36. MULAI BERTEMU

2277 Kata
Rombongan mobil baja Barakuda melaju ke kamp Gelora Bung Karno setelah melakukan pemeriksaan di Adriana International School. Mereka tidak menemukan orang-orang yang mereka cari dan malah merekalah yang kehilangan beberapa orang dari pihak mereka. Cukup sedih memang, tapi mau bagaimana lagi. Mereka harus menemukan Rakha beserta yang lainnya walau nyawa taruhannya. Apalagi saat ini, Jenderal Dipa sangat memfokuskan untuk menemukan keberadaan mereka karena Rakha beserta teman-temannya yang Adipati lihat di dalam mimpinya adalah Genesis, sama seperti Adipati dan juga Nando. Mobil terus melaju melewati rute yang mereka lalui saat berangkat. Sembari melaju, Jenderal Dipa yang berada di kursi sebelah pengemudi berharap menemukan sosok Genesis yang mungkin saja tengah berada di sekitaran jalan yang sedang ia lewati. Sementara itu di bagian dalam mobil baja Barakuda, Adipati yang kelelahan, kini tengah tertidur lelap sembari menyender di pundak Kartini. Sejak mereka pergi meninggalkan Adriana International School, Adipati langsung tertidur dan sampai sekarang belum terbangun. Dokter Nick yang duduk di seberang Kartini dan Adipati, sejak tadi memandangi Adipati yang sedang tertidur dengan tatapan kagumnya. Bagaimana tidak, remaja pemilik kekuatan super itu berhasil mengendalikan pikiran Zyn yang menguasai satu area sekolah sendirian. Bayangkan, berapa banyak orang yang bisa ia kendalikan dengan kekuatan pikirannya, kalau mengendalikan Zyn sebesar dan seliar itu saja ia bisa. "Kekuatannya hebat dan cukup berbahaya kalau sampai disalah gunakan," batin Dokter Nick. Di sebelah Kartini, Nando yang senang dengan kekuatan supernya, saat ini tengah memain-mainkan suhu dingin di tangannya. Ia memanipulasi kristal es dan mengubahnya menjadi berbagai macam bentuk yang berbeda. Sembari bermain dengan kekuatannya, Nando kembali teringat akan apa yang telah ia lakukan di Adriana International School. Ia merasa kalau dirinya sangat hebat karena telah berhasil membekukan Zyn yang ada di sana hingga tewas. Ia bahkan merasa kalau kekuatan Adipati tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kekuatannya. "Aku benar-benar hebat dan tidak akan ada yang bisa melampauiku," batin Nando sembari tersenyum sombong. Seorang anggota TNI yang adalah rekanan Jenderal Dipa beserta seorang relawan yang ahli dalam menembak, menatap Nando yang sedang senyam-senyum sendiri dengan tatapan yang keheranan. Mereka berpikir kalau pemuda yang duduk di depan mereka saat ini sedikit mempunyai masalah kejiwaan. "Apakah dia normal (tidak gila)?" tanya pria anggota TNI. "Sepertinya, dia rada-rada, ehm," jawab pria relawan sembari sedikit memiringkan kepalanya saat berkata 'ehm'. Keduanya pun terus menatap Nando yang saat ini masih asik dengan dunianya sendiri. Kini, rombongan mobil baja Barakuda telah sampai di pertengahan jalan. Sekitar setengah jam lagi mereka akan sampai di kamp pengungsian. Ketika mobil melaju melewati reruntuhan dua gedung yang bertumpuk sehingga membentuk sebuah terowongan, seekor burung elang jawa terbang rendah di sebelah mereka. Di saat yang bersamaan, Adipati yang sedang tertidur, tiba-tiba saja terbangun. Ia langsung duduk dengan tegap sembari menatap ke arah depan. "Ada apa, Di? Apa yang terjadi?" tanya Kartini. Dokter Nick yang duduk di seberang mereka berdua, beserta Nando dan dua orang lainnya pun, kini ikut memandang penuh tanya ke arah Adipati. Adipati yang mendapatkan pertanyaan dari Kartini hanya diam dan masih menatap lurus ke arah depan. Tapi tak berselang lama, ia mengalihkan pandangannya ke arah kursi tempat pengemudi berada. Lebih tepatnya, ia menatap ke arah Jenderal Dipa yang duduk di depan, di sebelah pengemudi. "Jenderal, apa kamu mendengarku?" tanya Adipati melalui telepati. Jenderal Dipa yang mendengar suara Adipati di dalam pikirannya, lantas dengan cepat meresponsnya. "Ya, aku dengar. Ada apa?" tanya balik Jenderal Dipa. "Lihat ke arah samping mobil," pinta Adipati. Jenderal Dipa pun menurut dan langsung melihat ke arah jendela, tepatnya ke arah samping mobil. Ia bisa melihat ada seekor elang jawa yang saat ini tengah terbang mengikuti mereka. "Aku melihat elang jawa. Memangnya ada apa?" "Ikuti elang itu." Jenderal Dipa merasa bingung dengan permintaan Adipati. Namun, ketika ia baru saja mau bertanya, Adipati dengan paksa memintanya untuk segera mengikuti burung elang tersebut. "Ikut elang itu, Jenderal. Cepat!" ucap Adipati. Karena merasa ada sesuatu, maka Jenderal Dipa pun menurut dan lalu mengarahkan rombongannya untuk mengikuti burung elang jawa itu. Dan secara mengejutkan, burung elang itu terbang meninggi ke arah depan, seakan-akan ia menunjukkan jalan pada mereka. "Sudah kuduga, pasti ada sesuatu," batin Jenderal Dipa. Dengan sedikit mempercepat laju kendaraan, rombongan mobil baja Barakuda yang dipimpin oleh Jenderal Dipa terus mengejar elang jawa yang ada di depan sana. Mereka melewati jalan-jalan yang terbilang cukup sulit karena terdapat banyak sekali mobil-mobil yang terparkir sembarangan di tengah jalan. Setelah tiga puluh menit mengejar, rombongan itu pun akhirnya sampai di sebuah jalan raya besar, yang mana di pinggir kanan dan kirinya terdapat gedung-gedung tinggi yang menjulang. Karena sudah malam, gedung-gedung gelap, kosong dan sedikit rusak itu terlihat begitu menyeramkan. Rekan Jenderal Dipa yang mengemudikan mobil pun merasa begitu merinding ketika mobil melaju di jalan besar itu. "Pak, apa tidak apa-apa kalau kita terus mengikuti burung itu?" tanya rekan Jenderal Dipa yang sedang mengemudikan mobil. "Ikuti saja, jangan banyak bertanya," ucap Jenderal Dipa dengan suara yang tegas. "B-baik, Pak." Setelah dua puluh menit berlalu, elang jawa itu mulai terbang merendah. Ia mendekati sebuah bangunan besar yang bertuliskan Bank Indonesia di depannya. Rombongan mobil pun mengikuti burung elang itu memasuki area bank yang mana terlihat sangat gelap dan sepi. Dan ketika elang jawa itu mendarat, betapa terkejutnya Jenderal Dipa dan rekannya mendapati elang jawa itu berubah menjadi sesosok remaja laki-laki seumuran Adipati dan Nando. Remaja itu kini tersenyum ke arah mereka dengan cukup ramah. "Genesis," ucap Jenderal Dipa dan lalu balas menyunggingkan senyumnya. Mobil-mobil baja Barakuda pun diparkir di depan bangunan bank, tepat di depan remaja itu berdiri. Orang-orang yang berada di dalam mobil, satu per satu turun dan lalu menghampiri si remaja. Adipati yang menangkap kontak remaja itu pertama kali saat remaja itu sedang berkeliling dengan wujud elang jawanya, dengan cepat langsung menghampirinya. "Hai, aku Adipati, siapa namamu?" Adipati memperkenalkan dirinya dan lalu mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Kondisinya terlihat sudah agak membaik dari terakhir kali ia tertidur pulas. "Aku Shotaro Dhemas, panggil saja aku Dhemas. Salam kenal ya, Adipati." Remaja bernama Dhemas menyambut uluran tangan Adipati. Keduanya bersalaman sembari saling menyunggingkan senyum. "Senang sekali rasanya bisa bertemu dengan orang berkekuatan super selain aku dan temanku ini," kata Adipati sembari menunjuk ke arah Nando. Dhemas yang tersenyum, terlihat sama senangnya seperti Adipati. Adipati kemudian memperkenalkan orang-orang penting yang datang bersamanya. Ia pertama memperkenalkan Kartini, lalu Nando, Dokter Nick dan terakhir Jenderal Dipa. "Jenderal Dipa ini adalah pemimpin di tempat pengungsian kami," kata Adipati. "Apakah tempat pengungsian kalian punya banyak stok makanan dan obat-obatan? Kalau punya, bolehkah kami minta sedikit?" pinta Dhemas. Mendengar remaja itu berkata 'kami', Jenderal Dipa langsung menanyakan sesuatu padanya. "Apakah ada orang lain yang bersama denganmu?" Dhemas mengangguk dengan semangat. "Iya-iya! Ada!" Kemudian Dhemas menunjuk ke arah bangunan bank, tempat di mana orang-orang mengungsi berada. Ia juga mengatakan kalau ada remaja lain selain dirinya yang juga memiliki kekuatan super, yang saat ini sedang berjaga bersama para pengungsi yang lain. Mendengar ada satu lagi Genesis di dalam sana, dengan semangat Jenderal Dipa meminta Dhemas untuk segera mempertemukan mereka. Tanpa berlama-lama, Dhemas pun langsung memimpin jalan, masuk ke dalam bangunan bank. Sesampainya mereka di dalam, tepatnya di ruang bungker yang hanya diterangi oleh pencahayaan lilin, Jenderal Dipa, Kartini, Dokter Nick, Adipati, Nando dan tiga rekan Jenderal Dipa, langsung disambut oleh seorang pria berewok yang membawa senjata api AK 47. "Dhemas, kamu menemukan orang yang selamat lagi?" tanya pria itu. Dhemas menggeleng, dan lalu berkata, "Mereka orang-orang yang akan membantu kita, Pak Ari." Pria berewok bernama Ari itu langsung melebarkan senyumnya. Ia pun segera mempersilakan tamu-tamunya itu untuk bertemu dengan para pengungsi yang berada di tempat itu. Para pengungsi yang berjumlah dua puluh orang itu merasa senang dengan kedatangan Jenderal Dipa beserta rombongannya. Namun, hal berbeda terlihat di wajah Jenderal Dipa, Dokter Nick, Kartini, Adipati dan Nando, mereka merasa prihatin melihat wajah pengungsi yang sedikit pucat. "Mereka kelaparan," kata Dokter Nick. Dokter muda itu bisa langsung tahu apa yang terjadi pada para pengungsi hanya dengan melihatnya saja. Merasa orang-orang itu harus segera ditolong, Jenderal Dipa pun lantas memutuskan untuk membawa mereka semua ke kamp pengungsiannya. "Semuanya, ayo berkemas. Kami akan membawa kalian ke tempat kami," ucap Jenderal Dipa lantang. "Di tempat kami terdapat banyak stok makanan, obat-obatan, sumber listrik, kamar mandi, tempat untuk tidur dan prajurit yang berjaga siang dan malam demi menjaga keamanan kalian. Kalian akan merasa nyaman tinggal di sana," tambahnya. Mendengar ucapan Jenderal Dipa yang begitu tegas dan lantang, sontak membuat semuanya langsung mengucap syukur. Akhirnya, bantuan datang pada mereka. Kemudian, orang-orang yang ada di tempat itu mulai mengemasi barang-barang mereka. Walaupun hanya ada beberapa yang mereka punya, tapi semua itu adalah barang-barang yang sangat penting dan berguna bagi mereka. Di saat semua orang tengah sibuk berkemas, Jenderal Dipa menghampiri Dhemas. Ia meminta pada remaja itu untuk mempertemukannya dengan Genesis lain yang ada di tempat itu. "Di mana teman yang kamu bilang juga punya kekuatan super sepertimu? Boleh kan aku bertemu dengannya sekarang?" tanya Jenderal Dipa. Dhemas mengangguk dan lalu memanggil temannya itu. "Ael, sini." Seorang remaja laki-laki yang lagi-lagi seumuran dengan Adipati dan Nando, berjalan mendekati Dhemas dan Jenderal Dipa. "Ada apa, Dhemas?" tanya Ael. "Orang ini ingin bertemu denganmu," jawab Dhemas. Kemudian Jenderal Dipa memperkenalkan dirinya pada Ael, begitu juga dengan Ael yang memperkenalkan dirinya pada Jenderal Dipa. Dari perkenalan itu, diketahui kalau nama panjang Ael adalah Taurus Rafael. Ia berumur 17 tahun dan memiliki kekuatan super mengendalikan medan magnet. Dan sama seperti Adipati dan Nando, ia yatim piatu karena serangan Zyn yang menewaskan semua anggota keluarganya. "Dia Adipati dan satunya lagi adalah Nando. Mereka juga memiliki kekuatan super sama sepertimu dan Dhemas," kata Jenderal Dipa sembari menunjuk ke arah Adipati dan Nando. Adipati memberikan senyum ramahnya pada Ael dan Ael pun membalas senyuman Adipati tak kalah ramah. Ia langsung menyukai sosok remaja yang baru ditemuinya itu. Ia kelihatan ramah dan baik. "Senang sekali rasanya, aku bisa bertemu dengan dua orang remaja berkekuatan super lagi. Dengan kekuatan super yang kalian punya, kita bisa menjaga orang-orang yang selamat ini dari para monster gila yang ada di luar sana," ucap Jenderal Dipa dan lalu memegangi pundak Dhemas dan Ael secara bersamaan. Setelah semuanya selesai berkemas, mereka pun segera memasuki mobil-mobil baja Barakuda yang terparkir di depan bank, dan lalu, mereka segera pergi meninggalkan tempat itu menuju ke kamp Gelora Bung Karno yang berjarak lumayan jauh. *** Waktu telah memasuki tengah malam. Bus yang dikemudikan oleh Qyan, kini tengah berada di jalan pulang kembali ke tempat pengungsian. Selama seharian tadi, tim yang dipimpin oleh Rakha telah melakukan pencarian, bahkan, mereka sampai turun dari bus untuk memasuki bangunan-bangunan kosong yang disinyalir sebagai tempat berlindung dari orang-orang yang selamat. Tapi sayang, mereka tidak menemukan tanda-tanda orang yang selamat di setiap tempat yang mereka datangi. Rakha pun menjadi sedikit murung karena hal itu. "Tenang saja, Kha, besok pasti kita akan menemukan orang yang selamat. Jadi jangan murung begitu," ucap Ega. Rakha mengembuskan napasnya berat dan lalu mengangguk sembari mengumpulkan keoptimisannya lagi. Ia harus yakin karena kalau ia sampai pesimis, orang-orang yang dipimpinnya pun pasti akan ikut pesimis. "Terima kasih, Ga karena sudah menyemangatiku," kata Rakha sembari melebarkan senyumnya. "Sama-sama," balas Ega yang sama-sama tersenyum. Keduanya pun kembali fokus menatap ke arah jalan raya yang sedang mereka lalui. Qyan yang mengemudi, terlihat masih segar dan tidak sedikit pun menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Padahal ia sudah mengemudi sejak awal mereka berangkat tadi. Karin yang menjadi satu-satunya perempuan di tim itu, kini tengah terpejam di kursinya. Ia merasa sangat mengantuk, namun ia tidak sepenuhnya tertidur. Ia masih sedikit terjaga kalau-kalau teman-temannya membutuhkan bantuannya. Bagaimana dengan Zain? Ya, dia masih tidur. Lelap, nyenyak dan nyaman di kursi panjang yang ada di belakang. Ia benar-benar tidak bangun sama sekali sejak awal mereka berangkat. Bahkan saat keempat temannya turun untuk berkeliling, ia tetap tinggal dan tidur. Benar-benar seorang pangeran tidur. Mobil telah melaju lama dan sekitar tiga puluh menit lagi mereka akan sampai di tempat tujuan. "Eh iya, ngomong-ngomong, bagaimana kalau taman kanak-kanak tempat kita berlindung, kita berikan sebuah sebutan atau nama. Ya ... agar terdengar keren." Rakha yang sebelumnya merasa sedih dan kecewa, tiba-tiba saja terpikirkan hal itu. "Sebutan atau nama ya?" kata Ega dan lalu memegangi dagunya. "Iya." Rakha mengangguk dengan semangat. "Boleh juga." Ega setuju dengan ide yang Rakha berikan. "Lalu kira-kira, sebutan atau nama apa yang harus kita berikan?" tanya Ega yang kini menatap Rakha. Rakha mulai berpikir. Ia mencari nama yang sekiranya cocok untuk tempat ia berlindung sekaligus markas bagi timnya itu. Dan ketika ia sedang berpikir, Qyan tiba-tiba saja memberikan sebuah ide. "Kamp Bintang Selatan," kata Qyan sembari masih fokus mengemudikan bus. Dengan kompak, Rakha dan Ega langsung menatap ke arah Qyan. "Kamp Bintang Selatan? Terdengar keren," kata Rakha. "Apakah ada makna dari nama yang kamu sarankan itu?" Qyan mengangguk dan lalu menjelaskan tentang arti dari nama Kamp Bintang Selatan. "Kamp adalah tempat berlindung, selatan adalah tempat kita berada, yaitu Tangerang Selatan. Dan bintang berarti harapan. Jadi, Kamp Bintang Selatan adalah tempat yang berada di selatan, yang memiliki harapan," ujar Qyan. Rakha dan Ega merasa setuju dengan nama itu. Selain keren, nama itu juga memiliki makna yang bagus. "Kita pakai nama itu," kata Rakha. "Heum! Aku sangat setuju dengan nama itu," timpal Ega. "Mulai sekarang, nama markas tempat kita berlindung adalah Kamp Bintang Selatan. Dan aku juga sangat setuju jika kelompok kita dinamai dengan nama itu. Tim KBS." Rakha benar-benar menyukai nama yang Qyan berikan. "Keren, aku suka," timpal Ega. Ia sama sukanya seperti Rakha. Kini, tim beserta markas tempat mereka berlindung telah memiliki sebuah nama dan sebutan. Sekarang yang mereka harus lakukan adalah mencari para penghuninya agar nama yang sudah Qyan berikan itu tidak hanya jadi sekedar nama. "Aku dan timku harus segera menemukan orang-orang yang selamat dan lalu membawa mereka ke Kamp Bintang Selatan. Kami tidak boleh sampai mendapatkan hasil yang nihil, seperti apa yang terjadi hari ini," batin Rakha.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN