Bab 5

2097 Kata
"Linda, kamu sangat kejam." Jason tengkurap di atas ranjang, sementara Linda memijat dengan kedua tangan. Mendengar hal ini Linda menaikkan sebelah alisnya. "Memang apa yang aku lakukan, bukankah ini yang kamu inginkan?" Jason memandang kaca besar di hadapannya, dia bisa melihat Linda yang duduk sambil memijat tengah menahan tawa karena sudah berhasil mempermainkannya. "Linda, kenapa kamu tidak menerimaku? Kamu tahu jika pria tampan sepertiku sangat sulit untuk mendapatkannya." Jason membenamkan kepala di antara bantal. Linda terlihat termenung, tapi itu hanya sesaat. Wanita itu dengan cepat kembali tersenyum, meski Jason sudah melihat ekspresi wajah sedih Linda. "Kenapa kamu berkata seperti itu, bukankah istrimu masih berada di rumah? Bisa bahaya jika dia datang ke bar dan membuat keributan." Linda turun dari ranjang, mengambil handuk hendak masuk ke kamar mandi. Renata? Bagaimana mungkin wanita itu peduli kepadanya, mereka sudah tidak lagi mempunyai hubungan satu sama lain. "Linda, kamu tahu jika aku dan dia sudah bercerai, mungkin beberapa hari lagi surat pengadilan akan sampai di tempatku." Jason bangun dari tengkurap nya, duduk di tepi ranjang. Setengah jam kemudian, Linda keluar dengan balutan handuk putih berbulu. Jason yang melihat tentu saja merasakan tenggorokannya kering. Glek... Tubuh Linda sangat bagus, kulit putih tanpa cacat itu benar benar terlihat jelas tanpa penghalang apapun. Selain itu tubuh atas yang padat berisi itu sungguh membuat Jason panas dingin. "Jason, besok aku akan kembali ke Kota Lemurya. Selagi aku pergi, dapatkah ku mengurus Bar Silver Stone?" Linda masuk ke ruang ganti, sementara Jason yang tengah berbaring langsung duduk begitu mendengar ucapan wanita itu. "Kenapa kamu pergi, bukankah kamu sudah tiga tahun tidak kembali?" Jason tahu hubungan Linda dengan ayah nya yang kurang baik, mungkin Linda kali karena ayah nya yang memaksa. Namun Linda tidak mengatakan apapun, hanya menjawab 'ada urusan penting, aku harus kembali'. Jason menghela nafas, dia tahu Linda adalah seorang yang berpendirian, sangat sulit untuk mengubah atau menghalangi niatnya ketika sudah memutuskan. "Baiklah, aku akan kembali ke ruangan ku, ketika kamu membutuhkan beberapa bantuan, kamu dapat menghubungiku." Jason melenggang pergi meninggalkan Linda yang masih berada di ruang ganti. Linda keluar, menatap punggung Jason yang perlahan lenyap dari pandangan. "Andai bisa memilih, tentu aku akan menerima lamaranmu. Namun keadaan memaksaku untuk menolak setiap kata manis yang keluar dari mulutmu." Linda menutup pintu, bersandar untuk beberapa saat sambil melihat sebuah gelang di tangannya. "Setelah aku merebut kekuasaan Mata Naga ... Aku harap saat itu, aku tidak terlambat untuk menerimamu." Gelang di tangannya memiliki liontin berbentuk kepala naga, matanya merah memancarkan aura sakral. Di ruangannya, Jason menatap langit langit sambil berbaring. "Aku tahu kamu menyembunyikan sesuatu dariku. Linda, jangan harap kamu bisa menghadapi semua itu sendiri, karena aku akan selalu mendukungmu." Setelah berkata, Jason mengeluarkan ponsel mencari salah satu kontak yang tersimpan. "Wilson, aku membutuhkanmu ... Kamu kumpulkan semua informasi tentang 'Roberto'. Aku harap kamu dapat menyelesaikannya dengan cepat." Jason mematikan sambungan, mencari kontak lain di sana. "Robin, kamu kirim Bugatti milikmu sekarang, aku membutuhkannya." Tanpa menunggu balasan dari Robin, Jason menutup sambungan telepon. Ting... Suara ponsel Jason berdering, terlihat ada pesan E-mail di layarnya. "Wilson memang selalu dapat diandalkan, tidak butuh satu jam dia sudah meraup informasi tentang Roberto." Jason membuka pesan itu. Beberapa saat kemudian senyum tersungging di wajahnya, membuat semua orang akan menghindar ketika berhadapan dengannya. "Roberto ini benar benar b******n!" Jason memukul ranjang dengan tangan terkepal, melihat apa isi pesan yang dia dapat. #### Dret... Dret... Jason membuka layar ponselnya, melihat bahwa itu adalah Wilson, dia langsung mengangkatnya. "Bos, itu adalah semua data mengenai Roberto. Dan satu lagi, Roberto tengah berada di pulau pribadinya, tidak berada di Kota Lemurya." Mendengar perkataan Wilson, Jason mengerutkan kening. Jika Roberto berada di pulau pribadi, lantas siapa yang memaksa Linda kembali, apakah itu mang keinginannya sendiri? Jason mengelus dagu sambil menghisap rokok yang telah dia sulut dengan korek api electric. "Owh, sepertinyanya aku tidak membutuhkan kendaraan." Jason mengetikkan sesuatu, mengirimnya kepada Robin. Namun belum sempat pesan itu terkirim, ponselnya berdering. Robin, itu yang tertera jelas di layar ponsel. "Bos, aku sudah ada di depan. Mobil -- " "Tidak perlu, kamu bisa membawanya kembali." Perkataan Jason langsung merubah air muka Robin menjadi kesal. Bagaimana tidak, jam 12 malam seseorang memanggilnya untuk datang mengirimkan kendaraan, begitu sudah sampai malah disuruh kembali. Jelas ia tengah dipermainkan. Ingin sekali rasanya Robin mematikan sambungan telepon dan memaki bosnya, tapi nyalinya terlalu ciut untuk melakukannya. "Baik, bos." Hanya itu yang bisa dikatakan Robin walau dengan wajah menggeram kesal. Keesokan harinya, Jason yang sudah dengan pakaian rapi mencari Linda, tapi dia tidak menemukan apapun kecuali secarik kertas yang ditinggalkan di atas meja. Jason meraihnya. "Apakah dia tidak bisa mengucapkan salam perpisahan secara langsung, dia malah menulis surat." "Pagi, bos." Jason membalikkan badan ketika mendengar suara tak asing dari belakang. Melihat Robin telah siap dengan kemeja serta jasnya membuat Jason mengerutkan kening. "Ini masih pagi, apakah kamu tidak ada hal lain selain bekerja?" Jason melirik jam tangan di tangannya yang masih menunjukkan angka lima. "Tapi bos, bukankah kita akan ke Kota Lemurya untuk menghadiri undangan Tuan Kawasaki? Jarak ke Kota Lemurya tidak bisa ditempuh dua tiga jam, harus berangkat lebih awal untuk mengantisipasinya." Jason membulatkan mata, berusaha mengingat apa benar ada hal semacam itu. "Oh... sepertinya aku lupa sesuatu, bos." Robin mengeluarkan undangan merah bertinta emas. "Bos, Tuan Kawasaki memberikan undangan saat kamu belum datang, aku lupa untuk memberikan undangan ini." Robin menggaruk tengkuk kepala sambil menyerahkan undangan di tangannya. "Bos?" "Kamu memang tidak berguna. Sekarang cepat, ayo berangkat." Jason berjalan mendahului Robin, membuat pria itu bertanya tanya apa yang terjadi kepada bosnya. "Kenapa bos sangat bersemangat, bukanlah selama ini dia tidak akan menghiraukan hal hal seperti ini?" Robin mengangkat kedua bahu, berjalan mengikuti Jason yang sudah berjalan jauh. "Bos, ini adalah acara pernikahan putri Tuan Kawasaki. Pasti dia sangat senang ketika melihat kamu datang." Robin tersenyum sambil melirik Jason melalui kaca depan. "Ini undangan pernikahan? Kenapa kamu tidak mengatakannya, bahkan aku belum menyiapkan hadiah untuknya." Robin hanya bisa tersenyum kecut ketika harus menjadi sasaran bos-nya "Bos, kamu tidak perlu menyiapkan hadiah. Kamu datang saja sudah menjadi kado terbesar bagi mereka." ### Jam sepuluh, Jason telah berada di luar gedung J Red, itu adalah hotel bintang lima yang ada di kawasan elit Kota Lemurya. Namun karena acara akan dilaksanakan malam hari, Jason pergi ke sebuah toko barang antik yang berada tak jauh dari gadung J Red. Toko itu memang tidak besar, tapi juga tidak terlalu kecil, jadi bisa dikatakan ukuran sedang. Meski itu adalah toko barang antik, dekorasi serta pemilihan warna untuk bangunan benar benar elegan, tidak terkesan aura kuno atau ketinggalan jaman. "Ada yang bisa ku bantu?" Seorang pria tua berdiri dari kursi goyang, berjalan dengan bantuan sebuah tongkat. Jason menolehkan pandangan ke kanan. "Hanya melihat, jika ada yang menarik, akan ku beli." Pria tua mengangguk pelan, kemudian berjalan ke salah satu rak. "Ini adalah lukisan dari pelukis terkenal pada masanya, di buat dengan menggunakan tinta emas. Lihat, setiap garis dibuat degan sempurna." Jason meraih lukisan dengan ukuran dua kali satu meter tersebut, dan untuk sesaat mengamatinya dengan teliti. "Omong kosong. Pak tua, aku mengerti beberapa teknik melukis. Untuk lukisan ini memang lumayan, tapi mengatakan ini sebagai barang antik itu terlalu berlebihan." Jason mengembalikan lukisan yang ada padanya, dia bisa memperkirakan usia lukisan itu sama dengannya. "Tuan muda, jika kamu tidak mau membeli tidak apa, tapi jangan merusak nama baik toko barang antik milikku." Pria tua masang wajah marah. Karena perkataan Jason, beberapa orang yang akan memilih barang menjadi ragu bahkan mengembalikan barang yang telah dipilih ke tempatnya semula. Hal ini membuatnya merugi, bagaimana dia bisa melepaskan Jason begitu saja, tidak mungkin. Hahahaha... "Pak tua, kamu memang sangat mahir dalam bidang barang antik, kamu memang memiliki kemampuan. Namun kau harus ingat, menggunakan kemampuan untuk memperdaya orang itu hanya dilakukan seorang pecundang." Jason mengambil sebuah porselen. "Di sini tertulis bahwasanya porselen ini berasal dari era raja kuno, tapi porselen ini juga barang palsu, tidak sesuai dengan apa yang dijelaskan. Pak tua, kamu benar benar licik." Jason melirik pria tua yang semakin lama semakin hitam wajahnya. "Tak tahu diri! Jika kamu bisa membuktikan omong kosongmu itu, aku akan memberikan satu barang tanpa terkecuali. Namun jika tidak, maka kamu harus mengeluarkan satu miliar untuk mengganti nama baik yang telah rusak karena ulahmu." Jason menyipitkan mata, tak percaya dengan apa yang dikatakan pria tua. Sempat berpikir pria tua akan mengelak dan mencoba untuk mengakui bahwa ini adalah kecerobohannya. Siapa yang mengira jika yang terjadi malah pria tua menantang Jason untuk membuktikan kebenaran ucapannya. Jason tentu saja sangat percaya diri, karena dia berkata berdasarkan fakta yang telah dia dapatkan. Jika dia tidak yakin dengan pendapatnya, tidak mungkin dia mengeluarkannya di hadapan semua orang. "Pak tua, kamu harus menepati ucapanmu." Jason membalik porselen, memperlihatkan bagian bawah yang sedikit cekung. "Aku, Daus. Tidak akan menjilat ludah sendiri." Pria tua berkata dengan serius, dia sangat yakin jika Jason tidak bisa mengidentifikasi barang barangnya. Pyar! Jason membanting porselen itu dan membuatmu terbelah menjadi dua bagian, pecahannya sangat halus, seolah itu adalah sambungan. Hal ini tentu saja membuat beberapa orang memandang tajam ke arah Daus. "Ponselen pada masa raja kuno tidak mungkin ada cara pengolahan seperti itu, ini jelas adalah tiruan." "Dasar sialan, barang palsu pun di katakan asli, siapa yang tahu jika semua barang di sini adalah palsu, tiruan." Suasana semakin menegang, khususnya bagi Daus yang kini harus menghadapi cercaan pengunjung tokonya. Keringat merembes dari sela pakaian, wajahnya benar benar malu, tak tahu lagi harus diletakkan di mana. "Pak tua, aku sudah membuktikannya. Sekarang aku akan mengambil kalung itu sebagai barang yang telah kamu janjikan." Jason berjalan ke arah kalung perak tak berliontin. Beberapa orang yang berada di sekitar ketika melihat Jason hanya mengambil sebuah kalung perak, merasa bahwa dia cukup bodoh. Banyak barang yang terlihat lebih berharga, tapi malah memilih sebuah kalung perak polos. Daus yang melihat Jason mengambil kalung perak tersenyum dan berkata. "Baiklah baiklah, aku sudah tua. Mata juga sudah tidak terlalu baik, kadang kadang membuat kesalahan juga wajar, bukan?" Jason tak memperpanjang masalah, dia hanya mengangguki semua yang dikatakan Daus. "Apakah ada air hangat?" Jason tiba tiba berkata, membuat Daus menyipitkan mata. "Ada..." Pria tua itu tak tahu harus berbuat apa, dia tanpa sadar mengambil air hangat dan memberikan kepada Jason. "Alkohol..." Salah seorang wanita memberikan botol berisikan antiseptik, tapi itu sudah lebih dari cukup. Jason meletakkan baskom berisi air hangat di atas meja, lalu memasukkan kaling ke dalamnya. Semua orang memperhatikan dengan seksama, penasaran dengan apa yang alam dilakukan Jason. Bahkan Daus sendiri pun penasaran, dia tidak tahu Jason akan melakukan apa terhadap kalung itu. "Apa yang akan dia lakukan, bukankah kaling itu hanya kalung tembaga biasa?" Daus mengelus dagu sambil berpikir. Jason tak menghiraukan semua yang ada di sekitarnya dia hanya fokus dengan baskom di hadapannya. Beberapa saat kemudian, Jason menambahkan antiseptik ke dalam baskom, membuat air hangat bercampur dengan cairan beralkohol. Melihat hal ini, semua orang semakin tidak habis mengerti. Namun beberapa menit kemudian air di dalam baskom berubah warna menjadi keperakan. "Lapisan kalung terkelupas!" Seorang pria muda berkata dengan nada terkejut. Beberapa orang mulai mengamati, dan memang benar bahwa kalung itu mulai menghilangkan lapisan perak yang menyelimutinya. Warna merah samar masih menjadi tanda tanya besar di kapala semua orang, mereka mengira ngira sebenarnya apa yang ada dibalik lapisan perak tersebut. Hem... "Mungkin hanya batu." Daus mendengus acuh, dia sudah meneliti kalung itu, meski tidak menyadari ada lapisan pada kalung tersebut, dia sangat yakin itu bukanlah barang berharga. Namun perlahan wajahnya berubah ketika kalung mulai menampakkan wujudnya. Manik manik perak itu kini berwarna merah cerah. "Ruby! Itu adalah ruby!" Mendengar suara beberapa orang, mata Daus terbuka lebar. Dengan cepat pria tua itu berdiri dari tempat duduk dan melihat ke dalam baskom. Warna merah cemerlang tak bernoda membuat siapapun yang memandang terpesona. Benar benar ruby! Ruby adalah simbol kemuliaan, banyak kolektor yang mencarinya. Bukan tidak mungkin satu manik saja bisa dihargai dengan milyaran. Kalung itu ada sekitar dua puluh manik, dan itu semua adalah ruby. Berarti kalung itu seharga puluhan milyar. Membayangkan hal ini mata Daus langsung berubah hijau, dengan tatapan penuh nafsu, pria itu meraih baskom. Namun saat hendak mengambil kalung, ternyata itu sudah tidak ada di sana. "Pak tua, apa yang akan kamu lakukan. Ini adalah kalungku, bagaimana bisa kamu akan mengambilnya?" Jason menggoyangkan kalung di tangan kanannya, menyimpannya dalam saku celana. "Omong kosong, dari awal itu adalah milik tokoku, milikku! Kembalikan kalung itu atau aku akan bertindak dengan cara kasar." Daus mengancam Jason, tapi pria itu sama sekali tidak terpengaruh. Jason membalikkan badan, bersiap akan pergi. Namun siapa sangka Daus mengayunkan tongkat yang dia bawa. Krak! Tongkat patah menjadi dua ketika Jason menahan dengan kedua tangannya. Jason menatap Daus tajam. "Pak tua, kamu mencari mati!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN