3. Dinner

1044 Kata
'Aku atau kamu, kita hanya korban keadaan, tenang saja sebenarnya tak ada yang salah, hanya waktu yang belum menjawab semuanya.' Back to Normal With Me ~Thierogiara *** "Nyonya memanggil saya?" tanya Avasa, sepagi ini namun nyonya besar sudah memintanya untuk menghadap di ruang kerja. Meski sudah tahu kalau dipanggilnya pasti untuk membahas masalah perjanjian, namun tetap saja hati Avasa berdetak tak biasa. Bagaimanapun dia hanya seorang remaja polos, dia sama sekali tidak tahu kalau dia akan menghadapi hal semacam ini dalam hidupnya, semua hal sangat tidak terduga dan Avasa merasa bahwa dirinya perlu mencerna semua ini dulu. Sonya memutar kursinya untuk menatap Avasa, dia menatap Avasa dari ujung kepala sampai kaki. Tubuh gadis di hadapannya masih menjadi yang menarik untuknya, Avasa kelihatan terawat, wajahnya juga cantik. "Apa kamu benar-benar tidak rela membuka hijabmu?" tanya Sonya. Avasa menggeleng. "Berapapun uang yang ditawarkan, saya tidak akan melepas hijab saya karena ini adalah sebuah komitmen dan urusannya dengan Tuhan saya," jelas Avasa, dia tak akan melepas apa yang sudah ia janjikan dengan Tuhannya. Dia sudah memiliki komitmen maka tidak akan ada yang bisa membuatnya goyah. Sonya mengangguk-angguk, dia sudah kadung tertarik dengan proporsi tubuh gadis itu, sekarang dia malah semakin tertarik dengan konsistensinya. Untuk ukuran anak muda seperti Avasa, pasti sulit untuk tidak goyah, apalagi penawarannya adalah uang. "Satu malam saja kamu juga tidak mau?" Avasa menggeleng. "Ini adalah kewajiban untuk saya," kata Avasa, gadis itu berkata tegas dan kelihatan tidak akan goyah. Sonya mengangguk lagi. "Entah kenapa saya sangat menyukai kamu," ungkap Sonya. "Tapi sayang kita tidak setara," lanjut Sonya. Avasa mengangguk tipis, apa vibes orang kaya dalam diri Avasa belum luntur? Entahlah. "Malam ini kamu makan malam dengan Bas," ujar Sonya. Avasa menggigit bibir bawahnya, dia belum pernah menjalani hubungan yang seserius ini, apa yang harus dilakukannya? "Nanti akan ada orang yang datang untuk mendandani kamu," kata Sonya. Semuanya sudah dia atur sedemikian rupa, Avasa hanya harus mengikuti keinginannya. Avasa mengangguk. "Saya nggak punya baju bagus," ungkap Avasa jujur, dia adalah seorang pembantu, sejak awal Avasa memutuskan meninggalkan baju-bajunya yang agak bagus di rumah Nasya. "Saya yang siapkan semuanya," kata Sonya. Avasa mengangguk-angguk. "Tolong kamu buat Bas merasa tertarik," pinta Sonya. Avasa juga tak tahu bagaimana caranya, namun demi uang dia akan mencoba segala cara, lagipula sepertinya tak terlalu buruk karena Bas lumayan tampan. "Sekarang kamu boleh keluar." Avasa mengangguk lantas keluar dari ruang kerja nyonya besar, gadis itu tertegun, dia malah jadi agak merasa bersalah dengan dirinya sendiri, dia terlalu jahat dengan dirinya sendiri, demi uang dia akan mengorbankan satu-satunya hal berharga dalam dirinya. "Kok kamu dipanggil terus, ada apa sih?" tanya Jila penasaran. "Nggak tau Mbak, pokoknya ada aja yang mau disampein ke aku, yang mejanya kurang bersihlah, nyapunya harus bersihlah, gitu-gitu aja sih." Setelahnya Avasa tertawa hambar, rasa-rasanya dia tak mungkin mengatakan yang sebenarnya. Mbak Jila menyipitkan matanya, biasanya kalau pekerjaan tak bagus pasti akan langsung dipecat tapi Avasa? "Kamu bohong ya?" tanya Jila curiga. "Nggak Mbak, ya ampun ngapain sih bohong? Lagian emangnya mungkin ada hal penting yang bakal nyonya besar sampein sama pembantu kayak aku?" tanya Avasa. "Kamu bukan pembantu sembarangan, aslinya kamu orang kaya kan? Masa baju kamu kaos doang aja mereknya ternama begitu?" Avasa menelan ludahnya dengan susah payah, dia sudah berusaha memilah-milah pakaiannya yang paling tidak bagus, tapi kenapa masih ketahuan? "Ini pengalaman pertama kamu kerja kan? Kamu baru lulus SMA," lanjut mbak Jila masih kepo. Avasa menggigit bibirnya sendiri. "Lebih tepatnya mantan, aku bukan orang kaya lagi, aku juga udah lulus dia tahun yang lalu," jelas Avasa. "Berarti bener?" tanya Jila. "Iya." Avasa memutar bola matanya malas. "Kok bisa?" Jila mulai kepo. "Panjang ceritanya Mbak, kapan-kapan kalau lagi santai aku ceritain ya." Avasa langsung berlalu untuk membuatkan s**u nyonya besarnya. *** Avasa di minta ke sebuah kamar yang bukan kamar pembantu, di sana sudah ada beberapa orang dengan berbagai alat make up. "Masa saya mandi juga mau dimandiin?" tanya Avasa. "Nggak kok, kamu nggak dimandiin cuma dilulur aja," ujar seorang wanita. "Tapi saya nggak biasa Mbak," tolak Avasa. "Saya kalau mandi sendiri juga bersih kok, percaya deh," lanjut Avasa bernegosiasi, mana bisa dia berdua dengan orang lain di kamar mandi, apalagi dengan keadaan tak memakai pakaian sama sekali. Sonya masuk ke dalam ruangan, Avasa langsung menelan ludahnya dengan susah payah. Oke yang kali ini juga demi uang, Avasa meyakinkan dirinya sendiri kalau dia harus bisa dan harus membawa mama dan adiknya keluar dari kungkungan papanya. "Oke." Avasa akhirnya pasrah. Gadis itu menjalani spa di rumah, wajahnya dimasker, tubuhnya dilulur, setelah itu mandi dengan air mawar. Selanjutnya dia didudukkan di depan kaca untuk di make up. "Seriusan kamu mau pakai kerudung aja?" tanya sang MUA. Avasa mengangguk pasti. "Ya sudah." Kemudian MUA tersebut mencarikan hijab yang cocok dan memasangkannya ke kepala Avasa. Avasa hanya diam saat orang-orang mengerjai tubuhnya, selain pasrah memangnya dia bisa apalagi? Hidupnya bukan lagi miliknya sekarang. Sampai akhirnya dia diminta mengenakan baju dan rok sepan hasilnya benar-benar luar biasa, ternyata memakai kerudung juga bisa jadi seelegan ini. "Wah." Avasa mengagumi dirinya tanpa sadar. "Cantik sekali kamu," ujar sang MUA. "Karena tangan Mbaknya nih," ujar Avasa tak mau melambung. "Emang kamunya udah cantik dari sananya," kata MUA memuji Avasa. Avasa keluar dari kamar dan sangat terkejut saat mendapati Bas sudah duduk di ruang tamu rumah keluarga nyonya Sonya. "Ingat kamu harus menarik di mata Bas," bisik Sonya sebelum akhirnya melangkah mendekati anak laki-lakinya. "Ini dia Avasa calon istri kamu," ujar Sonya di luar prediksi Avasa. Bas menatap Avasa dari ujung rambut sampai kaki, cantik sih, tapi dari mana mamanya mendapatkan wanita berhijab di hadapannya? Bas mengangguk lantas mempersilakan Avasa berjalan mendahuluinya. *** Sampai di restaurant Avasa dan Bas hanya saling diam, keduanya memesan juga menikmati makanan dalam sepi. Avasa sesekali melirik laki-laki yang duduk setengah meter di depannya, tampan, sangat tampan bahkan, mungkin kalau Avasa tak di make up mereka akan terlihat seperti majikan dan menantu walau sebenarnya memang itu kenyataannya. "Kamu cantik," ujar Bas. "Tapi sayang saya tidak tertarik," lanjut Bas, ini seperti dilambungkan ke langit kemudian dihempaskan ke dasar jurang. Avasa mengangguk, kalau dia tak salah dengan nyonya besar sempat mengatakan kalau orientasi s****l Bas menyimpang. "Kalau yang ganteng? Suka?" Dan Bas langsung menatap Avasa berani juga remaja di depannya. Bas terkekeh. "Itu kamu tau, mundur ya," pesan Bas. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN