03. FLU

1577 Kata
Di salah satu tempat bermain biliar mewah yang ada di Kota Jakarta, Nando, Alan, Ega, Sena dan Qyan sedang berkumpul di sana. Nando, Ega, Sena dan Qyan dengan asik bermain biliar, sementara Alan seorang diri sedang asik menggoda para gadis cantik dan seksi yang ada di sana. "Pacar? Aku tidak punya pacar kok, jadi kalian berdua tenang saja," kata Alan pada dua orang gadis cantik yang sejak tadi menemaninya. Tangannya yang nakal beberapa kali menjelajah ke tempat yang tidak seharusnya. Ega yang melihat si Playboy Alan sedang beraksi, hanya menggelengkan kepalanya beberapa kali. Ia benar-benar tidak mengerti dengan isi pikiran Alan yang hanya berisikan wanita-wanita cantik dan seksi. Sementara itu, Qyan yang baru saja selesai mendapat giliran bermain, mulai membicarakan tentang Adipati. "Si Adipati itu, orang tuanya benar-benar kaya ya. Kalian lihat kan mobilnya tadi? Itu adalah mobil keluaran terbaru. Enak sekali kalau jadi dia, tiap beberapa bulan sekali bisa mendapatkan hadiah mewah seperti itu," kata Qyan. Nando yang kini sedang mendapat giliran bermain, berusaha untuk fokus pada bola dengan angka 18 yang ada di depannya. Namun karena perkataan Qyan, ia jadi sedikit sulit mendapatkan fokusnya. "Kamu benar, enak sekali jadi Adipati, apa pun yang dia inginkan pasti akan langsung ia dapatkan," kata Ega menyambung obrolan Qyan. Nando pun semakin sulit mendapatkan fokusnya. Hatinya terasa panas ketika teman-teman dekatnya membahas tentang Adipati yang jelas-jelas musuh bebuyutannya. "Tidak ada yang bisa menyaingi kekayaannya di sekolah," ucap Sena. Ia yang jarang berbicara, kini ikut nimbrung ke dalam obrolan dua temannya. Dan tiba-tiba saja Nando dengan penuh emosi melempar stik biliarnya dengan keras ke arah dinding, membuat seluruh perhatian kini tertuju ke arahnya. Ketiga temannya pun langsung tertunduk kikuk karena mereka tahu kalau Nando marah pasti karena ulah mereka yang membahas Adipati. "Berhenti membahas manusia menyebalkan itu di depanku!" kata Nando kesal. Ia lalu beranjak pergi menghampiri mesin minuman yang terletak tidak jauh dari tempatnya berada saat ini. Teman-temannya pun langsung saling menyalahkan karena telah membuat Nando marah. Berbeda dengan Ega, Sena dan Qyan yang saling menyalahkan, Alan malah mencoba menenangkan kedua gadis yang sedang digodanya. "Tenang saja, dia memang suka seperti itu. Kalian berdua tidak perlu takut karena ada aku di sini," kata Alan dan lalu mengecup pipi kedua gadis itu. Nando yang telah mengambil sekaleng kola, lantas langsung meminumnya. Ia minum bukan karena haus, melainkan untuk meredakan hatinya yang panas. Teguk demi teguk ia minum kola itu dan sosok Adipati tiba-tiba saja muncul di otaknya. Ia pun lantas segera berhenti menghabiskan kola yang kini sedang ia minum dan lalu beralih menatap pantulan dirinya di kaca mesin penjual minuman. "Si b******k Adipati!" umpatnya kesal. Entah apa yang menyebabkan ia membenci Adipati sampai seperti itu, sampai-sampai ia bisa langsung marah jika orang lain membahas Adipati tepat di depannya. Beralih lagi ke tempat Alan. Salah satu gadis yang sedang ia goda tiba-tiba saja bersin dengan cukup keras sebanyak beberapa kali. Alan si Playboy kelas kakap pun langsung mengeluarkan jurus pemberi perhatian miliknya untuk meluluhkan si gadis. "Ini, gunakan sapu tanganku untuk menutupi bersinmu," kata Alan sembari memberikan sapu tangan hitamnya. Lirikan mata menggoda tidak lupa ia berikan pada si gadis. "Terima kasih," ucap si gadis sembari melebarkan senyumnya yang terlihat manis. Namun setelahnya, ia kembali bersin-bersin lagi. *** Central Park, Jakarta Barat... Adipati dan Rakha sudah hampir menyelesaikan tugas sekolah mereka. Jam pun kini telah menunjukkan pukul tujuh malam, itu berarti sudah tiga jam mereka berada di kafe tersebut. Hujan di luar pun sudah mulai reda dan genangan air di luar mal juga sudah mulai surut. Dengan begini perjalanan pulang mereka nanti tidak akan terganggu. Minuman yang Adipati pesan sejak tadi sudah ia dan Rakha habiskan. Adipati bahkan memesan lagi secangkir kopi Americano untuk menambah konsentrasinya yang masih anteng mengerjakan tugas. Ia juga memesan beberapa camilan karena saat itu ia mulai merasa lapar, namun ia malas untuk memakan menu makanan yang berat. Setelah tugas yang keduanya kerjakan telah selesai, kini mereka hanya tinggal menunggu cake yang sedang Adipati pesan. Ia membelikan cake untuk orang-orang yang ada di rumah sekaligus untuk Rakha, ia ingin agar sahabatnya itu tidak lagi kelaparan saat ditinggal sendirian. "Ini pesanannya," kata pelayan wanita sembari melebarkan senyumnya. "Terima kasih," ucap Adipati dengan ramah. Melihat wajah pelayan yang mengantarkan pesanan begitu pucat, membuat Rakha jadi terus menatap ke arahnya, bahkan ketika pelayan itu sudah pergi, ia masih tetap menatapnya. Adipati yang melihat sahabatnya begitu tertarik dengan pelayan wanita yang mengantarkan pesanannya tadi, lantas dengan iseng menggodanya. "Ciee, biasa aja kali ngeliatnya," ucap Adipati. "Kalau naksir, aku panggil lagi nih pelayannya," tambahnya. Rakha dengan cepat menggelengkan kepalanya. Bukan itu maksud ia terus memandangi pelayan wanita tadi. "Ish! Aku bukannya naksir sama pelayan tadi, aku hanya fokus ke wajahnya yang kelihatan sangat pucat," kata Rakha dan lalu kembali melihat ke arah si pelayan wanita. Adipati pun ikut melihat ke arah pelayan wanita. Ia mengakui benar apa yang dikatakan Rakha. Pelayan itu terlihat sangat pucat. "Mungkin dia kedinginan." Adipati mencoba berpikir positif. "Mungkin saja." Rakha pun juga ikut berpikiran positif. Namun, Adipati tiba-tiba saja berpikiran yang tidak-tidak tentang si pelayan yang berwajah pucat tadi. "Atau jangan-jangan, pelayan tadi adalah-- zombie," katanya sembari menampilkan ekspresi wajah seriusnya. Rakha yang memang tidak suka dengan hal-hal yang berbau zombie atau monster, seketika bergidik ngeri ketika Adipati mengatakan hal tersebut. "Apaan sih?!" kata Rakha kesal. "Aku serius Kha," balas Adipati. "Mungkin dia saat ini sedang terjangkit virus berbahaya dan sebentar lagi, dia akan berubah menjadi zombie dan lalu ia akan memakan kita hidup-hidup, dimulai dari otakmu!" Adipati berkata dengan nada bicara yang sedikit dilebih-lebihkan. Rakha yang jadi semakin paranoid, lantas bergegas pergi duluan meninggalkan Adipati, Adipati pun kini tertawa di tempatnya melihat tingkah Rakha yang ketakutan. "Rakha-Rakha, kekanakan sekali." Ia pun kini ikut keluar meninggalkan kafe. Dan tak lama setelah keduanya pergi, si pelayan wanita dengan wajah pucat tadi terlihat bersin-bersin sebanyak beberapa kali. Kedua bersahabat itu kini bergegas menuju ke Game Center yang ada di mal Central Park. Mereka ingin santai sejenak dengan bermain beberapa permainan yang ada di sana. Sembari berjalan berdampingan, Rakha tidak henti-hentinya memikirkan tentang pelayan wanita tadi dan juga perkataan Adipati tentang zombie. "Aku benar-benar kepikiran Di, soal pelayan tadi," kata Rakha. "Apalagi soal perkataanmu tentang zombie itu. Benar-benar menempel di otakku saat ini." Adipati menggeleng sembari tertawa kecil mendengar perkataan Rakha. Sejak dulu sahabatnya itu memang suka terlalu melebih-lebihkan. "Aku cuma bercanda soal zombie, Kha. Lagi pula aku yakin kalau wajah pelayan tadi tampak pucat karena kedinginan." Adipati mencoba menjelaskan kembali secara rasional pada sahabatnya itu. Rakha lantas menghembuskan nafasnya berat dan lalu mempercayai apa yang Adipati katakan. Mungkin memang benar kalau ia terlalu melebih-lebihkan. "Daripada memikirkan hal yang tidak-tidak, lebih baik sekarang kita bermain game," kata Adipati dan lalu menyodorkan uang seratus ribuan beserta kartu bermain pada Rakha. Rakha pun menerimanya sembari berkata, "Aku juga akan ikut mengisi saldo di kartu ini." Dan lalu pergi meninggalkan Adipati menuju meja kasir untuk mengisi saldo di kartu bermain yang Adipati berikan padanya. Adipati yang menunggu Rakha sedang mengisi saldo, memutuskan untuk melihat-lihat permainan yang ada. Kedua matanya seketika langsung tertuju pada sebuah permainan tembak-menembak monster yang berada tak jauh dari tempatnya berada saat ini. Ia akan memainkan permainan itu terlebih dahulu. Saat ini, selain menunggu Rakha yang sedang mengisi saldo, Adipati juga harus menunggu giliran bermain, karena saat ini permainan tembak-menembak monster sedang dimainkan oleh pengunjung lainnya, sehingga mengharuskannya antre untuk dapat memainkannya. Ketika ia sedang menunggu dan menonton, tiba-tiba saja salah satu pemain yang sedang memainkan permainan tembak-menembak monster itu bersin dengan cukup keras. Ia bersin sebanyak beberapa kali yang mana sangat mengganggunya dalam bermain permainan tersebut. Rakha yang telah selesai mengisi saldo, kini sudah berdiri di samping Adipati. "Mau main ini?" tanyanya. Adipati mengangguk sebagai jawaban. Rakha pun lalu ikut menonton orang yang kini sedang memainkan permainan yang ada di depannya. Menurutnya permainan itu sangat seru. Tapi lagi-lagi, si pemain yang sebelumnya bersin dengan keras, kini kembali bersin sebanyak beberapa kali. Ia menutupi mulutnya menggunakan tangan kanannya dan lalu setelahnya, ia kembali melanjutkan permainan yang sempat terganggu karena bersinnya. Setelah kedua orang itu selesai bermain, Adipati dan Rakha pun langsung menggantikannya. Adipati bermain menggunakan pistol yang pemain bersin-bersin tadi gunakan, sementara Rakha menggunakan pistol yang satunya lagi. Keduanya pun bermain dengan sangat seru dan terus berlanjut sampai saldo yang ada di kartu bermain milik Adipati habis. *** Pukul 21.00... Adipati tiba di rumah setelah mengantarkan Rakha pulang. Setelah masuk ke dalam rumah, ia menyapa kedua orang tuanya yang sedang menonton televisi di ruang tengah. "Aku pulang," kata Adipati. "Habis dari mana, Di, kok jam segini baru pulang?" tanya Bunda. "Tadi Adi ngerjain tugas sama main-main sebentar dengan Rakha, Bund," jawab Adipati. "Ya sudah, kalau begitu segera bersih-bersih badan dan sehabis itu istirahatlah. Kamu kelihatannya sangat lelah," ucap Ayah. Adipati mengangguk, merespons ucapan ayahnya. Sebelum ia pergi, ia terlebih dahulu memberitahukan kedua orang tuanya kalau ia membelikan cake untuk mereka. "Aku beli cake, Yah, Bund. Aku taruh di kulkas ya," kata Adipati. "Oke," balas Bunda. Kemudian ia beranjak pergi dari ruang tengah meninggalkan kedua orang tuanya yang kembali menonton acara televisi. Setelah ia meletakkan cake di dalam kulkas, ia pun segera pergi menuju kamarnya. Ketika Adipati hampir sampai di depan pintu kamarnya, tiba-tiba saja ia bersin sebanyak tiga kali. Bersinnya terbilang cukup keras dan sedikit membuat langit-langit mulutnya terasa panas. "Haduh, efek pergantian musim," kata Adipati sembari mengusap-usap hidungnya. "Aku harus minum obat flu setelah ini." Ia kemudian bergegas masuk ke dalam kamarnya untuk segera beristirahat. Adipati tidak ingin gejala flunya bertambah parah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN