Kurang Bukti

1068 Kata
Dengan langkah yang sebenarnya sangat gemetar, Mona berjalan ke dalam rumahnya kembali. Dia meninggalkan Kiara bersama Citra di belakang rumah agar tidak mengetahui yang terjadi di dalam rumah. Beberapa orang tampak berdiri di depan pintu kamar dan mereka adalah tetangga Mona dan Dani. Sementara itu, Dani tampak berdiri hanya dengan mengenakan kaos oblong dan celana boxer pendek. Di belakangnya ada Ijah yang mencoba bersembunyi di balik tubuh kekar Dani. “Mona, cepat sini! Ada apa ini sebenarnya? Kenapa orang-orang ini datang dan mendobrak pintu kamar kita?” tanya Dani dengan wajah panik seraya memanggil Mona dengan melambaikan tangannya. Mona berjalan dengan berjuang keras agar tetap kuat dan tidak cengeng. “Aku yang meminta mereka semua datang, Dan. Aku ingin mereka jadi saksi perbuatan m***m kalian dan ini juga sebagai bukti bahwa kamu sudah berselingkuh serta berzina dengan Ijah di rumah kita!” jawab Mona setelah berusaha mengumpulkan kekuatannya untuk berbicara. “A-apa yang kamu katakan, Mona Sayang? Jangan bercanda kamu! Ini sama sekali nggak lucu!” hardik Dani yang tiba-tiba saja memanggil Mona dengan kata sayang yang lembut dan mesra. “Aku nggak bercanda, Dani. Aku serius dengan semua ini dan kamu harus menerima konsekuensi dari perbuatan kamu sama Ijah di belakang aku!” balas Mona lagi dengan tetap berusaha tegar dan tegas. “Jangan gila kamu! Aku sama Ijah nggak ada apa-apa. Tadi, aku minta tolong sama Ijah buat pijitin kaki aku yang keselo kemarin. Kamu kan sibuk jadi wanita karir, jadi terpaksa aku minta tolong sama pembantu. Kiara juga tau kok kalau tadi aku minta tolong Ijah buat pijitin kaki. Mana Kiara?” tanya Dani seakan ingin terus mengelak dan mencari pembelaan dari putrinya itu. “Kamu nggak usah mengelak lagi, Dan. Semua udah jelas terbukti sekaran. Kalau hanya pijit kaki, kenapa harus di dalam kamar dan pintunya kalian tutup?” “Aku nggak tau tadi Kiara keluar kamar dan nutup pintunya. Barusan dia ada kok sama kami di dalam kamar. Lagian, kalau aku m***m sama Ijah, mana mungkin kami pakai pakain lengkap begini!” Mendengar ucapan Dani itu, enam orang warga yang memang berdiri dan mendengarkan perdebatan suami istri itu sejak awal pun merasa ucapan Dani benar adanya. Mereka dipanggil oleh Citra saat sedang berjalan di luar rumah Dani dan reflek saja datang seraya mendobrak pintu kamar yang sebenarnya juga tidak terkunci itu. “Ibuk sengaja mau fitnah saya, ya? Ibuk kalau memang nggak suka sama saya lagi, bisa ngomong aja terus terang, Buk. Sebenarnya udah lama kan Ibuk mau pecat saya tapi karena nggak ada alasan yang kuat jadi Bapak nggak pernah setuju. Tapi, cara Ibuk ini sungguh sangat merendahkan saya, Buk!” ungkap Ijah pula dengan drama kecebongnya itu. “Benar juga kata mas Dani barusan. Mereka nggak keliatan lagi m***m kok di dalam kamar.” “Iya. Pintunya juga nggak dikunci saat kita dobrak tadi.” “Wah, kacau nih kalau kita salah. Bisa-bisa dituntut balik kita sama mas Dani dan juga pembantunya itu. Gimana dong sekarang?” “Ya udah, minta maaf aja dan langsung pergi. Biarkan mereka selesaikan masalah rumah tangganya sendiri.” Bisik-bisik dari beberapa orang yang mulai tampak ragu setelah berusaha menggrebek Dani dan Ijah itu pun terdengar meski hanya samar-samar di telinga Dani, Ijah, dan Mona tentu saja. Mona merasa sepertinya memang momen saat ini tidak bisa memberikan cukup bukti untuk skandal perselingkuhan Ijah dan Dani. Namun, Mona sudah yakin bahwa mereka memang berselingkuh karena sempat mendengar obrolan sepasang kekasih m***m itu sebelum akhirnya mencoba mengirimkan pesan kepada Citra dan memintanya membawa beberapa orang agar menggrebek Dani dan Ijah. “Kamu Ijah! Jangan sembarangan bicara. Saya tidak akan pernah memecat seseorang kalau kerjanya bagus dan nggak kegatalan kayak kamu!” ucap Mona dengan suara nyaring dan lantang. “Maksud Ibuk apa? Saya nggak pernah ganjen sama Bapak. Ibuk aja yang terlalu baper dan seharusnya Ibuk tuh lebih perhatian dan manjain suami, jadi pikiran buruk seperti itu nggak muncul dalam otak Ibuk,” ucap Ijah pula dengan semakin berani bicara seperti itu pada Mona. “Dasar pembantu nggak tau diri! Udah berani ngelunjak sekarang dia, mentang-mentang lagi di depan Dani dan dibelain sama Dani!” batin Mona berkata dengan sangat geram. “Mas Dani, kami minta maaf atas kesalah pahaman ini. Kami sama sekali nggak ada maksud apa-apa, namanya juga tadi dengar ada yang m***m di dalam rumah ini tentu aja kami reflek ke sini dan dobrak pintunya,” ungkap salah seorang warga dengan raut wajah cemas dan juga merasa tidak enak hati pada Dani. “Nggak apa-apa, Mas. Saya maklum kok, dan mungkin saya akan seperti itu juga kalau ada di posisi Mas,” sahut Dani dengan sangat ramah dan berusaha bersikap sebaik mungkin di depan ke enam warga itu. “Makasih banyak atas pengertiannya, Mas Dani. Kalau begitu, kami pamit pulang dulu, Mas.” “Iya, Mas. Hati-hati, ya. Kalau butuh apa-apa, jangan sungkan datang ke saya seperti biasa.” Dani berkata dengan mengacungkan jempolnya. “Baik, Mas. Sekali lagi terima kasih.” Ke enam orang itu pergi tanpa bisa dicegah lagi oleh Mona yang merasa memang bukti yang membuat Dani dan Ijah terlihat sebagai pasangan m***m tidak terlalu kuat saat ini. Mona hanya bisa pasrah saat melihat ke enam orang itu pergi dari tempatnya berdiri saat ini. Selain alasan Dani yang memang masuk di akal tadi, entah mengapa pintu kamar itu ternyata tidak dikunci oleh mereka. Dan Ijah juga tidak terlihat berantakan seperti orang yang tengah terhenti dari kegiatan mesumnya dengan Dani. Semua hal itu menjadi tanda tanya besar bagi Mona saat ini dan dia memandangi Ijah dengan tatapan penuh kebencian. “Kenapa Ibuk ngeliatin saya seperti itu?” tanya Ijah dengan sangat beraninya. “Kalian liat aja nanti! Sekarang, mungkin kalian bisa bebas karena aku nggak punya cukup bukti untuk membuat kalian malu dan diarak keliling jalan dengan tela*jang. Tapi, aku yakin Tuhan nggak tidur dan dia bersama orang yang benar.” Mona berkata dengan mata berkaca-kaca. “Dasar istri bucin! Kalau mau cerai bilang aja terus terang, nggak usah pakai acara menjebak segala!” omel Dani dengan kesal dan mendorong tubuh Mona yang menghalangi jalan keluarnya dari kamar dan dia menggandeng tangan Ijah tanpa perasaan bersalah sama sekali kepada Mona. “Untung aja tadi aku tau kalau dia udah pulang dan bawa Kiara main ke taman belakang. Kalau nggak, bisa beneran digrebek warga tadi aku sama Ijah!” batin Dani seraya berlalu dari hadapan Mona dengan jantung yang sebenarnya berdetak dengan tidak karuan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN