"Menurutmu, Ibu nerima aku nggak sih, Yang?" Yang, Sayang? Astaga, bahkan aku masih tidak habis pikir seorang garang seperti Rafli bisa memanggilku dengan panggilan Sayang tanpa risih saat dia baru saja turun dari Pesawat. Bandara dan Rafli, satu hal yang tidak bisa dipisahkan, ingatan akan lamarannya saat aku di koridor Bandara seperti sekarang ini rasanya tidak akan bisa kulupakan hingga kapanpun. Pertanyaan yang terlontar darinya saat kita menyusuri koridor Bandara membuat beberapa orang menoleh, mungkin aneh bagi yang mendengarnya, seorang dengan seragam loreng press body, berwajah gahar, dan bertubuh tegap justru tanpa sungkan memperdengarkan panggilan yang begitu bucin. Sejak beberapa hari yang lalu, memang pertanyaan soal bagaimana tanggapan Ibu tentang statusnya yang rumit tida