Jika kalian tahu, bagaimana rasa sakit itu menghancurkan kalian? Lalu, kenapa kalian masih hidup untuk saling menyakiti?
Sosok berbaju hitam itu memasuki sebuah kamar, terlihat pria paruh baya sedang tertidur pulas di king size-nya. Suara dengkuran dari pria tersebut membuat sedikit pendengarannya terganggu. Dengan hati-hati dia berjalan ke arah tempat tidur pria tersebut.
Dia menatapnya, "Tidurlah sepuasnya! karena mungkin kau tak akan pernah bangun."
dia membekap mulut pria tersebut dengan sapu tangan yang sudah diberi obat bius. Pria tersebut terbangun dan meronta, namun seketika obat itu menghilangkan kesadarannya.
Dia membawa pria tersebut dengan menggunakan koper, menyimpannya di bagasi mobilnya. Kemudian melajukan mobilnya menuju jalan rahasia di sebuah rumah. Di saat dia sedang membuka koper, terdengar nada panggilan dari ponselnya.
Dokter calling...
Dia berdiri dan beranjak dari koper tersebut, mengangkat telponnya.
"Iya, Dok? tanyanya pada penelpon saat terdengar suara dari balik ponsel.
Raut wajahnya terlihat serius saat mendengar ucapan dari si penelpon. Kepalanya sesekali di anggukan sebagai tanda mengerti. Tidak berapa lama si penelpon menutup panggilannya. Setelah menerima panggilan, dia kembali mendekat ke koper dan membukanya. Gadis itu berjongkok agar lebih mudah melihat pria yang ada dalam koper.
"Katakan selamat tinggal pada death flower, pria tua!" ucapnya. terdengar suara tembakan tepat mengarah ke koper tersebut.
Belum sampai disitu, dia mengambil sebuah pisau dan menancapkannya tepat di d**a. Darah segar yang keluar dari tubuh sang pria membuat tangannya bergerak menyentuh. Kemudian dia mencabut pisau itu, seringaian licik terpancar dari wajahnya. Dia menghirup darah yang menempel di pisau.
"Menyenangkan sekali!" ucapnya singkat.
***
Ana terbangun dari tidur panjangnya saat mendengar suara anak kecil berteriak memanggilnya, gadis itu menggeliat. Mengambil jam berbentuk hati di atas nakasnya. Jam menunjukkan pukul 07.23, dengan cepat-cepat dia menuruni tempat tidurnya berlari ke arah pintu. Saat dia membuka pintu, berdirilah anak kecil yang cantik. Deretan gigi putihnya terlihat rapi saat dia tersenyum padanya.
"Selamat pagi, Letisha!" ucapnya sembari berjongkok untuk mensejajarkan tinggi dengan Letisha.
"Selamat pagi, kak Ana!" balasnya.
Ana menggendong Letisha, lalu mendudukkannya di meja makan.
"Kenapa sepagi ini ke rumah kakak, sayang?" tanyanya sambil meneguk air.
Letisha tersenyum, "Bisakah kakak mengantarkanku ke sekolah pagi ini? Hari ini ibu harus bekerja. Namun karena terburu-buru. Dia tak sempat mengantarku bahkan untuk sekedar meminta tolong."
Nada suara Letisha terdengar memohon, Ana menatap gadis mungil itu.
"Tentu, Sayang! Aku akan mengantarmu pagi ini," tuturnya lembut. Letisha loncat kegirangan hampir saja dia terjatuh namun dengan sigap, Ana menangkapnya.
"Kau tak apa, sayang? Lain kali, Jangan loncat seperti itu! Kau bisa terjatuh." Ana menegur Letisha, dia menempelkan kedua telapak tangannya.
"Maafkan aku! Please, sungguh aku terlalu senang." Letisha memohon, membuat Ana mengusap kepalanya.
"Letisha tak perlu meminta maaf, kakak hanya ingin melindungimu, sayang." tegasnya. Letisha memeluknya dengan erat.
"Baiklah, berhenti acara pelukannya. Aku akan membuatkan sarapan untukmu terlebih dahulu sebelum mengantarkanmu ke sekolah." Ana melepaskan pelukannya.
"Tidak perlu, kakak! Tadi ibu sudah membuatkan sarapan untukku. Jadi sebaiknya kakak mandi saja dan bersiap-siap agar," tolaknya.
Ana tersenyum dan meninggalkan Letisha. Tidak memakan waktu yang lama, dia sudah siap dengan kemeja dan celana jeansnya. Setelah dia mengunci rumahnya, Ana langsung mengantar Letisha, namun disaat mobilnya melintasi took bunga miss Julie. Terlihat orang-orang berkerumun serta satu mobil polisi. Karena penasaran, dia menghentikan mobilnya.
"Letisha, tetap disini! Aku akan ke seberang sana terlebih dahulu. Oke!" tuturnya yang diangguki Letisha.
Ana berusaha menembus kerumunan tersebut untuk dapat melihat lebih dekat. Disaat dia berhasil sampai di depan garis polisi. Sebuah pemandangan yang membuat tubuhnya bergeming, terlihat miss Julie terbaring di depan kasirnya dengan bersimbah darah. Dia begitu kaget, melihat mayat miss Julie yang mengerikan. Bola matanya tercongkel, tak ada yang bisa dia ucapkan selain mematung di tempatnya.
"Ini perbuatan death flower, Pak! Tanda tulisan Alea sangat jelas terukir di tangannya" Terdengar seorang polisi melapor pada atasannya.
Ana membelalakkan matanya, dengan susah payah dia menahan agar air matanya tidak lolos. Dia kembali mengatur kondisinya dan perlahan-lahan meninggalkan tempat tersebut.
***
Setelah mengantar Letisha, Ana langsung pulang ke rumahnya. Gadis itu terduduk di atas ranjang sambil menekuk kedua kakinya. Dia masih tidak percaya dengan kematian miss Julie, air mata yang sedari ditahan lolos begitu saja. Kematian miss Julie membuatnya terpukul, meski belum lama mengenal tapi dia dapat merasakan kehangatan dan kasih sayang dari miss Julie. Terakhir dia bertemu dengan miss Julie seminggu yang lalu.
Banyak hal yang disampaikan miss Julie yang belum dimengerti olehnya. Salah satunya yang masih membekas di ingatan adalah ‘setiap bunga menyimpan racun didalamnya, namun jika kau merawat bunga tersebut dengan baik, maka racun itu akan menyatu dalam tubuhmu sehingga membuatmu menjadi kebal dan kuat.
Dia benar-benar tidak menyangka, jika miss Julie akan pergi secepat itu. Bahkan dia masih mengingat, miss Julie memberikan bunga kesayangannya. Menurut miss Julie, bunga tersebut akan tumbuh dengan baik di tangan Ana.
"Apa yang terjadi denganmu, miss? Kenapa kau meninggalkanku?" tanyanya disela tangisannya.
"Kenapa semua orang yang ku sayangi harus meninggalkanku secara tragis?" teriaknya lagi.
Ana bangkit dari ranjangnya dan menjatuhkan semua barang yang ada di kamarnya. Tangannya bergerak memecahkan cermin yang ada di hadapannya. Sehingga kepalan jarinya mengeluarkan darah.
"Tidak, bukan aku yang melakukannya!" Suara Ana terdengar sendu, tubuhnya luruh ke lantai.
"Aku janji! Akan kutemukan pembunuhmu, Miss. Siapapun dia? Tidak akan kubiarkan dia hidup dengan tenang," ucapnya sembari menghapus air mata.
Author note:
Oemji, Miss Ana dibunuh sama siapa? Ana? Tapi kenapa Ana terlihat sedih. Yang nulis siapa? Yang bingung siapa? Bagaimana guys, kalian suma cerita ini? Kalau suka jangan lupa tap love dan komen yah. Kalian juga bisa rekomendasiin cerita ini ke teman-teman kalian.
Oh yah, jangan lupa mampir juga di cerita aku Abrasi. Cerita sederhana namun menguras emosi. Sudah complete. Kalau suka bisa tap love dan komen juga. Jangan lupa bahagia kalian, selalu tersenyum, jangan sedih. Jangan merasa sendiri, tetap berbuat baik dan senyumin aja kalau ada orang yang nyinyir. Haha, apasih aku. Ndak jelas