Pain

1297 Kata
Ada kesalahan yang bisa diperbaiki Namun adapula kesalahan yang harus dibayar dengan kematian! Jika hari ini dia pergi meninggalkanmu Bukan berarti dia tak menyayangimu Mungkin Tuhan ingin kamu belajar bahwa dunia ini tak semudah yang kau pikirkan! Dentingan garpu dan pisau saling bergesekan di meja, suara itu terdengar keras membuat Adam terbangun dari tidurnya. Ketika dia mencoba menetralkan penglihatannya, tak ada yang bisa dilihat. Semua gelap, dia mencoba bangkit namun tubuhnya begitu lemah, hanya rasa perih yang menghinggapi sekujur tubuhnya. Saat dia berusaha berdiri, tiba-tiba lampu menyala, menyilaukan mata Adam. Lelaki itu memejamkan mata berusaha menetralkan kembali penglihatannya. Perlahan-lahan dia kembali membuka mata, mencoba melihat sekelilingnya. semua tampak begitu putih di ruangan ini, hanya ada foto yang menempel di sekeliling dinding. "Alea." Satu nama keluar dari bibirnya. Adam terdiam di tempat, menepuk kedua pipinya. Dia berharap ini hanya mimpi, bayangan kejadian itu kembali muncul. Memenuhi otaknya, dia merasakan rasa sakit di kepala. "Arghh...," teriak Adam sembari memegangi kepalanya. Kemudian dengan segala kekuatan, Dia mendekati foto yang menempel di dinding lalu mencabutnya satu persatu namun suara seorang wanita mengintrupsi Adam untuk berhenti. "Hentikan, Adam!" Tanpa Adam menoleh, dia sudah tahu suara siapa yang sedang berbicara. "Alea," ucapnya sembari membalikkan badan ke arah Alea. Alea tersenyum pada Adam sembari mendekat. Entah senyum apa yang sedang ditunjukkan wanita tersebut? Senyuman yang tak sampai ke mata "Alea, ini apa?" Suara Adam sedikit serak. "Memangnya apa yang kau lihat, hah?" tanya Alea balik, nadanya terdengar ketus. "Ini foto, Alea!" ucapnya singkat. "Lalu? Jika kau sudah tahu, untuk apa kau bertanya, Adam?" Ucapan Alea begitu sinis, membuat Adam bertanya-tanya dalam benaknya. Beberapa jam yang lalu wanita ini sangat lembut tapi kenapa sekarang berbanding terbalik? "Kenapa kau terdiam, Bidoh?" ucapnya sarkastik. "What's wrong with you, Alea?" balas Adam. Alea tidak menjawab, namun dia mengeluarkan sesuatu dari bajunya, sebuah pisau berkarat dan garpu. Seperti yang didengar Adam tadi, Alea tersenyum licik dan semakin mendekat ke arahnya. "Seperti keempat temanmu, aku ingin bersenang-senang juga denganmu," "Apa maksudmu? Siapa kau sebenarnya?" Suara lelaki itu terdengar ketakutan. Adam perlahan mundur saat Alea semakin menyudutkannya, tanpa berkata-kata. Alea menyerangnya dengan garpu, namun ia cepat menghindar. Kekuatannya masih kuat hanya untuk sekedar melawan. Erangan kemarahan Alea terdengar begitu jelas di telinga Adam. Wanita itu berbalik, wajahnya memerah. "Alea, ada apa denganmu?" Adam lagi-lagi bertanya, namun Alea bukan menjawab malah menyerangnya lagi. Dan dengan sekali pukulan Alea terjatuh di lantai. "Sialan," umpatnya saat Alea jatuh. Alea berdiri lagi, dan kembali menyerang Adam. Tak ada yang bisa dia lakukan selain melawan Alea yang seperti kerasukan setan, sehingga terjadilah perkelahian antara Alea dan Adam. Meski kondisi lelaki itu melemah tapi dia masih sanggup untuk sekedar menghentikan aksi Alea. Saat Alea lagi-lagi mencoba menancapkan garpu ke lengan Adam, dengan cekatan dia membalikkan garpu itu. Membuat Alea terluka, garpu itu menancap di tangan wanita manis itu. Alea terjatuh, ringisan kesakitan membuat Adam iba dan perlahan-lahan mendekat. "Alea maafkan aku! Aku tak bermaksud melukaimu," ucapnya. Adam memegang pundak Alea, dan saat itulah sang wanita memberikan sesuatu pada tangannya, Adam yang lengah tak dapat menghindar. Seketika dia mundur hingga bersandar di tembok. Denyut nadinya terasa melambat, jantung berdetak lebih cepat. Dia memegang kepalanya, rasa pusing dan perih bermunculan. "Arghh..." Tak berselang berapa lama dia merasakan sensasi terbakar dalam perutnya dan mati rasa pada mulut serta wajah. Saat itulah penglihatannya terasa kosong, hanya terdengar suara Alea yang terus tertawa. "Hahaha, kau merindukan Alea, bukan?" Nadanya terdengar mengejek, setelah dia tak sadarkan diri. Alea mengikat kedua tangan dan kakinya, dengan posisi tangan tergantung pada tiang. *** Seperti Dejavu, Adam sadar dari pingsannya. Namun belum sempat dia mengumpulkan nyawa, sebuah cambukan mengenai tubuhnya secara berulang kali. Perih sangat terasa di kulit, dia melihat tubuhnya tanpa busana. Hanya ada boxer yang menutupi bagian bawah. "Arghh..." "Hentikan, Alea!" teriaknya. "Hahaha, akan kuhentikan jika kau sudah mati, Berengsek!" umpat Alea, dan sekali cambukan darah segar menetes di lantai. Tidak sampai di situ, Alea lalu mengambil pisau berkarat. Menyayat kulit punggung Adam, hanya teriakan yang terdengar dari bibirnya. Tidak ada yang bisa dia lakukan sekarang. Setelah bagian punggung, pisau itu beralih ke bagian tangan, menggores sedikit kulit tangan lelaki itu. Alea merobek bagian goresan tadi dengan garpu, perlahan-laham hingga terasa sampai ke tulangnya. Kali ini Alea makin brutal, kuku kaki Adam dicabut hingga terlepas dari daging dengan menggunakan tang, tanpa rasa bersalah. dia menabur garam pada tiap luka Adam dan kembali menyiramnya dengan alkohol. Airmata lelaki itu terjatuh begitu saja. "Bagaimana rasanya, Adam? Sakit bukan?" Suara Alea terdengar sinis. "Kumohon, ampuni aku! Maafkan aku, Alea!" pinta Adam di sisa tenaganya. "Apa kau bilang? Maaf?" bentak Alea membuat dia menunduk. "Apa kau pikir permohonan maafmu dapat mengembalikannya, hah? Jawab Adam, jawab!" teriaknya sembari mencengkram bahu Adam. "Kalian merenggut segalanya dari kami, Apa kalian sedikit pun peduli? Tidak, Adam. Bahkan dia menganggapmu lebih dari segalanya, tapi apa? Kau menghancurkannya, kau merenggut dia dariku, kalian tega memperlakukannya seperti binatang. Bagaimana dia harus berjuang dari rasa sakit? Hingga dia harus meregang nyawa." Alea menangis, suaranya terisak. Kaki Alea terasa mati, tubuhnya luruh ke lantai. Sakit yang dirasakan selama dua tahun kini dikeluarkan di depan Adam. "Kau tahu, hari dimana kalian dengan tega memperlakukannya seperti binatang? Hari itu dia begitu cantik. dia mengatakan, dirinya akan menikah dengan orang yang benar-benar dia cintai. Tak pernah kulihat kebahagiaan di hidupnya selain hari itu tapi, bagaimana mungkin kalian mengubah wajah kebahagiaan itu menjadi pucat kebiruan, mengubah mata yang berbinar menjadi derai airmata? Bagaimana dia meronta kesakitan? Tapi kalian tak punya hati. Tak ada rasa kasihan sedikitpun pada dirinya," jelasnya. Alea menghela napas sejenak, airmatanya mengalir secara terus menerus. "Kenapa kau tega membiarkannya terluka, Adam? Aku tidak bisa melupakan semua itu, meski aku mencoba tapi kenapa semakin hari rasa sakit itu semakin dalam?" Alea mencengkram dagu Adam, hingga membuat sang lelaki menatapnya. "Lihat dia di foto ini! Kau lihat begitu bahagianya dia, sampai kalian merenggut segalanya, berengsek! Teriakan Alea begitu memekikkan telinga, kepedihan itu memang tak pernah hilang. Bagaimana orang yang begitu berharga di hidupnya direnggut seperti binatang? Jika ada rasa sakit di atasnya, maka itulah yang dirasakan Alea. "Dia bilang semua akan baik saja setelah kepergiannya tapi, dia berbohong! Dia meninggalkanku selamanya. dia tak pernah berpikir, bahwa aku akan merasa sesakit ini. Karena apa? Semua karena kalian, Bodoh." Suara Alea melembut. "Ma...afkan aku, Alea!" Terdengar suara Adam yang gagap. Kini Adam mengerti semuanya, hanya satu yang belum diketahui. Sebenarnya, siapa wanita yang berdiri di hadapannya? Alea kah? atau orang lain yang mengaku dirinya adalah Alea? "Bulshit! Aku tak membutuhkan permintaan maafmu. Aku hanya membutuhkan kematianmu secepatnya," ucap Alea geram. Alea lalu kembali menyentuhkan cairan ke ujung jari telunjuk Adam, seketika tubuhnya terasa kejang-kejang. Saat itulah Alea merobek d**a lelaki itu, mencabik-cabiknya dengan garpu. Lalu garpu itu beralih ke pipi, rintihan kesakitan terus disuarakan oleh Adam. Setelah Alea puas memberi luka di sekujur tubuh Adam, dia kembali menumpahkan air mendidih ke tubuh Adam. Membuat tubuh lelaki itu melepuh, lalu menusuknya lagi dengan pisau di bagian kaki secara berulang-ulang. Adam yang sudah tidak berdaya, dipaksa lagi meminum sesuatu sehingga seluruh badannya terasa terbakar. Lagi-lagi tubuhnya mengejang, mulutnya mengeluarkan busa dan saat itulah nyawa Adam tak bisa diselamatkan. "Kau pantas mati, Adam. Hahaha! Kau pantas mendapatkan hukuman." Tawa itu begitu bahagia, lagi-lagi tak ada penyesalan di raut wajahnya. Meski kepedihan tak sepenuhnya hilang, setidaknya dendam yang menjalar di hatinya terobati. Janji pada orang yang disayanginya telah tuntas. "Aku harap kau tenang di sana, Alea!" Lagi-lagi airmatanya lolos. *** Mayat Adam Barnet di temukan secara mengenaskan di rumahnya dengan menggunakan pakaian formal seperti pengantin, di tangannya terdapat setangkai bunga Aconite berwarna kuning dan di saku terdapat bunga black rose. "Bangunlah kak! Kumohon bangun! Katakan siapa yang membuatmu seperti ini?" sang adik mengguncang tubuh Adam, namun hanya kekakuan yang terlihat. "Kami harus segera menangani mayatnya, jadi tolong lepaskan." Terdengar suara Pak George yang baru saja datang. Polisi langsung menjauhkan adiknya dari mayat Adam. "Tidak, kumohon jangan bawa kakakku!" ucap pria itu parau. Dia terdiam, hanya butiran air yang keluar dari matanya. Tatapannya begitu kosong, tak ada ekspresi yang ditunjukkan. "Kau harus ikhlas, nak!" ucap pak George lalu meninggalkan pria itu sendiri. author note: Sadis sekali penyiksaan Adam. Nulisnya bikin kram tubuh. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN