princess. Jangan menunjuk seperti itu! Tidak sopan." Aio menarik tangan gemuk Princess, yang tengah menunjuk kepala dari kepala sekolah yang memang terlihat botak mengkilat. "Ohh oke. Princess ngerti," ucap Princess lalu mengangguk paham dengan apa yang dikatakan oleh Aio. Tiba di kelas baru Princess, kembar ABC sempat berdebat siapa yang akan menemani Princess sementara waktu. Mereka tidak bisa membiarkan Princess begitu saja. Ya, memang ada peraturan bahwa wali murid tidak menemani siswa di kelas bagi para siswa sekolah dasar. Hanya boleh mengantar hingga kelas, dan diharuskan segera meninggalkan sekolah. Tapi, kembar ABC tentu saja tak mau menuruti hal tersebut. Setelah perdebatan alot, Aio akhirnya muncul menjadi pemenang. Ingat, kakak sulung akan selalu menang dalam segala hal. Tapi, kaka sulung yang ini, akan kalah oleh adik perempuan yang menggemaskan. "Sekarang pergi, aku titip absensi!" Aio berujar datar dan berbalik menuntun Princess untuk masuk ke dalam ruang kelas. Setelah Princess mendapat tempat duduk, Aio memberikan beberapa kata sebelum ke luar dari kelas dan mengamati Princess dari jendela. Bel berbunyi, setiap siswa masuk ke dalam kelas mereka masing-masing dan duduk dengan tenang. Sekolah ini memang memiliki sistem yang rapi, di mana siswanya kebanyakan telah memiliki etika yang terdidik baik sejak kecil. Tentu saja, Princess sudah memiliki etika dasar yang memang biasanya sudah dimiliki oleh putra-putri keturunan konglomerat seperti dirinya. Princess terlihat duduk dengan tenang, dengan kedua tangan yang terlipat rapi di atas meja. Sikap Princess membuat Aio menahan senyum. Adiknya memang pintar dan menggemaskan. Seorang guru muda masuk ke dalam kelas Princess dan menyapa dengan ramah. Itu semua tidak luput dari perhatian Aio. Pemuda berusia tujuh belas tahun itu, tampak sangat menawan dengan kacamata baca yang menghiasi wajah datarnya. Guru muda itu menyadari jika Aio mengamati gerak-gerik dirinya, ia merasa sedikit risih dan akhirnya ke luar kelas untuk menegur Aio. "Kamu siswa baru, bukan? Kenapa masih di sini? Segera masuk ke kelasmu!" perintahnya. Ia adalah seorang guru, meskipun dia tidak mengajar anak SMA, tapi dia masih memiliki kuasa untuk mengatur anak-anak yang bersekolah di bawah yayasan ini. Namun Aio yang mendengar penuturan guru muda itu hanya terdiam. Ia hanya melirik guru muda yang berwajah mungil serta berambut cokelat bergelombang tersebut. "Lanjutkan saja pekerjaan Ibu. Tidak perlu memperhatikan saya," ucap Aio lalu kembali menatap ke dalam ruang kelas. Guru tersebut menganga, ia merasa kesal bukan main dengan jawaban tersebut. Ia merasa seakan-akan tak dihormati sebagai seorang guru. Namun, ia tak lagi mau memperpanjang masalah. Ia berbalik dan memasang senyum manisnya sebelum masuk ke dalam kelas. "Nah kita sambung lagi ya, masih ingat nama Ibu siapa?" Semua murid mengangguk cepat. "Ibu Amel!" seru mereka serempak. Semua anak di dalam kelas itu menampilkan ekspresi yang semangat. Amel—guru muda tadi—tersenyum dan mengangguk. Tentu saja ia merasa senang jika murid-muridnya terlihat semangat seperti ini. Guru muda tersebut tersenyum senang. Matanya melirik pada Aio yang masih berdiri tegap di luar sana. Ia menguatkan hatinya, dan menganggap Aio hanya murid iseng yang berniat menggodanya, seperti yang terjadi sebelum-sebelumnya. Ya, Amel memang sering mendapatkan godaan dari anak-anak SMP dan SMA. Wajar saja, karena selain masih muda, Amel juga memiliki wajah dan kepribadian yang bisa dengan mudah membuat pada pemuda yang baru saja puber jatuh hati padanya. "Iya nama Ibu, Amel. Panggil Bu Amel ya. Nah, sekarang waktunya perkenalan. Siapa yang mau duluan angkat jari telunjuknya!" Amel mengangkat tangannya, mencontohkan anak didiknya. Semua muridnya yang tampak menggemaskan mengangkat jari telunjuk mereka ke udara dengan semangat. Kecuali Princess yang tampak kebingungan, tapi tak lama Princess tak peduli dan membuka tas sekolahnya. Ia mengeluarkan kotak bekal, berisi buah potong. Ia mengambil satu potong buah anggur dan memakannya, sambil memperhatikan teman-temannya yang tengah memperkenalkan diri dengan gaya yang sungguh kekanakan. Wajar karena, mereka memang siswa kelas satu sekolah dasar. Amel tersenyum, merasa terhibur akan tingkah semua muridnya yang berebut menunjukkan keahlian mereka memperkenalkan diri mereka. Namun pandangan Amel tertawan pada seorang anak perempuan yang sejak tadi hanya menonton sembari mengunyah cemilannya. Pipinya yang bulat semakin terlihat penuh karena terisi makanan. Amel merasa sangat gemas, tetapi ia segera menyadarkan diri dan melangkah mendekat pada anak tersebut. "Halo sayang? Kamu belum mengenalkan diri ya? Ayo sekarang giliran kamu." Anak perempuan tersebut segera menutup kotak bekalnya yang telah kosong dan minum terlebih dahulu sebelum turun dari kursinya. "Ayo, sekarang Princess udah siap!" Princess serseru sembari berjalan menuju papan tulis. Ia berdiri dengan percaya diri dan melambaikan tangannya pada Aio yang mulai merekam tingkah Princess dengan ponselnya. "Halo semua, kenalin aku Princess. Panggil aja Princess cantik. Umur Princess tujuh tahun. Princess punya Papa ganteng, Mama cantik, sama tiga Abang kembar yang super ganteng. Terus Princess juga punya peliharaan kucing lucu. Namanya El-el, tapi El-el bentar lagi mau mudik. Oh iya, Princess suka semua makanan. Princess juga suka kentut, tapi tenang kentut Princess gak bau kok," ucap Princess panjang dan lancar jaya. Perkataan Princess terpotong saat teman laki-lakinya mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Anak laki-laki itu terlihat paling klimis diantara anak laki-laki lainnya. Sebelum dipersilakan untuk mengajukan pertanyaan, anak berambut klimis yang memasang ekspresi datar yang tidak terlihat cocok dengan usianya, anak laki-laki itu lebih dulu mengajukan sebuah pertanyaan yang membuat Amel meringis. "Oh, kamu gendut karena suka makan, ya?" Princess menatap temannya itu dan menggelengkan kepalanya dengan polos. "Princess gak gendut, cuma seger. Kata Abang Princess, Princess cuma sedikit lebih mudah terlihat daripada orang lain. Terus, Princess seger bukan karena hobi makan. Princess cuma sering lupa sih, kalo Princess udah makan. Ada yang mau nanya lagi? Tanya sekarang, kalo nanti harus bayar lho!" Aio tersenyum tipis mendengar jawaban adiknya. Sungguh ajaib. Dan Aio tak menyangka Princess bisa menjawab seperti itu, serta tak menangis karena mendapat pertanyaan seperti itu. Tampaknya tak ada lagi yang mau bertanya, dan akhirnya Amel memperbolehkan Princess kembali duduk di tempatnya. Amel menarik perhatian semua muridnya dengan permainan kecil dan hadiah yang akan ia berikan pada siapa yang memenangkan permainan. "Nah sekarang, yang tau warna pelangi tunjuk tangan!" seru Amel mencoba untuk menarik perhatian dan membuat anak-anak didiknya merasa antusias dengan pertemuan mereka ini. Semua orang berebut menjawab. Amel tersenyum melihat antusiasme tersebut. Hasilnya, Amel memberikan sebuah lolipop kepada siswa berambut klimis yang sebelumnya bertanya pada Princess. Lalu Amel memberi soal berhitung. Semua siswa tampak antusias untuk menghitung, tapi setelah menunggu waktu lama, tak ada satu pun yang menjawab benar. Amel hanya bisa tersenyum maklum. Namun pandangan Amel tertuju pada Princess yang sejak tadi belum pernah mengangkat jari telunjuknya sama sekali. Apa Princess tertinggal? Amel menghampiri Princess yang telah cemberut. "Princess jangan sedih, nanti Princess Ibu kasih lolipop kalo sudah bisa menulis nama Princess sendiri, dan pintar menghitung ya." Ya, Amel berusaha untuk menghibur Princess yang ia kira masih belum bisa menulis dan berhitung, yang tak lain adalah ilmu dasar yang sebenarnya harus dimiliki oleh anak-anak yang memasuki usia sekolah dasar. Princess mendongak saat merasakan usapan lembut di puncak kepalanya. Matanya yang bulat berbinar sebelum menjawab, "Princess udah bisa semuanya kok." Princess memang sudah lancar dalam menulis, membaca dan menghitung. Bahkan, tulisan tangan Princess terlihat sangat rapi dan manis seakan-akan menunjukkan karakter dari pemiliknya. Amel mengerutkan keningnya. "Lalu kenapa Princess tidak tunjuk tangan?" tanya Amel tidak mengerti dengan apa yang dipikirkan oleh anak didik barunya ini. Princess tidak langsung menjawab. Ia mengerucutkan bibirnya untuk beberapa saat dan mengerutkan keningnya dalam-dalam. Princess pun menatap netra Amel. "Tadi Ibu bilang suruh angkat jari telunjuk. Tapi, Princess bingung. Jari Princess jempol semua!" Princess mengangkat tangannya yang gemuk, dan memang benar. Jari Princess terlihat berbentuk sama. Sama seperti jempol. Amel menggigit bibirnya sendiri. Hampir menangis serta muntah darah, menghadapi anak didiknya yang satu ini. Mengapa ada anak semenggemaskan ini di dunia ini?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN