“Sayang ... sini kita main di teras belakang aja. Kita kasih makan ikan, yuk!” ajak Mona pada Kiara akhirnya agar perhatian Kiara terhindari dari perbuatan m***m Dani bersama Ijah.
“Oke, Ma. Ayo kita kasih makan ikan di kolam, Ma!” ajak Kiara pula dengan penuh semangat.
“Sstt ... jangan berisik, nanti papanya bangun, Sayang.”
Mona terpaksa memberikan isyarat agar Kiara tidak terlalu berisik saat berbicara dengannya. Hal itu dilakukan Mona bukan tanpa alasan dan tanpa sebab. Mona bukannya mau membiarkan kemesuman itu terus berlanjut di rumahnya. Hanya saja, sebagai seorang wanita yang berpendidikan, tentu saja Mona punya rencana lain.
Kiara menggamit tangan Mona dan gerakan putrinya itu lantas mengejutkan Mona dari lamunannya. “Ayo, Mama.” Kiara kembali mengajak dengan suara bisikan yang sepenuh hati dilakukannya demi menuruti perintah Mona tadi.
“Iya, Sayang. Kita ke belakang sekarang, ya.”
Mona dan Kiara berjalan ke halaman belakang rumah mereka yang memang memiliki sisa tanah untuk kebun dan kolam ikan kecil. Meski tidak terlalu luas tanahnya, tapi Mona sudah berhasil menyulap semuanya menjadi sangat indah dan penuh dengan hal yang menyenangkan.
Kiara memang sangat suka berada di taman belakang, karena dia bisa memberikan makan pada ikan mas yang ada di dalam kolam kecil itu. Ikan mas itu sudah tampak besar-besar. Satu ekor bisa mencapai satu kilo beratnya, dan sudah beberapa kali mereka tangkap untuk dijadikan lauk.
Sebenarnya, Dani tidak memperlihatkan kebenciannya pada Mona saat berada di depan Kiara. Bagaimana pun juga, Kiara adalah putrinya dan tentu saja ada rasa sayang dan cintanya terhadap gadis kecil itu. Mereka sering bakar ikan di taman belakang saat Mona sudah libur dari tugasnya di sekolah.
“Ma ... ambilkan makanan ikannya. Kakak mau kasih makan ikan,” pinta Kiara kepada dengan menarik ujung baju dinas Mona yang bahkan belum sempat digantinya sejak pulang tadi.
“Iya, Sayang. Bentar Mama ambilkan di sana, ya.” Mona menjawab dengan tersenyum manis pada putrinya itu.
“Makasih, Mama Cantik.”
“Sama-sama, Kakak yang lebih cantik.”
Kiara memang suka memuji dan memanggil Mona dengan sebutan mama cantik setelah mengucapkan terima kasihnya. Dan Mona pun membalasnya dengan kata yang tentu saja membuat Kiara semakin senang.
“Ini makanan ikannya, Sayang.” Mona memberikan semangkok pelet pada Kiara dan ada sebuah sendok di dalamnya.
“Pelan-pelan aja, ya. Jangan langsung dilempar banyak, nanti yang naik belakangan nggak kebagian, Kak.”
“Siap, Mama Cantik.”
“Pinternya anak gadis Mama,” puji Mona yang memang selalu membiasakan hal itu.
Jika putrinya salah, Mona akan tetap menegur dan memperbaiki kesalahannya. Namun, saat Kiara melakukan hal yang terpuji, tentu saja Mona akan memberikan pujian kepada gadis kecilnya itu. Hal itu akan membuat semangat dan rasa percaya diri anak semakin tumbuh serta meningkat.
Mona memandang wajah mungil Kiara dengan perasaan sedih dan iba. Dia memikirkan Dani yang memang sudah sangat keterlaluan sekali. Tega berselingkuh dan bahkan berzina di depan anaknya seperti itu. Meski Kiara tidak melihat secara langsung, tapi Kiara sudah bisa mengatakan hal seperti tadi kepada Mona.
“Ma ... kenapa papa bobonya sama bi Ijah di kamar Mama sama papa?” tanya Kiara tiba-tiba saja dan pertanyaan itu terasa sangat menusuk ke jantung hati Mona.
“Bukan bobo sama bi Ijah, Sayang. Papa kan lagi nggak enak badan, mungkin bi Ijah lagi bantu mijit papa aja.” Mona berusaha mencari alasan agar Kiara tidak berpikir hal yang aneh tentang sosok pria yang menjadi cinta pertamanya itu.
“Oh ... tapi kalau Mama sekolah, papa sakit terus, ya? Bi Ijah masuk kamar Mama terus kalau Mama udah pergi sekolah,” ucap Kiara lagi dan semakin menghancurkan perasaan Mona.
Ingin sekali rasanya dia menangis saat ini, tapi dia tidak ingin membuat Kiara semakin tahu bahwa dia sedang bersedih atas sikap ayahnya itu. Mona tahu bahwa Kiara sangat menyayangi Dani dan tidak ingin membuat Kiara patah hati jika tahu ayahnya sudah menyakiti hati sang ibu.
Braaakk!
“Apa-apaan ini? Kenapa kalian ada di sini?” tanya Dani dengan lantang dan suaranya nyaring terdengar sampai ke taman belakang.
“Mereka sudah datang,” batin Mona dengan air mata yang sudah tidak bisa dia tahan lagi.
“Mama, siapa yang datang? Kenapa papa teriak-teriak? Ayo kita liat ke sana, Ma. Ramai banget suaranya.” Kiara berbicara dengan nada cadelnya dan Mona tak bisa lagi menahan semua kesedihan serta kekecewaannya itu.
Dengan sigap, kedua tangan Mona merangkuh tubuh mungil putrinya itu. Dia berjongkok dan memeluk Kiara dengan erat. Mona menumpahkan tangisnya di dalam pelukan Kiara. Selama ini, dia sudah sangat berusaha mencintai Dani dan bertahan dengan pernikahan mereka. Apalagi, semenjak kehadiran Kiara ke dunia ini, yang diharapkan Mona lambat laun bisa merubah perasaan Dani kepadanya.
Mona bersabar dengan perasaannya yang belum berbalas, tapi dia masih terus berusaha menjadi istri dan ibu yang baik. Dia tidak pernah mempermasalahkan Dani yang tidak pernah mau bekerja. Selagi dia bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, Mona tidak pernah protes Dani memberikan nafkah untuk Kiara dari uang yang diberikan oleh orang tuanya itu.
“Mona ... Kiara ... kalian di sini!” seru Citra yang baru saja datang dan bergegas lari menghampiri Mona dengan wajah khawatir.
“Citra ...,” isak Mona dan beralih memeluk sahabatnya itu.
“Udah, Mon. Udah ... aku udah datang sekarang. Dia juga pasti malu banget sekarang. Kamu tenang, ya. Biar aku jaga Kiara, kamu ke depan dulu sana.” Citra berkata dengan ucapan yang membuat Mona sedikit tenang. Mona mengangguk dan berusaha untuk terlihat tegar juga kuat. Dia menghapus air matanya dan kemudian mengurai pelukan dari Citra.
“Sayang ... Mama ke depan dulu liat papa, ya. Kamu main di sini sama tante Citra. Tangkap ikannya dua, ya. Nanti kita bakar buat makan malam. Okey?” tanya Mona kepada Kiara dengan tersenyum yang sedikit memaksa dan mengacungkan jempolnya.
“Oke, Mama.” Kiara memang anak yang patuh dan sangat pengertian.
“Jaga emosi kamu dan jangan menangis di depan dia, Mon. Kamu harus kuat dan tegar. Tegas mengambil keputusan, ya. Jangan lemah di depan mereka!” ucap Citra memberikan semangat pada Mona yang akan melihat kegaduhan di dalam rumahnya yang memang semua adalah rencana Mona sejak awal.