DUA PULUH TUJUH

2172 Kata
Alarm Baron berbunyi tepat pukul tujuh pagi. Ia harus segera bergegas dari tempat tidur karena banyak hal yang harus dia lakukan di hari ini. Setelah mandi dan bersiap diri, Baron lalu menuju dapur untuk sarapan. Namun saat dia membuka lemari pendingin, yang ada hanya air mineral dan kornet kalengan. Baron mengambil kornet kalengan yang dia sendiri lupa kapan belinya, diciumnya kornet itu, “s**t, basi.” Ucapnya, lalu membuang kornet ke dalam tempat sampah. Kini hanya ada air mineral botol di dalam lemari pendinginnya. Mendadak Baron teringat dengan ucapan Julie, wanita itu benar, bagaimanapun juga dia harus menyimpan stok makanan untuk dimakan pada saat-saat seperti ini. Akhirnya Baron hanya meminum air mineral dan memutuskan untuk beli sarapan di minimarket. Baron mengendarai mobilnya menuju toko bunga Reverose Florist dengan bantuan google maps. Bila dilihat dari data operasional yang bisa diakses oleh pihak kepolisian, toko bunga itu buka pukul sembilan pagi. Dan saat ini waktu sudah menunjukkan pukul setengah Sembilan. Baron sengaja datang sepagi mungkin agar bisa mewawancarai pekerja di toko itu serta memeriksa beberapa hal. Sesampainya di sana, Reverose Florist baru saja buka. Pekerja toko membalikkan tulisan “Close” menjadi “Open.” Baron pun memasuki toko tersebut dengan langkah cepat, “Selamat pagi.” Ujarnya. Seorang wanita berusia dua puluhan yang merupakan pegawai dari toko bunga itu tersenyum ramah kepada Baron. Dia tentu harus bersikap ramah kepada semua customer. Ya, setidaknya dia belum tahu bahwa Baron adalah seorang penyidik. “Selamat, Pagi. Ada yang bisa saya bantu, Kak?” Tanyanya hangat, dia meletakkan tangkai bunga yang tadi sedang disusunnya. Baron mengulurkan tangan kanan, “Perkenalkan, saya Baron. Seorang penyidik yang sedang menyelidiki suatu kasus.” Ujarnya seraya mengeluarkan ID pengenal kepolisian. Baron tidak yakin apakah dia boleh melakukan itu atau tidak, sebab kasus Karisa sudah tidak lagi di bawah wewenang instansi Polri. Dia juga tidak memiliki surat perintah apapun. Tapi ada beberapa data atau informasi yang hanya bisa didapatkan jika adanya wewenang dari Polri. Wanita itu terlihat kebingungan, dengan nada polosnya dia bicara, “Oh…maaf, ada apa ya, Pak?” Panggilannya jadi berubah dari Kak menjadi Pak. Posisi penyidik memang membuat Baron tampak lebih berumur. Baron lalu menceritakan semuanya pada wanita itu, termasuk tujuannya mendatangi Reverose Florist. Baron bertanya apakah pada hari kejadian di pukul sekian, ada seorang siswi SMA yang masih mengenakan seragam sekolah dan masuk ke toko bunga. Wanita itu mencoba untuk mengingat-ngingat semuanya. Baron memaklumi itu, sebab kejadiannya sudah cukup lama, hampir satu bulan yang lalu. “Saya tidak yakin ingatan saya bekerja dengan baik. Toko bunga ini masih baru dan belum banyak orang yang datang berkunjung. Tapi ya, jika saya tidak salah, pernah ada anak SMA yang datang ke sini, dia adalah gadis yang memesan custom bucket bunga.” “Boleh saya melihat CCTV dari toko ini?” Tanya Baron. Pegawai muda itu tampak ragu. Dia kemudian meminta izin pada Baron untuk menghubungi pemilik toko bunga. Baron mengerti dan membiarkan wanita itu menelpone bosnya. Karena tidak ingin membuang-buang waktu, Baron meminta sang pegawai untuk mengaktifkan mode video call. Dia akan langsung berbicara dengan pemilik toko dan menunjukkan ID penggunanya. Memang tidak mudah mendapat rekaman CCTV, harus jelas maksud dan tujuannya. Pemilik toko pun mengizinkan pegawainya untuk membawa Baron ke ruangan kerjanya meski dia sedang tidak ada di sana. Ya, layar pemantau CCTV berada di ruangan kerja pemilik toko. Baron memperhatikan rekaman CCTV dengan cermat pada hari kejadian. Ada dua CCTV di sana, satu terpasang di bagian dalam toko, sementara yang lainnya terpasang di bagian luar toko yang mengarah ke halaman depan toko dan jalanan sekitar. Pegawai wanita itu benar, tepat pukul 19.35 WIB Karisa datang diantar oleh pengemudi ojek online. Apa yang Karisa kenakan persis seperti yang Adrian sebutkan setelah melakukan kilas balik, juga ketika tubuh jenazah Karisa di temukan. Karisa memasuki toko bunga dan berjalan keliling melihat koleksi bunga yang ada. Selain Karisa, ada satu ibu-ibu yang sedang membayar bunga pilihannya di meja kasir. Karisa tampak berhenti di jajaran bunga yang tidak Baron ketahui namanya. Ia mengambil setangkai bunga dari vas, lalu menciumnya. Setelah pembeli yang lain keluar dari toko bunga, kini giliran Karisa yang berjalan menuju kasir, berbicara sesuatu yang entah apa. Baron langsung menghentikan rekaman CCTV, dan bertanya pada pegawai yang ada di sampingnya, “Saat itu, apa yang dia katakan padamu?” Sang pegawai berkata bahwa hari itu Karisa ingin membeli bucket bunga yang terdiri dari Bunga Dandelion dan Bunga Anyelir Merah Muda. Tapi karena hari itu toko mereka tidak memiliki stok untuk Bunga Anyelir Merah Muda, pegawai toko itu menyarankan agar Karisa melakukan custom bucket bunga yang bisa diambil dua hari lagi. Dia juga berkata jika pesanan Karisa sedikit unik. Selama ini tidak pernah ada orang yang memesan Bunga Dandelion dan Bunga Anyelir Merah Muda untuk dijadikan dalam satu bucket bunga, sebab menurutnya kedua bunga itu memiliki makna yang sedikit berbeda atau tidak berkaitan. Dia memberitahu bahwa biasanya Bunga Anyelir Merah Muda ditujukan untuk orang yang lebih tua dan diberikan pada saat momen-momen tertentu, seperti misalnya hari ibu, hari ayah, atau hari guru. Sementara Dandelion adalah bunga yang berikan pada hari-hari perpisahan. Mendengar penjelasan singkat itu, Baron langsung mencatat beberapa hal di buku kecilnya. “Lantas, apa dia setuju untuk memesan custom bucket bunga?” Tanya Baron. Pegawai itu mengangguk. “Dia setuju. Gadis itu bahkan sudah membayar bucket bunga yang dipesannya seharga dua ratus ribu rupiah secara tunai. Kami meminta dia untuk mengambilnya dua hari kemudian. Tapi hingga saat ini, dia tidak pernah datang. Ya, aku ingat sekarang. Itu adalah gadis yang anda cari, maaf jika tadi saya sempat lupa, karena ya, ingatan saya tidak terlalu bagus.” Jelasnya. Bisa saja karena tadi dia masih dikejutkan dengan kedatangan seorang penyidik yang tiba-tiba, sehingga pikirannya menjadi tak beraturan dan gugup. Tapi sekarang dia yakin sekali bahwa Karisa adalah gadis yang hampir sebulan lalu memesan custom bucket bunga. Baron kembali memutar rekaman CCTV untuk mengonfrimasi perkataan pegawai toko. Benar, Karisa terlihat mengeluarkan uang tunai dari dalam dompetnya. Pecahan uang lima ribu, sepuluh ribu dan dua puluh ribuan yang sepertinya hasil dari tabungannya. Berkat kemampuan uniknya, Baron bisa melihat dengan jelas jika uang-uang kertas tersebut terlihat sedikit lecek dan lusuh. Jika orang biasa, mungkin tidak akan bisa melihatnya. “Apa dia meninggalkan kontak yang bisa dihubungi?” “Tidak. Tapi awalnya kami sudah meminta dia untuk mengisi data diri. Tapi dia hanya meminta salinan invoice atau kwitansi dengan nama ‘Pemesan bucket Dandelion dan Anyelir merah muda’ jadi kami tidak tahu siapa nama gadis itu dan berapa nomor ponselnya. Dia bilang, kita tidak perlu menghubunginya karena dia pasti akan datang dua hari lagi.” Baron mengangguk paham. Dia lalu meminta salinan dari rekaman CCTV di hari itu untuk kemudian dia analisis. Sang pegawai memberikan dengan murah hati. Setidaknya kini dia bisa merasa lega sebab kedatangan penyidik ke toko bunga tidak ada hubungannya dengan dirinya atau bosnya. Keduanya lalu berjalan menuju ruangan utama toko. Saat Baron berpamitan dan berjalan menuju pintu keluar, pegawai itu berjalan cepat menuju rak yang ada di samping meja kasir. Dia mengambil bucket bunga yang sudah layu karena itu merupakan bunga asli. Sang pegawai lalu memberikan bucket bunga tersebut kepada Baron, “Ini…ini adalah bucket bunga yang dipesan oleh almarhumah. Saya belum membuangnya karena bagaimanapun juga bunga ini sudah dibayar. Saya sudah berusaha untuk memperlambat proses layunya bunga ini, tapi karena sudah hampir satu bulan, sekarang sudah benar-benar layu. Meski tidak tahu bunga itu akan diberikan kepada siapa, tapi dia pasti bahagia jika tahu bila pesanan bucket bunganya sudah jadi.” Ujarnya. Baron dapat merasakan pesan haru dari wanita muda itu. Baron mengangguk, mengambil bunga tersebut lalu pergi meninggalkan toko bunga. Di dalam mobil, Baron menatapi bucket bunga yang sudah tidak berbentuk itu. Warnanya bukan lagi kuning, melainkan sudah kecoklatan. Selain itu, aromanya juga sudah tidak sedap. Baron lalu mengeluarkan ponselnya dan membuka mesin pencarian. Ia sungguh penasaran dengan alasan mengapa Karisa memesan bunga Dandelion dan bunga Anyelir merah muda. Beberapa hal seringkali menyimpan makna yang dapat dijadikan sebagai petunjuk. Jari-jarinya kemudian mengetikkan makna bunga Anyelir merah muda di internet. Baron menemukan jawaban bahwa bunga Anyelir merah muda adalah bunga yang melambangkan cinta dan kasih sayang yang mendalam, khususnya cinta yang abadi dari seorang ibu. Diyakini bahwa bunga Anyelir merah muda berhubungan dengan cinta yang tidak pernah mati dari seorang wanita. Bunga tersebut biasanya diberikan untuk menunjukkan rasa kagum kepada orang yang kita cintai dan kasihi. Baron sangat-sangat tidak familiar dengan berbagai jenis bunga, dan sebelumnya dia sendiri tidak pernah melihat bunga anyelir. Lalu yang kedua adalah bunga Dandelion. Saat Baron mengetik bunga Dandelion, ada banyak sekali artikel yang membahas mengenai makna dari bunga Dandelion di internet. Dibacanya satu persatu artikel tersebut hingga dia menemukan kesimpulan akan maknanya. Bunga Dandelion adalah bunga yang melambangkan perpisahan. Bunga itu memiliki kelopak yang merekah untuk menggambarkan tentang bangkit dari keterpurukan setelah adanya perpisahan. Bunga yang memiliki bentuk batang yang kecil dan panjang itu berasal dari daratan Eropa dan Asia. Filosofi dari bunga Dandelion sendiri yaitu pengharapan, cinta, dan kesetiaan. Banyak orang yang menjadikan bunga Dandelion untuk memberikan makna yang mendalam bagi kehidupan. Bunga Dandelion bisa tumbuh dimana saja, bahkan di tepi tebing sekalipun. Saat angin berhembus, bijinya akan berterbangan mengikuti arah angin, hingga kemudian mendarat di satu tempat. Itu diartikan jika dalam hidup, seseorang harus bisa bertahan hidup meski dalam keadaan sesulit apapun. Jika menyerah pada keadaan, maka orang itu akan menyesal. Selain itu, bunga Dandelion juga melarang seseorang untuk merasa rendah diri karena setiap orang berhak untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan selagi itu tidak merugikan orang lain. Kuncinya adalah satu, keberanian dan tekad yang kuat untuk melewati kehidupan yang kejam ini, sama seperti biji bunga Dandelion yang berani terbang sendirian tanpa takut akan bahaya yang mengancam. Baron menyenderkan tubuhnya. Setiap kali menangani suatu kasus, Baron harus selalu memikirkan segala hal yang sekiranya dapat memberikan petunjuk, itu seperti teka-teki yang harus dia pecahkan. Seringkali ia mendapat ilmu baru yang tidak dia ketahui sebelumnya. Contohnya makna bunga ini, Jika bukan karena kasus Karisa, Baron tidak akan tahu jika bunga Anyelir merah muda melambangkan cinta abadi seorang ibu, dan bunga Dandelion melambangkan perpisahan sekaligus semangat untuk hidup. Kini waktunya dia untuk menafsirkan makna-makna tersebut ke dalam kehidupan pribadi Karisa. Hal yang tidak mudah, dia butuh bantuan orang lain. Dan Baron sudah tahu harus mendiskusikannya kepada siapa. Julie dan Adrian. Ya, dua orang itu adalah anggota tim penyelidikannya itu kasus Karisa. ******* Julie menunggu di mejanya, berharap seseorang akan datang menemuinya dan mengakui tindakan yang sudah diperbuat. Sejujurnya Julie tidak ingin kasus ini naik ke tingkat komite sekolah. Dia ingin menyelesaikan kasus secara kekeluargaan dan membimbing pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya. Tapi hingga jam istirahat berakhir, tidak ada seorang pun yang datang ke mejanya. Julie terpaksa harus memikirkan langkah yang harus dia ambil selanjutnya. Ketika sedang memikirkan hal tersebut, April datang ke meja Julie. Rupanya kejadian kemarin mulai terdengar di telinga para guru. Setelah ini, beberapa guru juga pasti akan bertanya-tanya padanya. April meletakkan minuman teh kemasan di atas meja Julie, “Siang, Bu, ini diminum dulu.” Ujarnya. Julie tersenyum dan mengucapkan terima kasih. April sepertinya sudah tidak tahan untuk berbasa-basi, dia pun mengucapkan pertanyaan yang sejak tadi ingin dia tanyakan, “Ngomong-ngomong, aku dengar ada kasus baru di kelasmu? Seseorang telah meneror Tia?” Tanyanya penasaran. April adalah guru yang paling up to date di SMA Cendikiawan III. Dia berteman dengan banyak murid karena merasa jiwa mudanya tidak bisa terkoneksi dengan guru-guru berumur di sini. Julie mengangguk, “Ya, ada dua bangkai tikus di dalam tas Tia setelah jam istirahat. Aku sudah bicara pada murid-murid kelasku untuk bicara jujur jika memang mereka melakukan hal tersebut. Tapi sepertinya tidak ada yang datang.” Jawab Julie. “Jika pelakunya bukan berasal dari kelasmu, dia tidak akan mendengar ucapanmu, bukan? Tapi aku penasaran, bagaimana bisa dia membawa tikus-tikus besar itu ke dalam kelas?” Kali ini Julie menggeleng, “Tikusnya tidak besar. Itu adalah tikus kecil berwarna putih.” “Tikus putih? Apa kau punya fotonya?” Dengan sigap Julie menunjukkan foto-foto yang ada di ponselnya, foto yang diambil oleh Mei kemarin. April tampak mengerutkan kening, berpikir sesuatu, “Hemmm…sepertinya ini adalah tikus yang biasa digunakan oleh anak-anak IPA untuk praktikum di Lab. Biologi.” Julie memutar tubuhnya ke arah April, “Tikus untuk praktik?” Ujarnya memastikan. April mengangguk cepat, “Ya, meski aku tidak yakin, tapi kau bisa tanyakan pada Bu Maria, dia adalah guru Biologi. Dan bila dilihat dari foto yang ada di ponselmu, darah tikus itu tampak masih segar, bukan? Itu berarti sebelumnya tikus masih hidup sebelum akhirnya dibunuh, dan diletakkan di dalam tas Tia. Apa aku salah?” Julie tersenyum, ia seperti mendapat rejeki di siang bolong, “Tidak, kau benar, Bu April. Kau benar. Aku sepertinya tahu tindakan apa yang harus aku lakukan selanjutnya.” Julie berdiri dari kursinya, ia kemudian memegang pundak rekan kerjanya itu, “Terima kasih, April, terima kasih karena selalu memberi petunjuk untukku. Aku akan mentraktirmu makan siang kapanpun kamu mau.” Ujarnya lalu pergi meninggalkan April yang kebingungan. April mengendikkan bahu, “Sudah ku bilang kan kalau aku ini sangatlah cerdas.” Ucapnya memuji diri sendiri. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN