Jefri Nichol KW

898 Kata
"Kamu akan tetap di sini, Lintang." Mas Daniel menahan tanganku dengan raut wajah tegas. Membuatku yang hampir menarik langkah, tertahan di tempat yang rasanya sama sekali tidak pantas untuk gadis miskin sepertiku. "Karen, berhentilah mengolok-olok dia, karena dia … istriku," ucapnya pelan tapi penuh ketegasan. Aku mendongak menatap wajahnya. Lelaki tampan bergelar suami yang kini tengah berbicara dengan nada serius pada si rambut pirang. Tanpa diminta, ada yang berdesir di dadaku ketika akhirnya, Mas Daniel mau mengakui aku sebagai istri di depan gadis sombong itu. Benarkah ini? Aku … tidak sedang bermimpi sekarang? Kucubit pelan tanganku untuk meyakinkan bahwa aku memang tidak sedang berhalusinasi saat ini. Aw! Sakit. Rupanya … ini memang nyata. "What? Jadi … kamu seriusan suka sama ABG kampungan ini, Mas Daniel?" Muka si Larasati, eh, salah, maksudnya … muka si judes Karen, mendadak berubah jadi semerah tomat sekarang. Dan jujur, itu membuatku cukup puas. Mas Daniel diam, tak mengiyakan juga tak menampik pertanyaan gadis berambut pirang itu. Tapi buatku … itu sudah lebih dari cukup. "Yang benar saja, Mas? Jadi … keberadaan Lolita di hatimu udah digeser sama perempuan udik satu ini?" tanyanya kembali memperolok. Mas Daniel kembali diam, tapi tangannya yang kekar tak sedetik pun lepas dari genggamanku. "Bahkan seujung kuku pun dia nggak ada apa-apanya dibanding Lolita. Kok bisa-bisanya, sih?" Dia bersedekap sambil memalingkan muka dengan d**a turun naik. "Please, nggak usah bahas soal Lolita lagi. Hubungan aku sama dia udah berakhir." Akhirnya Mas Daniel kembali bersuara. Gadis menyebalkan yang ternyata bernama Karen menatap tajam wajah suamiku sebelum menarik langkah dengan gusar. Menjauhi kami yang ternyata masih bergandengan tangan sedari tadi. "Ayo, kita duduk di sebelah sana." Mas Daniel menunjuk sebuah meja yang jaraknya tak begitu jauh dari pendopo kecil di restoran ini. "Iya," ucapku menurut. Kami pun lantas duduk dan tak menunggu waktu lama, makanan pembuka atau yang biasa disebut dengan appetizer pun datang. Ada lumpia, bakwan, batagor, surabi dan dan dimsum. Semua disajikan dalam porsi mini. Aku pun mengambil lumpia dan surabi, sementara Mas Daniel memilih dimsum. "Makasih." Aku berucap setelah surabi melewati tenggorokan dan lolos ke perut. "Buat apa?" "Karena sudah membelaku." "Kapan?" Mas Daniel yang sedang mencocol dimsum pada saos, mendongak menatapku. "Waktu di depan Karen tadi, ish!" Parah juga ini orang! Ganteng-ganteng, pelupa akut! "Oh …." Ya ampun! Oh saja? "Itu sudah menjadi tugasku." Meski datar, tetap saja ucapannya barusan membuat hatiku berbunga dengan perasaan ser-seran. "Aku cuma nggak mau kamu pulang dalam keadaan seperti tadi." Senyum yang hampir kuukir sempurna, aku pending sementara waktu ketika dia melanjutkan kalimatnya. "Jadi ….?" "Pasti Papa bakal marah," balasnya pelan tapi terdengar sangat tidak mengenakkan. Ya ampun. Pamrih sekali ternyata dia. Aku mengerucutkan bibir karena kesal. Setelah selesai dengan makanan pembuka, berbagai hidangan makanan 'aneh' yang membuatku tak begitu berselera saat melihatnya, datang kemudian. Ya ampun! Makanan jenis apa, sih, ini? Kenapa aneh begini bentuknya? Yang makanan pembuka tadi masih mending. Lah, ini? "Kamu kenapa?" Aku menggeleng pelan. "Ayo makan." Mas Daniel memerintah melalui tatapan mata. "Aku nggak bisa makan makanan aneh kayak gini, Mas!" "Aneh kamu bilang? Ini cuma steak ayam sambal Enoki, Lintang." Dia menunjuk ayam tepung yang sambalnya bikin aku ragu untuk memakannya atau tidak. Aku mencebik kecil. "Pulang dari sini aku mau beli ayam geprek aja." Mas Daniel menghela napas kasar. Rasanya … dia kesal mendengar permintaanku barusan. Biar saja! Sebuah tawa pelan terdengar dari meja yang jaraknya tak begitu jauh dari tempatku dan Mas Daniel duduk saat ini. Lelaki dengan kemeja warna biru muda menoleh padaku saat aku yang masih bersungut-sungut kesal, membuat suamiku geram setengah mati. "Hah ya ampun! Dia kan …." Aku berucap lirih sambil mengingat-ingat saat menyadari wajah itu tak terlalu asing di mataku. "Dia siapa?" Mas Daniel yang sebelumnya sedang menikmati makanan inti, mendongak menatapku. Aku menggeleng pelan. "Perasaan pas belanja gak pernah pakai baju keren begitu. Biasa tampil urakan malah. Tapi ini, kok, rapi bener?" Aku menggumam lirih saat pelan-pelan bisa mengingat siapa laki-laki yang duduk di seberang sana. "Oh … udah potong rambut juga dia." Aku kembali menggumam lirih saat menyadari dia yang selama ini tampil dengan gaya rambut panjang dan terkesan urakan, tampil rapi dengan rambutnya yang dipotong cepak. "Mirip Jefri Nichol." "Lintang, please jangan ngigau!" Aku terkesiap saat Mas Daniel menegurku tiba-tiba. Apa dia pikir aku sedang menganggapnya seperti artis tampan itu? Bukan kamu, Mas! Tapi laki-laki di seberang sana. Tak lama kemudian, lelaki itu bangkit dan … berjalan mendekat padaku? "Pantesan udah nggak pernah kelihatan di Ind*m*ret simpang tiga, rupanya … udah jadi nyonya sekarang. Keren." Pemuda yang biasanya tampil urakan, berucap setengah berbisik ketika dirinya sedikit membungkukkan badan di sampingku. Membuatku terdiam kaku. Wangi parfum mint yang dia pakai, cukup ampuh memanjakan indra penciumanku detik ini. Astaghfirullah! "Padahal, yang bikin aku semangat belanja di sana itu, kamu, loh." Aku membelalak lebar mendengar ucapannya yang entah basa-basi atau tidak saat ini. Dan ketika tatapanku beralih, terlihat Mas Daniel mengetatkan rahangnya saat pemuda yang biasanya jadi pelanggan di minimarket tempat aku kerja dulu, terus berbisik di telingaku. "Tolong menjauh sedikit. Dia istriku!" Mas Daniel bangkit dan memperingatkan dengan suara lantang, membuat lelaki asing yang membungkukkan badan di sampingku, menoleh. Ya ampun! Bukankah katanya aku harus jaga sikap selama di sini? Tapi kenapa … dia yang malah bersikap norak dan barbar? Memangnya, tidak malu apa dia berteriak-teriak begitu? Harusnya, kan dia bisa tuh menegur pelan-pelan Jefri Nichol KW ini. Orang dianya aja cuma bisik-bisik biasa. Bukan bisik-bisik tetangga!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN