Lisa sedang menyuapi Regarta makan buburnya sementara Dika sedang asyik menggoda keponakannya itu ketika notif di ponselnya berbunyi. Itu pesan dari Herdy. Laki-laki itu mengatakan bahwa dia sudah berada di depan rumah sambil membawa ART yang dia janjikan waktu itu.
“Dik, suapi Regarta dulu mbak mau buka pintu dulu.” Ucap Lisa.
“Ada tamu?” Tanya Dika sambil mengambil alih Regarta ke dalam gendongannya.
“Mas herdy yang datang. Sama mbak yang baru.” Jawab Lisa dan Dika mengangguk saja. Karena dia memang mengenal tetangganya yang tinggal sendirian di rumah sebelah itu.
“Mas Herdy.” Panggil Lisa dan laki-laki itu menoleh kemudian berjalan menuju ke arah Lisa. Herdy sengaja tidak langsung datang melalui pintu rumah Lisa karena dia tahu Suami Lisa tidak menyukainya. Karena itu dia memilih untuk menghubungi Lisa terlebih dahulu baru dia datang untuk menghindari keributan.
“Selamat siang bu?” seorang gadis yang menurut lisa masih tergolong muda menyalaminya dengan hormat.
“Selamat siang juga, Bulan yah?” Lisa bertanya.
“Iya bu Lisa, salam kenal.” Ucap gadis itu ramah. Lisa tersenyum. Gadis ini terlihat lemah lembut dan baik, entah kenapa baru bertemu saja lisa seperti sudah menyukainya.
“Salam kenal juga.” Jawab Lisa ramah.
“Bulan, aku anterisn sampai di sini aja yah? Untuk masalah yang lain-lain kamu diskusikan sendiri dengan Lisa.” Ucap Herdy.
“Iya mas Herdy, terimakasih banyak.
“Mau langsung pulang mas nggak mampir dulu?” Tanya Lisa. Herdy tersenyum. Keramahan Lisa dan cara bicaranya tetap saja membuatnya jatuh cinta. Padahal dia tahu Lisa sudah memiliki suami.
“Iya Lis, kebetulan habis ini ada acara juga sih.”
“Ohh gitu, makasih banyak yah mas sekali lagi.” Ujar Lisa tulus. Herdy kembali tersenyum.
“iya sama-sama Lis. Oh iya aku pamit dulu kalau gitu, semoga betah yah Bulan.” Pemit laki-laki itu sopan. Lisa tersenyum menanggapi. Setelah itu mengajak Bulan masuk ke dala rumah.
“ini adik aku Bulan, namany Dika. Yang di gendongannya itu Regarta anak aku.” Ucap Lisa memperkenalkan ART barunya itu. “Ini Bulan Dik, mbak baru di sini. Gantinya mbak Rina.”
“Ohh iya mbak Bulan, salam kenal.” Ucap Dika sopan. Bulan tersenyum sembari mengangguk sopan. Kemudian dia mengekori Lisa menuju kamarnya. Setelah itu keduanya berdiskusi masalah pekerjaan dan gaji. Lalu Lisa memutuskan bahwa Bulan akan mulai bekerja besok. Wati sendiri sudah pulang ke butik imel sejak Dika datang. Karena kebetulan Imel juga sedang repot sekali. Lisa merasa lega karena akhirnya ada yang membantunya lagi dan tidak lagi merepotkan mama mertuanya perihal ART.
Ketika Lisa kembali ke tempat Dika dan putranya berada tadi, rupanya regarta sudah tidur di pangkuan Dika. Laki-laki itu terus menyanyikan lagu tidur kesukaan Regarta. Dika memang paling bisa menghandle Regarta. Anak kecil menggemaskan itu selalu menurut pada om yang tidak mau di panggil om itu.
“Belum mandi udah bobo duluan.” Lisa berkomentar. Dika menoleh dengan mata sayu yang juga ikut mengantuk. Lisa tersenyum geli. “Tidur sana Dik, kamu capek juga kan? Ke kamar Rega aja biar sekalian jagain.” Ucap Lisa di angguki Dika. Laki-laki itu menguap, kemudian pelan-pelan bangun sembari membawa Regarta di dalam pelukannya menuju kamar. Setelah memastikan keduanya tidur di kamar, Lisa membuat teh manis dan duduk di ruang tengah sambil mendesah. Nyatanya mengurusi rumah itu melelahkan, tidak semudah yang orang bayangkan. Kadang bahkan lebih melelahkan menjadi ibu rumah tangga di banding bekerja.
“Suami lo makan siang di rumah gue loh, jangan marah yah? Cuma makan siang aja kok.” Sebuah pesan dari Sabrina masuk ke ponsel Lisa. Lisa hanya membalasnya dengan huruf Y saja.
“Dia bilang masakan mama gue enak loh, nih gue fotoin makanan favorit suami lo.” Balas Sabrina lagi.
“Nggak nanya.” Balas Lisa lagi.
“Iya tahu kok, gue Cuma kasih tahu aja.” Ucap Sabrina lagi dalam chatnya dan Lisa memilih untuk tidak membalasnya. Sebelumnya sekertaris suaminya ini tergolong masih sopan dan walaupun tetap menyebalkan tapi dia tidak seketerlaluan ini. Entah kenapa lisa jadi berpikir bahwa sabrina memang sengaja ingin membuatnya bertengkar terus dengan Adrian, melihat dari caranya memanasi seperti sekarang.
Lisa hendak beranjak dari tempatnya menuju kamar ketika terdengar suara mobil adrian di pekarangan. Wanita itu menoleh ke arah jam dinding dan baru setengah dua siang..
“Assalamu’alaikum.” Ucap adrian.
“Wa’alaikumsalam.” Jawab Lisa kemudian menghampiri suaminya itu dan mencium tangannya. Ketegangan perkelahian mereka semalam belum reda, Lisa tadinya belum mau memaafkan adrian. Tapi melihat chat Sabrina tadi, entah kenapa Lisa jadi berpikir bahwa sebenarnya Adrian di manipulasi oleh perempuan ular itu untuk membuatnya selalu marah.
“Ada yang ketinggalan/” Lisa bertanya. Adrian diam sesaat mendengar nada bicara lisa yang terdengar sudah tidak marah itu.
“Enggak.”
“Tumben udah pulang?” Ucap Lisa lagi.
“Tadinya mau ajak kamu makan siang tapi tadi Sabrina pingsan di kantor karena itu aku anter dia ke Rumah Sakit terus anter ke rumahnya juga. Pas sampai rumahnya di paksa ikut makan siang sama ibunya.” Ungkap Adrian berusaha menjelaskan. Lisa mengangguk kemudian tersenyum. Suaminya tidak berbohong dan mengatakan segalanya. Sejujurnya hal inilah yang Lisa harapkan bukan hal-hal semacam bulan madu itu.
“Kerjaan kantor?”
“Aku ijin aja udah nanggung telat jugaa. Lagian udah nggak begitu sibuk.” Jawab Adrian lagi.
“Ohh gitu, berarti udah makan yah? aku nggak perlu siapain makan lagi kan?” Ucap Lisa. Mengambil jas yang di pegang Adrian dan berjalan menuju tempat cucian kotor. Sementara Adrian mengernyit bingung karena dia pikir Lisa akan mengamuk lagi kalau dia bicara tadi makan siang di rumah Sabrina. Tapi ternyata tidak. Lisa terlihat biasa saja. Tadinya Adrian berniat untuk tidak memberi tahu Lisa perihal makan siang tadi, tapi entah kenapa dia merasa tidak enak hati jika tidak bercerita.
“Kamu nggak marah?” Tanya Adrian pelan. “Maaf aku nggak bisa nolak, ibunya sabrina maksa banget.” Tambah laki-laki itu lagi.
“Aku nggak akan marah kalau kamu jujur dan kejujuran kamu masih bisa aku terima mas.” Jawab Lisa santai. Adrian tersenyum. “Mau mandi? Aku siapin air?” Lisa bertanya lagi.
“Regarta mana?”
“Tidur sama Dika.” Jawaban Lisa membuat Adrian berdecak.
“Padahal mau ajak kamu jalan sama Rega.”
“Jalan? Kemana?” Jawab Lisa antusias. Adrian tersenyum kemudian menarik istrinya itu ke dalam pelukannya.
“Kangen banget sama kamu padahal, tapi kita berantem terus. Aku minta maaf yah, aku banyak salahnya sama kamu. Tadi di kantor aku udah kasih peringatan sama sabrina buat nggak buka ponsel aku lagi kok.” Permintaan maaf Adrian kali ini entah kenapa membuat Lisa lega.
“Terus jawabannya apa?” Tanya Lisa lagi, ikut memeluk suaminya itu. Lisa juga merindukan Adrian, karena beberapa hari belakangan ini suaminya itu terasa jauh.
“Dia bilangnya Cuma mau kasih kamu pengertian aja soal pekerjaan aku.” Balas Adrian jujur.
“Kasih pengertian kok bahasanya begitu, bikin aku sebel. Kamu juga jangan ikut kepancing dong, sampai rumah marah-marah. Aku kan jadi emosi.”
“Iya aku minta maaf yah! Nggak lagi-lagi pulang ke rumah marah.” Ucap Adrian sambil menurunkan posisi wajahnya ke leher Lisa kemudian mengecupnya.
“Iya, aku juga minta maaf udah marah-marah mulu.” Cicit lisa pelan.
“Tolong jangan lagi-lagi bilang mau Cerai dari aku semarah apapun itu. Sampai matipun aku nggak akan pernah lepasin kamu.” Adrian menggerutu. Jujur saja permintaan Cerai Lisa sangat mengganggunya.
“Iya maafin aku yah.” Jawab Lisa dengan senyuman. Beban serta rasa sakit yang kemarin hadir di dadanya, seperti terangkat mendengar kalimat Adrian yang terakhir. “Jadi jalan-jalan kemana?”
“Makan malam di luar aja nanti gimana? Soalanya sekarang Rega tidur sayang.”
“Iya oke, kalau gitu sekarang kamu mau mandi?” Ucap Lisa hendak melepaskan pelukannya tapi di tahan Adrian.
“Sekarang mau kamu bukan mau mandi.” Bisik Adrian pelan. Hanya Lisa yang bisa mendengar karena pelan sekali. Tapi sukses membuat wajah Lisa memanas.
“Masih siang.” Balas perempuan itu malu-malu.
“Emangnya ada peraturan makan kamu harus malam?” Adrian berbisik lagi dengan senyuman geli.
“Tapi ak—”
“Ke kamar sekarang!” Ucap Adrian kemudian melepaskan pelukan mereka dan menarik pelan istrinya masuk ke kamar kemudian menguncinya. Lagipula Regarta bersama Dika, itu adalah keeadaan yang paling aman karena anak itu sangat menurut pada Dika.
Adrian menarik Lisa ke hadapannya kemudian memeluknya dari belakang. “Kangen banget tau sama kamu.” Bisiknya mesra. Kemudian bibirnya mulai mengecupi sisi leher Lisa dan tangannya mulai meremas dua benda kenyal milik Lisa.
“Pelan-pelan, ada di Dika di kamar sebelah.” Ucap Lisa sambil menahan desahan. Tangan suaminya selalu berhasil menggodanya di setiap titik paling sensitif miliknya.
“Nggak mau pelan-pelan, aku nggak tahan.” Ucap Adrian kemduian membalik tubuh Lisa dan membuka atasan milik Lisa dalam sekali hentakkan. Setelah itu Adrian menarik Bra Lisa ke bawah dan langsung melahap ujung d**a Lisa dan hampir membuat Lisa menjerit.
“Jangan di gigit.’ Protes wanita itu. Adrian tersenyum geli.
“Gemes banget abisnya, udah lama nggak aku sentuh.” Ucap Adrian sembari merebahkan Lia di atas kasur. Pipi istrinya memerah dan itu terlihat begitu sexy. Padahal mereka sudah sering melakukannya tapi Lisa selalu berekspresi seperti mereka baru pernah melakukannya. Hal itu membuat adrian selalu semakin b*******h.
“Mass tangannya..hhh..” Lisa hampir menjerit karena tangan Adrian sudah berada di bawah sana dan menggodanya tanpa ampun.
“Aku suka kamu panggil mas kalau kita lagi bercinta.” Adrian berbisik dan kemudian melumat bibir Lisa tanpa ampun. Tangannya terus menggoda dimana-mana, membuat Lisa merasakan perasaan bergulung-gulung seperti akan meledak.
“Massss, aku mauuuu...”
“Mauuu apa sayang?” Adrian berbisik lalu menghentikan semua gerakannya ketika Lisa hampir meledak. Membuat wanita itu cemberut karena protes. Adrian tersenyum penuh kemenangan.
“Massss...” Lisa merengek karena Adrian melakukannya lagi sampai hampir membuat Lisa frustasi. Adrian kemudian melepaskan pakaiannya dengan tidak sabar, dan ketika hendak memasukkan miliknya ke dalam tempat yang sangat dia rindukan itu. Suara ketukkan pintu membuat Adrian nyaris mengumpat.
“Mbak Lisa, ada mbak Dewi di luar katanya penting.” Ucap Dika.
“Suruh dia pulang Dik, sialan.” Adrian berteriak dan Dika malah tertawa terbahak-bahak di luar karena dia paham akan siatuasi yang terjadi sekarang.
"Aku keluar sebentar?" Lisa bertanya dengan wajah polosnya yang selalu membuat Adrian frustasi.
"Tapi udah keras?" Dengus Adrian kesal.
"Nanti malam lagi, yah?" cicit Lisa pelan.
"Ya udah sana temuin teman dakjal kamu itu, aku ke kamar mandi aja." Ucap Adrian setengah jengkel. Dan lebih kesal lagi karena sempat-sempatnya Lisa mengecup bibirnya sebelum dia berlari keluar. Membuatnya semakin frustasi saja. Padahal laki-laki itu sudah sangat menginginkan ini beberapa hari terakhir, giliran tinggal ke acara inti saja malah ada pengganggu. Apakah ini adalah karma karena belakangan ini Adrian membuat Lisa menangis?
Laki-laki itu menggerutu sambil terus berjalan ke kamar mandi. Membuka pintunya dan kemudian menutupnya dengan kencang. Bagaimapun, sesuatu yang sudah dia mulai tadi harus di tuntaskan agar dia tidak semakin frustasi.
***