Tidak lama setelah Adrian berangkat, bi Wati benar-benar datang dan membantu Lisa untuk berbelanja dan sebagainya. Setidaknya Lisa sedikit bisa istirahat karena hari ini Regarta juga tidak begitu rewel. “Bibi sudah masakin sayur bening buat ibu, biar bibi yang jagain mas Rega biar ibuk bisa makan.” Ujar bi Wati menawarkan. Lisa tersenyum dan kemudian pelan-pelan beranjak dari sisi Regarta. Berusaha agar tidak menciptakan getaran di kasur supaya anak itu tidak terbangun.
“Makasih banyak yah Bik.” Bisik Lisa sambil tersenyum lagi. Bi wati mengacungkan jempolnya. Kemudian Lisa keluar dan mengisi perutnya dengan makanan. Setelah itu dia melangkah menuju kotak obat dan mencari obat sakit kepala yang sebelumnya di rekomendasikan oleh dokter dan meminumnya. Tubuhnya tidak terlalu fit belakangan ini. Mungkin Lisa terlalu stress memikirkan semua masalah yang ada.
Lisa berjalan hendak menuju kamarnya karena dia butuh mandi tapi kemudian melihat tanaman di luar tampak begitu layu. Dia tidak sempat mengurus kebun belakang rumahnya itu karena terlalu sibuk mengurus Regarta. Wanita itu kemudian keluar ke belakang dan berusaha mengambil selang untuk menyirami tanaman tapi sedikit kesulitan.
“Minta tolong suami kamu dong Lis, ini berat loh.” Ucap Herdy tiba-tiba ada di belakang Lisa dan sedang membantu Lisa melepaskan selang itu dari lilitan selang lain yang cukup tebal.
“Suami aku kerja.” Kekeh Lisa. “Makasih ya mas.” Tambah Lisa lagi. Herdi tersenyum saja kemudian membantu memasangkan di kran juga hingga Lisa siap menggunakannya.
“Pembantu yang kemarin itu berhenti lagi Lis?” Tanya laki-laki itu.
“Iya mas, aku juga bingung kenapa pada berhenti padahal pekerjaanya juga nggak terlalu berat dan gaji juga tidak kecil.” Desah Lisa lelah.
“Kok sedikit aneh yah? Kamu nggak tanya alasannya berhenti?” Tanya Herdy lagi.
“Udah ditanya mas tapi mereka bilang nggak betah mau pulang kampung aja gitu. Nggak ada lasan kenapa nggak betahnya.” Jawab Lisa membuat Herdy mengernyit heran.
“Mau nggak kalau pakai salah satu ART aku aja? Kebetulan kan mamah sekarang pindah ke Belanda karena adik aku kuliah disana dan nggak bisa sendiri. Jadi rumahnya kosong dan ada dua ART disana. Niatnya mau di pulangin ke kampung soalnya di rumah aku kan udah ada mbak Ida. Daripada pulang dan kebetulan kamu lagi nyari juga kan?” Ucap Herdy memberi solusi. Lisa tersenyum lebar.
“Boleh banget mas, mau banget aku. Susah banget sekarang nyari art yang kompeten. Kalau mas udah pernah mempekerjakannya kan berarti memang pekerjaanya bagus kan?” Lisa mengatakannya sambil tersenyum penuh semangat. Membuat Herdy terdiam untuk beberapa saat. Seandainya saja dia bertemu Lisa lebih cepat dari suaminya, mungkin dia akan berjuang mati-matian untuk mendapatkannya. Tidak bisa di bohongi bahwa menurut Herdy Lisa adalah gadis yang menarik sekali. Auranya terlihat selalu positif dan menyenangkan. Selain itu juga sikpanya yang lemah lembut dan penuh perhatian pada semua orang seperti menciptakan keinginan untuk melindunginya pada siapapun yang mengenalnya.
"Kalau gitu besok aku ajak orangnya ke sini yah? dia salah satu kesayangan mama kok. Masih muda dan cekatan. Selain itu dia juga jago bela diri, bisa bawa mobil dan bisa mengurus anak juga. Jadi aku rasa dia memang seseorang yang kamu butuhkan bukan?”
“Iya mas bener banget, wahhh rezeki memang nggak kemana yah?” Kekeh Lisa puas.
“Rezeki?”
“Iya mas, menemukan dan mengenal orang yang baik juga rezeki kok. Kaya aku kenal mas Herdy atau Ida misal. Itu juga rezeki.” Lagi-lagi jawaban Lisa membuat Herdy terkagum. Sejujurnya dibandingkan wanita-wanita berpendidikan yang sering Herdy temui, Lisa ini tergolong salah satu yang pikirannya sederhana. Tapi apapun yang di lakukannya selalu mengagumkan di mata Herdy karena tidak pernah lepas dari menghargai dan menghormati orang lain.
“Kamu terlalu baik.” Komentar Herdy jujur. Lisa tertawa.
“Mas belum kenal aku lama makanya bilang gitu.” Kekeh Lisa lagi.
“Emang kalau kenal kamu lama terus kamu jadi berubah kaya monster gitu?” Kekeh Herdy geli.
“Ya enggak gitu, tapi aku nggak sebaik yang mas pikir.” Balas Lisa lagi. Dan setelah itu terdengar suara ponsel Herdy berdering.
“Aku pulang dulu yah, ada kerjaan soalnya. Besok aku bawa ke sini orangnya. Oh iya namanya Bulan.” Ucap Herdy berpamitan sambil kemudian mengangkat telpon yang kelihatannya penting itu sehingga Lisa tidak menjawab lagi selain mengangguk dan tersenyum penuh terimakasih.
“Mama lihat kamu kok akrab banget sama tetangga sebelah?” Tiba-tiba mama Imel sudah ada di pintu sedang menatap Lisa heran.
“Ohh mas Herdy mah, itu ART Lisa yang kemarin kan keluar lagi mah. Nah kebetulan mas Herdy ini ada ART yang bagus dan kebetulan sudah selesai masa kerjanya karena mamanya mas Herdy pindah ke Belanda. Jadi dia nawarin ke LiSA.” Jawab Lisa apa adanya.
“Wahh bagus dong, udah punya pengalaman berarti. Syukurlah kalau udah dapet soalnya mama juga agak kewalahan di butik kalau Wati di sini. Kamu tahu sendiri kan gimana bisnis mama sekarang?” Desah Imel diangguki Lisa sembari tersenyum.
“Iya mamah Lisa tahu, mamah makin sukses aja pokoknya.” Kekeh wanita itu langsung dapat senyuman lebar Imel sembari memeluk menantu kesayangannya itu. “Lisa kangen loh mamah tinggal di sini sama Lisa lagi. Sepi banget mana Dika lagi tugas ke Luar Kota juga.” Tambah Lisa lagi.
“Minggu depan mamah udah dapet orang yang bantu urus butik dan resto jadi mama akan balik lagi ke sini kok sayang. Kamu kewalahan yah sendirian urus Regarta?”
“Iya mah semalam malah rewel banget soalnya demam dan kaya mau pilek gitu. Untungnya sekarang udah baikan sih lagi tidur sama Bibi.”
“Iya tadi mamah nengok juga masih tidur. Syukurlah kalau udah nggak panas, bikin mama khawatir juga loh.” Ucap Imel penuh syukur.
“Mama udah makan? Tadi bi Wati masak sayur bening. Mau Lisa panasin?” Tanya Lisa.
“Mama udah makan kok sayang, oh iya Reka juga belum pulang yah?”
“Iya belum mah, kayaknya sampai liburannya abis dia di sana. Tau sendiri Nancy sayangnya kaya apa sama Reka sekarang.” Jawab Lisa sambil tersenyum geli.
“Ya udah biarin mumpung libur sekolah juga. Nanti pulangnya biar mamah yang jemput aja sekalian mamah liburan juga di sana. Kangen juga sama Nancy.” Kekeh Imel. Semenjak semuanya membaik dia memang jadi seperti memiliki banyak anak dan menantu. “Oh iya soal tawaran Adrian untuk bulan madu kedua itu gimana Lisa? Kamu udah kasih jawaban? Mama rasa itu perlu loh mengingat belakangan ini kamu kayaknya terlalu sibuk ngurus rumah dan Adrian juga sibuk banget kan? Hubungan suami istri itu butu terus dieratkan agar terus harmonis.” Tambah Imel lagi. Lisa tersenyum dan terdiam beberapa saat. Mama Imel memang tidak ada salahnya, sayangnya dia tidak tahu bahwa menurut Lisa tawaran bulan madu ini bukanlah solusi yang tepat untuk masalahnya dengan Adrian. Karena sejujurnya Lisa hanya ingin Adrian meluangkan waktunya sedikit untuk Regarta bukan untuk dirinya saja. Jika bulan madu maka otomatis Regarta akan ditinggal dan Lisa sedikit keberatan
“Lisa belum kasih jawaban sih mah soalnya Adrian juga belakangan ini sibuk banget. Mungkin nanti kalau udah senggang baru Lisa jawab.” Ucap Lisa diangguki Imel.
“Eh tapi ngomong-ngomong dari tadi badan kamu agak panas loh, kamu sakit?” Tanya Imel.
“Kayaknya kurang tidur aja sih mah karena Rega rewel banget.”
“Jangan sampai kamu sakit pokoknya yah! Jaga kesehatan dan jaga kewaran karena ngurus anak itu nggak mudah. Intinya kamu jangan lupa membahagiakan diri sendiri juga Lisa. Suami kamu kaya kan? Abisin aja uangnya buat belanja biar kamu seneng.” Ujar Imel membual Lisa melongo. Bisa-bisanya mertuanya malah menyruh Lisa menghabiskan uang anaknya. Mama Imel memang mertua terbaik di dunia bagi Lisa. Setidaknya sekalipun anaknya belakangan ini menyebalkan tapi ibunya sangat baik dan membuat Lisa nyaman. Memberi wanita itu alasan untuk bertahan dalam rumah tangga yang tidak semanis bayangannya ini.
“Loh mamah ada di sini?” Kedua wanita itu menoleh dan mendapati Adrian sudah pulang. Lisa langsung diam dan tidak ingin melihat ke arah suaminya itu. Hatinya masih sakit karena kejadian kemarin dan dia belum ingin bicara. Pas sekali saat itu terdengar suara Regarta menangis sehingga Lisa beranjak untuk menghampiri. Dan di ruang tamu Lisa melihat Sabrina duduk di sana sembari mengtak-atik tabletnya. Emosi Lisa kembali naik tapi dia enggan untuk bertengkar sehingga Lisa memilih untuk melanjutkan langkahnya menuju putranya.
“Regarta laper yah sayang, mau minum s**u/” Ucap Lisa lembut kemudian menggendong putranya dan menepuk-nepuk punggungnya lembut. Adrian yang melihat istrinya terasa dingin itu hanya mendesah saja.
“Kamu mau pergi lagi terus pulang malam gitu?” Tanya Imel pada Adrian setelah melihat Adrian pulang hanya mengambil berkas di ruang kerjanya.
“Iya mah Adrian lagi banyak banget kerjaan belakangan ini dan—”
“Nggak usah pulang sekalian! Biar Lisa mama cariin suami lain yang lebih baik. Tetangga sebelah juga lumayan. Urus aja pekerjaan kamu nggak usah urusin anak dan istri kamu.” Ucap Imel marah. “Dan siapa yang ijinin orang luar datang ke rumah ini Adrian? Kamu pikir gimana perasaan istri kamu hah? Tiap hari liat suaminya pergi dengan wanita lain dan tidak mepedulikan anak dan istrinya. Jangan kamu pikir mama nggak tahu kelakuan kamu belakangan ini yah.” Tambah Imel lagi.
“Dia sekertaris Adrian mah bukan or—”
“Dulu Lina juga sekertaris kamu tuh, tapi dia nggak pernah sampai nyamperin kamu ke rumah buat kerja. Harus paham dong mana privasi dan mana pekerjaan. Mama nggak akan salahin Lisa kalau dia sampai kepincut laki-laki lain kalau kamu kaya gini terus.” Teriak Imel marah.
“Mah Please! Adrian beneran lagi banyak pekerjaan dan—”
“Apa kamu tahu istri kamu sakit dan masih harus mengurus anak kamu yang lagi rewel itu?” potong Imel cepat.
“Lisa sakit?”Adrian langsung menoleh ke arah Lisa yang sedang meminumkan s**u untuk Regarta. Wajahnya memang terlihat pucat dan yang membuat d**a Adrian nyeri seketika adalah tidak ada senyum di bibirnya sedikitpun. Padahal dulu Lisa adalah wanita yang murah senyum.
“Sabrina kamu pulang sekarang, pekerjaan urus besok. Adrian juga punya anak istri nggak bisa ngurusin kerjaan mulu.” Usir Imel membuat Sabrina yang tadi diam saja menoleh dan berdiri.
“Baik buk kalau begitu saya permisi.” Ucap wanita itu tanpa bantahan. Adrian diam saja karena jika ibunya sudah seperti ini maka dia benar-benar marah. Arah pandangnya kemudian mengikuti Lisa yang berjalan menuju ke kamar putranya. Laki-laki itu kemudian mengikutinya.
“Kamu bilang sama mamah kalau Sabrina sering ke rumah jemput aku? Kan aku udah bilang alasannya sama kamu biar efisien karena kami harus pergi ke suatu tempat. Kalau kerjaanya di kantor juga aku berangkat sendiri.” Ucap Adrian. Nadanya lembut tidak ada ketus atau kesalnya sedikitpun tapi sampai di hati Lisa dengan begitu menyakitkan.
“Kamu nyalahin aku? Beneran kamu lagi nyalahin aku sekarang?” Ucap wanita itu tidak percaya. Adrian terdiam dia salah bicara. “Kamu bisa tanya sama mamah, beliau masih ada di sini aku ngomong apa sama beliau. Aku capek berantem terus sama kamu, aku capek banget Adrian.” Ucap Lisa sambil menangis sesenggukkan membuat Regarta ikut menangis kencang.
***