2. Sesuatu yang Tak Terduga

1008 Kata
'Karena kita tak pernah tau, rencana besar apa yang sudah Allah susun untuk kita.' Back to Normal With Me ~Thierogiara *** Dua minggu berlalu, Avasa menjalani hari-hari dengan menyenangkan, pekerjaannya tak terlalu berat dan dia tak perlu melalui sebuah persaingan karena semua pekerja di sana memiliki tugas masing-masing. "Lantai dua tuh sebenarnya tempat apa sih Mbak?" tanya Avasa pada Jila, selama ini dia hanya membersihkan padahal ruangan-ruangan di lantai dua selalu kosong hanya satu kamar yang ditempati itupun pemiliknya belum memunculkan batang hidungnya. Avasa penasaran untuk apa dibersihkan jika pemiliknya tidak ada di sana? "Ya kamarnya Den Bas sama kadang nyonya kerjanya di atas," jelas Jila sembari menjemur pakaian. Avasa yang sedang berjongkok mencabuti rumput mengangguk-angguk. "Itu selalu dibersihin karena Bas emang nggak suka tempat kotor, sedikit aja kotor dia bakal risih," jelas Jila. Avasa mengangguk-angguk, memang meski tak ada yang menjamah, Avasa tetap harus selalu membersihkannya. "Yang namanya Bas itu emang nggak tinggal di sini Mbak?" tanya Avasa. "Semua anak nyonya besar udah ada rumah sendiri," kata Jila. "Anaknya yang cewek udah nikah dua-duanya, den Bas sendiri masih single tapi udah punya rumah sendiri," jelas Jila. "Kaya banget ya?" "Iya, den Bas itu pengacara kondang, mukanya aja sering muncul di TV ngurus perceraian artis, kan dia ikutan terkenal karena wajahnya." "Iya sih, fotonya aja cakep banget," aku Avasa, anak laki-laki majikannya itu memiliki banyak foto yang dipajang di rumah dan dari semua foto sama sekali tak ada yang terlihat tidak bagus, semuanya tampak bagus dan menawan. Jila mengangguk setuju. "Avasa dipanggil Nyonya," ujar mbak Dewi, asisten rumah tangga di rumah tersebut yang tugasnya adalah memasak. "Ada apa Mbak?" Avasa bangkit dari posisi jongkoknya kemudian membersihkan tangannya dari sisa tanah. "Kurang tau, katanya kamu disuruh ke atas aja," kata mbak Dewi. "Oke, sebentar aku cuci tangan dulu." Dengan bergegas gadis itu ke keran belakang kemudian mencuci tangannya, setelah itu dia melangkah cepat menuju ruang kerja nyonya besar. Jadi di rumah tersebut hanya ada nyonya karena memang tuan besar sudah meninggal. Avasa mengetuk pintu coklat di hadapannya. "Masuk," suruh suara dari dalam. Dengan hati-hati sekali Avasa menekan handle pintu. "Nyonya panggil saya?" tanya Avasa sembari menggigit pipi bagian dalamnya, nyonya besar sangat jarang berinteraksi dengan para pekerja, jadi Avasa merasa sangat gugup sekarang. "Iya," jawab Sonya, selaku majikan dari Avasa. Avasa berjalan menghadap Sonya, gadis itu lantas menunduk menunggu majikannya itu menyampaikan apa yang ingin disampaikan, dalam hati dia berusaha menguatkan diri sendiri, apa pun yang akan ia dengar semoga itu semua baik untuknya. "Menikahlah dengan anak saya." Avasa membelalakkan matanya, dia tak menyangka jika dipanggilnya dia ke ruangan ini untuk itu, dia kira dia telah melakukan sebuah kesalahan. "Kamu harus membuat Bas kembali menjadi laki-laki sesungguhnya, setelahnya kamu bebas mengejar mimpi kamu." Nyonya rumah tersebut nampak duduk angkuh mengangkat dagunya. "Tapi..." "Saya akan membiayai seluruh biaya sekolah adik kamu. Saya akan memberikan rumah untuk kamu, saya juga akan menanggung biaya kuliah kamu di luar negeri." Avasa diam, dia masih sangat muda untuk ini, tapi tawaran itu tampak menggiurkan. "Anak saya Bas memiliki orientasi seks menyimpang dan dia adalah anak laki-laki satu-satunya di keluarga ini, dia harus memiliki penerus." "Tapi saya hanya seorang pembantu," ujar Avasa tahu diri, anak majikannya yang tampan itu bukanlah levelnya, Avasa bahkan berada jauh di bawah. "Maka dari itu kalian tak perlu menjadi pasangan yang sesungguhnya. Kamu hanya perlu membuktikan kalau Bas bisa memiliki anak, kamu hanya perlu membuatnya kembali menyukai wanita." "Kenapa harus saya?" tanya Avasa, meski sudut hatinya memilih untuk setuju mengingat uang yang ditawarkan tidaklah sedikit, apalagi rumah dia sangat membutuhkan tempat tinggal, kuliah di luar negeri juga merupakan sesuatu yang ia impikan selama ini, tapi Avasa masih merasa perlu mempertahankan harga dirinya. "Karena kita saling membutuhkan. Saya bisa memenuhi apa yang kamu butuhkan dan menurut saya proporsi tubuh kamu cukup bagus untuk membuat Bas kembali normal," jelas sang nyonya. "Saya tidak bisa..." Dan Avasa memilih mempertahankan harga dirinya. "Kalau kamu keluar dari pintu itu maka kamu akan kehilangan pekerjaan kamu dan semua tawaran saya. Saya bisa mencari perempuan lain." Avasa menghentikan langkahnya. Dia memejamkan matanya. "Kenapa anda seperti ini dengan saya, apa salah saya?" "Hidup kamu berat, saya hanya ingin meringankannya." Iya! Hidup Avasa memang berat hingga beberapa kali gadis itu ingin bunuh diri. Sonya seolah sudah tahu bahwa Avasa beberapa kali ingin menyerah dengan hidupnya sendiri. Avasa akhirnya kalah, dia berbalik dan berdiri kembali di tempatnya sebelumnya. "Bagaimana perjanjiannya?" tanya Avasa. "Tidak ada perjanjian berarti, kamu hanya perlu tanda tangan kontrak pernikahan selama satu tahun dan saya akan langsung transfer ke rekening kamu." "Kami hanya akan menikah dan tugas saya hanya harus membuatnya kembali ke jalan yang benar, 'kan?" Nyonya besar itu memperhatikan tubuh Avasa. "Kamu harus menggunakan tubuhmu sebaik mungkin. Pembuktiannya adalah kamu harus hamil. Jika kamu hamil dan kemudian anak kalian lahir, maka kamu berhasil dan kamu bebas." "Memangnya anda tidak keberatan memiliki cucu dari saya?" Bagaimana pun Avasa hanyalah seorang pembantu. "Tidak masalah! Lagipula dia tidak akan tau kamu ibunya." *** "Ngomong apa nyonya, Sa?" tanya Jila saat Avasa sudah kembali ke dapur. Avasa yang semula terdiam langsung tersentak. "Eh, nggak ada Mbak," jawab Avasa bohong. "Masa?" tanya Jila. "Iya nggak ngomong apa-apa." Avasa berusaha tersenyum kemudian mengambil langkah masuk ke kamarnya. Apa memang takdir yang disusun untuknya merupakan takdir seperti ini? Avasa mendudukkan dirinya di atas kasur, gadis itu kemudian menangkup wajahnya. Dia tak pernah menyangka kalau hidup akan membawanya kepada hal yang menyedihkan seperti ini. Di dunia ini sepertinya tak ada manusia yang lebih miris darinya, perlahan air mata yang sudah berusaha ia tahan meluruh, ternyata Avasa tak benar-benar sekuat itu untuk menahan semuanya sendiri, hidupnya sangat menyedihkan dan segala kesedihan ini harus ia tanggung sendirian. Umurnya belum genap dua puluh tahun namun dia sudah harus menikah, menikah dengan seseorang yang sebelumnya tak pernah ia kenal, menikah dengan cara yang tak pernah dirinya sangka sebelumnya. Pernikahan kontrak? Lelucon apalagi ini? Avasa mengangkat wajahnya, dia tak boleh lamah, ini adalah jalan untuknya dan keluarganya keluar dari kungkungan papanya, Avasa harus bisa menyelamatkan mama dan adiknya, dia harus kuat walau dirinya sendiri yang harus dikorbankan. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN