04. MALAM MINGGUAN

2360 Kata
Adipati membuka kedua matanya. Kepalanya terasa sedikit pusing dan badannya terasa sedikit linu. Hampir setiap hari ia bangun dalam keadaan seperti itu. Ia kemudian meraih ponselnya yang ia letakkan di meja kecil yang ada di sebelah kasur. Jam menunjukkan pukul enam pagi dan hari yang ditampilkan di layar ponsel adalah hari Sabtu. Hari ini ia libur sekolah. Sudah empat hari berlalu dari hari terakhir ia pergi bermain dengan Rakha di Game Center yang berlokasi di Mall Central Park. Flu yang awalnya ia pikir akan berhenti setelah ia beristirahat semalaman, ternyata belum berhenti sampai hari ini. "Hachu! Hachu!" Bersin yang muncul benar-benar mengganggunya. Ia merasa sangat tidak nyaman saat melakukan setiap aktivitasnya yang mana memerlukan tingkat konsentrasi yang tinggi. "Apa aku harus ke dokter ya?" batin Adipati. "Ah, tidak usahlah. Hanya flu biasa kok." Adipati pun berniat untuk kembali melanjutkan tidurnya. Namun, kakak perempuannya yang bernama Kartini tiba-tiba saja masuk ke dalam kamarnya. "Adi!" panggilnya. Adipati pun terkaget-kaget dan langsung menatap ke arah sumber suara. "Kakak?!" Kartini langsung duduk di tepian kasur tempat Adipati berada. Ia kemudian menatap adiknya yang baru bangun itu dengan wajah yang berseri-seri. Adipati pun lantas merasa keheranan. "Kenapa?" tanya Adipati. Sembari masih melebarkan senyumnya, Kartini pun berkata, "Cake yang kemarin, kamu beli di mana?" tanyanya. "Rasanya enak sekali." Adipati pun menjawab, "Aku beli di Giyowo Sasageyo Cafe. Kafe tempat biasa aku nongkrong." Kartini pun mengangguk mendengar jawaban Adipati. Kemudian, ia mendekat ke arah Adipati sembari melebarkan senyumnya yang mana menurut Adipati, senyum kakaknya itu terlihat sangat aneh. "Ada apa dengan kakakku?" batinnya. "Nanti kita malmingan (malam mingguan) yuk. Ajak si Rakha juga," ucap Kartini tiba-tiba. Adipati lantas membuka mulutnya lebar-lebar. Ia sungguh tidak percaya kalau kakak perempuannya ini mengajaknya untuk malam mingguan bersama. "Kita nongkrong di Giyowo Sasageyo Cafe. Kakak mau makan cake yang kemarin kamu beli," kata Kartini dengan mata yang berbinar-binar. Wanita berwajah cantik itu benar-benar terlihat sangat bahagia jika sudah membahas soal makanan enak. Saat Adipati baru mau menjawab ajakkan Kartini, ia tiba-tiba kembali bersin dengan cukup keras. "HACHU!" Air liurnya bahkan muncrat sampai mengenai Kartini. "Iyuuuh!!" ucap Kartini jijik. "Maaf." Adipati mengusap-usap hidungnya yang sedikit basah. Melihat kondisi Adipati yang kurang sehat, Kartini lantas mengurungkan niatnya yang ingin mengajak adiknya itu malam mingguan bersama. "Kamu kelihatannya sedang sakit. Kalau begitu, lain kali saja kita pergi malam mingguannya," kata Kartini. Namun, Adipati dengan cepat langsung menahan niatan Kartini yang ingin membatalkan acara malam mingguan mereka. "Tidak, aku baik-baik saja, ini hanya sebuah flu biasa. Malam ini kita jadi pergi bersama ke Giyowo Sasageyo Cafe. Nanti akan aku chat Rakha untuk ikut bersama kita," ucap Adipati. "Apa kamu yakin kalau kamu tidak apa-apa?" tanya Kartini yang mengkhawatirkan adiknya itu. "Yakin, aku baik-baik saja, Kak," jawab Adipati dengan penuh keyakinan. "Baiklah kalau begitu, kita jadi berangkat," kata Kartini. Kemudian, Adipati yang ingin kembali tidur, lantas mengusir Kartini dari kamarnya. "Ya sudah, Kakak keluar sana, aku mau lanjut tidur. Aku masih mengantuk," kata Adipati dan lalu kembali masuk ke dalam selimutnya. Kartini pun bangkit dari kasur dan lalu beranjak pergi dari sana. Sembari berjalan, ia terus menatap ke arah Adipati yang kini mulai memejamkan kedua matanya. "Akan Kakak bawakan bubur untuk kamu sarapan," kata Kartini dan lalu keluar dari kamar Adipati. Adipati lantas kembali membuka kedua matanya dan lalu menatap ke arah pintu yang baru saja tertutup. Ia pun kini menyunggingkan senyumnya yang mana menggambarkan betapa bersyukurnya ia memiliki kakak seperti Kartini. Sementara itu, sesampainya Kartini di lantai bawah, ia langsung meminta kepada Bibi Pelayan untuk segera membuatkan bubur. "Bi, tolong buatkan bubur untuk Adipati ya," pintanya. "Baik, Non," kata si Bibi Pelayan. Kini, ia duduk di meja makan, bergabung bersama dengan kedua orang tuanya untuk melangsungkan sarapan pagi. Namun, sang Ayah yang duduk di seberangnya tiba-tiba saja bersin dengan cukup keras dan itu membuat Kartini langsung menatap ke arah sang Ayah. "Ayah flu juga?" tanya Kartini. "Sepertinya begitu," jawab sang Ayah. "Memangnya siapa lagi yang terkena flu?" sang Ayah balik bertanya pada Kartini. "Adipati. Dia juga terkena flu," jawab Kartini. Bunda yang duduk di sebelah Ayah pun kini ikut buka suara. "Bunda juga sudah mulai mengalami gejala flu," katanya. Kartini yang melihat anggota keluarganya terserang penyakit flu secara bersamaan, lantas berniat meminum vitamin setelah ini untuk memperkuat daya tahan tubuhnya. Ia tidak mau sampai jatuh sakit di tengah tugas kuliahnya yang menumpuk. *** Sore harinya di kos-kosan Rakha. Remaja tampan yang kini tengah asik makan cendol, mengalihkan perhatiannya sebentar ke arah ponselnya yang berdering. "Halo, Di?" sapa Rakha. "Kak Kartini mengajak kita untuk malam mingguan. Kamu siap-siap ya nanti aku jemput," ucap Adipati to the point dari seberang sana. "Oke, siap, Pak Bos!" balas Rakha dengan riang gembira. Kemudian sambungan telepon pun terputus. Rakha segera menghabiskan cendolnya dan setelah itu bergegas untuk mandi. Ia tidak ingin terlihat jelek di depan Kartini nanti. Sementara itu di rumah Adipati, Adipati yang belum lama selesai mandi dan baru saja selesai menelepon Rakha, kini melangkahkan kakinya menuju ke ruangan khusus tempat ia menyimpan pakaian. Kamarnya yang luas itu memiliki ruangan lain di sebelahnya yang dikhususkan untuk meletakkan pakaian dan juga sepatu-sepatu mahal miliknya. Adipati yang selalu berpenampilan sederhana namun terkesan mahal, memilih pakaian berwarna cerah untuk ia kenakan saat ini. "Hachu! Hachu!" Ketika ia baru saja mengambil baju atasan yang akan ia kenakan, ia tiba-tiba saja bersin. "Hachu! Hachu! Hachu!" Bersinnya pun terus berlanjut hingga beberapa kali, menyebabkan kepalanya terasa sedikit pusing dan kerongkongannya terasa sedikit panas. Penglihatannya bahkan sedikit kabur. "Ahh ... menyebalkan sekali," kata Adipati dan lalu menggelengkan kepalanya. Kemudian, Adipati kembali melanjutkan aktivitasnya mengenakan pakaian yang sempat tertunda karena bersinnya. Walaupun ia merasa kesal dengan flu yang sedang dideritanya, tapi ia tidak ingin terlalu memikirkannya. Setelah Adipati selesai mengenakan pakaian dan jam kini telah menunjukkan pukul setengah enam sore, Kartini pun datang menghampiri Adipati yang masih berada di kamarnya. "Hayuk, Di," ajak Kartini. "Ayo," balas Adipati. Namun, Kartini yang melihat wajah Adipati tampak tidak fresh (karena sakit), lantas kembali menanyai kondisi adiknya itu. "Kamu benar baik-baik saja, Di?" tanya Kartini. "Aku baik-baik saja, Kakak, Kakak tidak perlu khawatir," ucap Adipati. "Aku yakin setelah malam mingguan kondisiku pasti akan membaik. Aku cuma butuh refreshing," lanjutnya. Kartini pun mengangguk dan lalu keduanya pergi bersama menuju ke lantai bawah. Sesampainya mereka di lantai bawah, Bunda lewat di depan mereka sembari bersin-bersin dengan cukup keras. "Bun, Bunda baik-baik saja?" tanya Kartini. Bunda pun menjawab, "Iya, cuma flu biasa. Dibawa istirahat sebentar juga pasti sembuh." Ia lalu menyunggingkan senyumnya. "Kalian mau ke mana?" tanya Bunda setelahnya. "Kami mau malam mingguan, Bun," jawab Kartini. Bunda kemudian menatap ke arah anak bungsunya. "Bukannya kamu sedang kurang enak badan juga ya, Di?" tanya Bunda dan lalu memegangi kening dan pipi Adipati untuk mengecek suhu badannya. "Iya, Bun, tapi Adi baik-baik saja kok." Adipati lantas menunjukkan senyum manisnya tanda ia baik-baik saja. Bunda yang tidak merasakan panas yang tidak normal di tubuh Adipati, lantas berkata, "Tampaknya sakitmu tidak parah. Kalau begitu, jangan pulang terlalu malam ya kalian." Kartini dan Adipati pun mengangguk. Setelahnya mereka pamit pada Bunda untuk berangkat. Keduanya akan menaiki mobil milik Adipati dengan Adipati yang menyetir. Selama perjalanan Adipati beberapa kali bersin dengan cukup keras. Karena bersinnya itu, ia harus melambatkan laju mobilnya. Kartini yang melihat adiknya bersin cukup parah, lantas mengeluarkan vitamin botolan yang tadinya mau ia minum di jam makan malam. Tapi, ia putuskan untuk memberikan vitamin tersebut pada Adipati. "Ini, minumlah," kata Kartini sembari menyerahkan botol vitamin miliknya kepada Adipati. "Apa ini?" tanya Adipati. "Vitamin yang biasa Kakak minum. Kakak yakin, pasti kondisi tubuhmu akan sedikit membaik setelah meminumnya." Ketika mobil terhenti karena lampu lalu lintas sedang merah, Adipati pun langsung meminum vitamin pemberian Kartini. Wajahnya berubah aneh ketika meminum minuman berwarna biru tersebut. "Vitamin apa ini?" tanya Adipati. "Rasanya aneh sekali." Wajahnya masih terlihat aneh karena sebegitu tidak enaknya rasa vitamin yang diberikan oleh Kartini. "Sudahlah, tidak usah banyak tanya. Yang jelas, vitamin itu cukup manjur kok," kata Kartini dan lalu meraih kembali botol vitamin yang sudah kosong itu. Setelah lampu lalu lintas kembali berwarna hijau, Adipati pun kembali menancap gasnya. Sebentar lagi mereka akan tiba di kos-kosan Rakha. Selang lima belas menit perjalanan, akhirnya mobil putih milik Adipati sampai di depan kos-kosan Rakha. Selama sisa perjalanan, ia tidak lagi bersin-bersin seperti sebelumnya. Vitamin pemberian Kartini tampaknya benar-benar sangat manjur. "Sore, Di-sore, Kak," sapa Rakha dengan sangat manis pada Adipati dan juga Kartini. "Sore juga, Rakha," balas Kartini dan lalu mengembangkan senyumnya. Sementara itu, Adipati hanya menatap aneh ke arah Rakha. Sahabatnya itu selalu saja bertingkah sangat manis jika sedang ada kakaknya. "Senang sekali rasanya Rakha diajak malam mingguan sama Kak Kartini," ucap Rakha sembari ikut melebarkan senyumnya. Kartini pun mengangguk. "Kita senang-senang, Kha, biar gak cepat tua," katanya. "Ah, ia benar, Kak. Tapi sepertinya, yang namanya menua dan menjadi tua tidak akan terjadi deh sama Kak Kartini, karena aku yakin, Kakak pasti akan terus awet muda dan cantik seperti ini sampai belasan tahun mendatang." Rakha menggombal. "Ah, kamu ini," ucap Kartini. Perempuan cantik itu lantas tersipu malu mendengar gombalan Rakha, sementara Adipati merasa merinding dan ingin muntah mendengarnya. "Iyuh! Huwek!" "Kenapa?!" tanya Rakha ketus. "Engga apa-apa kok, cuma keselek gombalan seorang buaya," kata Adipati dan lalu mendapatkan sebuah pukulan dari Rakha di bahunya. Kartini pun hanya tertawa kecil melihat kelakuan keduanya. Setelah itu, mobil milik Adipati pun melaju menuju Mall Central Park. Kartini yang meminta untuk malam mingguan di sana, tampak tidak sabar untuk segera sampai. Itu semua demi sepiring cake yang Giyowo Sasageyo Cafe miliki. *** Sesampainya mereka bertiga di Giyowo Sasageyo Cafe, Kartini langsung memesan cake yang sangat ia inginkan, sementara Adipati memesan secangkir kopi Americano dan Rakha memesan minuman stroberi dingin kesukaannya. Selama mereka menunggu pesanan, beberapa kali terdengar suara orang bersin yang mana berasal dari orang-orang yang berbeda. "Sepertinya akhir-akhir ini banyak yang terkena flu ya," kata Kartini. "Iya, Kak, tiga teman kosku juga terkena flu. Yang satunya bahkan lumayan parah," timpal Rakha. "Wah, kamu harus minum vitamin, Kha, agar kamu tidak ikut-ikutan terserang flu." Kartini terlihat tulus mengkhawatirkan Rakha. Rakha yang mendengar Kartini berkata seperti itu, lantas menyunggingkan senyumnya dengan malu-malu. "Haduuh, jadi malu dikhawatirin sama Kak Kartini," ucapnya. "Ya harus lah, kamu kan sudah Kakak anggap sebagai adik Kakak sendiri." Seketika wajah Rakha berubah murung setelah Kartini mengatakan kalau ia sudah dianggap sebagai adiknya sendiri. Adipati yang melihat ekspresi wajah Rakha berubah tiba-tiba, tanpa sadar melepaskan tawa gelinya. Rakha yang mendengarnya, lantas langsung memberikan sebuah tatapan tajam ke arah Adipati. "Widih, seram," ucap Adipati usil dan lalu melanjutkan tawa gelinya. "Awas kamu ya," balas Rakha yang berpura-pura terlihat kesal. Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya pesanan mereka pun datang. Kartini langsung menyantap cake yang ia pesan dengan wajah riang dan gembira. Rakha pun memandangi kakak dari sahabat baiknya itu sembari ikut tersenyum. Baginya, pemandangan Kartini dengan wajah yang sebahagia itu adalah sebuah hal yang paling menyenangkan dalam hidupnya. Sementara itu, Adipati yang sedang menyeruput kopi Americano-nya tidak lagi menampakkan gejala orang yang sedang terkena flu seperti sebelumnya. Ia bahkan benar-benar tidak bersin lagi setelah meminum vitamin yang diberikan oleh Kartini. "Oiya, Kha," ucap Kartini tiba-tiba, yang seketika mengagetkan Rakha yang sedang asik memandangi dirinya. "Ah-i-iya, Kak, ada apa?" tanya Rakha gelagapan. "Besok Kakak pesankan vitamin yang biasa Kakak minum ya. Kakak akan pesan banyak, sekalian untuk Adipati juga. Kelihatannya sangat manjur untuk mencegah dan menyembuhkan penyakit flu," ucap Kartini sembari melihat ke arah Adipati. "Wah, terima kasih loh, Kak. Jadi ngerepotin." Rakha sungguh merasa senang mendapatkan perhatian seperti ini dari Kartini. Adipati yang melihat sahabatnya sesenang dan sebahagia itu, lantas hanya bisa menggelengkan kepalanya. "Dasar, sampai sebegitunya dia suka sama Kak Kartini," batin Adipati. Di saat ketiganya kembali fokus pada makanan dan juga minumannya masing-masing, tiba-tiba saja mereka dan seluruh pengunjung Giyowo Sasageyo Cafe dikejutkan dengan sebuah kejadian. "Sayang!" teriak seorang wanita. Seluruh mata pun langsung mengarah ke sumber suara. Dan kini, terlihatlah seorang pria yang telah tergeletak pingsan dengan seorang wanita di sampingnya yang tampak sangat panik. Posisi pria yang pingsan itu tidak terlalu jauh dari meja tempat Kartini, Adipati dan Rakha berada. "Tolong masnya, tolong masnya," kata beberapa orang yang ada di sana. Seorang wanita berambut bondol dengan sigap mengambil ponselnya dan lalu menelepon rumah sakit terdekat untuk meminta pertolongan. Dan untungnya, tak berselang lama setelah wanita itu menelepon, para perawat dari rumah sakit pun datang dan langsung membawa pria yang pingsan itu pergi. Keadaan kafe pun seketika menjadi ramai karena kejadian ini. Adipati yang merasa penasaran, lantas berdiri dan melihat ke arah pria yang kini sedang ditandu oleh para perawat rumah sakit. Terlihat olehnya, kulit wajah si pria yang benar-benar sangat pucat. Bibirnya bahkan terlihat seperti bibir seorang mayat. Kartini dan Rakha yang juga melihatnya pun merasa merinding. "Apa dia mati?" tanya Rakha asal ceplos. "Huss! Mulutmu, Kha!" kata Kartini. "Eiya, maaf, Kak." Rakha langsung memperbaiki ucapannya yang asal ceplos itu. Setelah kepergian perawat dan si pria yang pingsan tadi, keadaan kafe pun berangsur-angsur kembali tenang. Namun, hampir di setiap meja membicarakan tentang betapa pucatnya wajah si pria yang pingsan tadi. Begitu juga dengan Adipati saat ini. Ini pertama kalinya ia melihat orang pingsan, tapi dengan kulit sepucat orang mati. Dan kemudian, dua orang wanita berjalan melewati meja tempat Adipati, Kartini dan Rakha berada. Mereka yang duduk tepat di sebelah pria yang pingsan tadi, kini sedang membicarakan pria tersebut. "Pria tadi terus bersin," katanya. "Ya, bersinnya parah sekali," timpal perempuan satunya. "Aku harap penyakitnya tidak menular." Kedua wanita itu lantas berlalu pergi meninggalkan kafe. Adipati dan bahkan Kartini beserta Rakha yang juga ikut mendengarnya, lantas merasa kepikiran dan takut. "Sepertinya, kita harus pulang sekarang," kata Kartini dan lalu meminta pelayan untuk membungkus cake-nya yang belum habis. Adipati dan Rakha pun langsung menyeruput habis minuman mereka dengan terburu-buru. Mereka merasa ngeri dengan virus yang mungkin saja pria tadi sebarkan di kafe ini. "Tampaknya, kita harus menjauhi kafe ini dulu selama beberapa minggu," ucap Rakha pada Adipati. Adipati pun mengangguk menyetujui perkataan Rakha. "Hmm ... kamu benar." Mereka bertiga dengan cepat pergi meninggalkan Giyowo Sasageyo Cafe setelah cake yang Kartini pesan selesai dibungkus. Tidak hanya pergi dari kafe, mereka juga pergi meninggalkan Mall Central Park dan memutuskan untuk langsung pulang ke rumah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN